Lama sekali bagi Laras agar bisa kembali bernapas dengan tenang setelah menumpahkan segala tangisnya di pelukan Panji. Amarah yang berusaha ia pendam seolah keluar semua dalam bentuk tangisan. Sampai-sampai kaos yang dikenakan Panji basah karena air matanya.
Setelah isakannya tidak lagi terdengar, Panji melepas tubuh Laras dari dekapannya. Membingkai wajah sendu itu dengan kedua tangan, menuntunnya agar menatap matanya dengan lurus. "Gimana? Udah lega?"
Laras tidak menjawab, ia malah kembali menyusupkan wajahnya pada dada bidang Panji. Menyembunyikan wajah kusut itu dari mata Panji. Sungguh, ia sangat malu. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan menangisi Randi. Tapi lihatlah sekarang, bagaimana dirinya menangis sampai matanya sakit, dan bagian yang paling memalukan adalah ia menangis di pelukan Panji. Laki-laki yang sudah ia tolak lamarannya mentah-mentah tadi pagi.
"Kalau masih mau nangis, nggak papa." Panji masih mengelus punggung Laras dengan lembut.