Chereads / DEFINISI C I N T A (21+) / Chapter 4 - Senja

Chapter 4 - Senja

"Aku benar-benar tidak percaya kau telah begini, Kean." lirih Alice dalam hati bersamaan dengan jatuhnya air mata.

"Aku tidak menyangka kau akan mengkhianatiku sekeji ini." Alice kembali membatin.

"Kau sedang memikirkan apa, hem?"

Alice menepis tangan Keano dan tersenyum tipis. "Tidak apa!" jawabnya singkat. "Sudahlah, lupakan saja." seru Alice.

Keano mengangkat kedua alisnya sembari mengangguk beberapa kali. "Apa kau sudah pesan makanan?" tanya Keano lembut.

"Belum!"

**

"Terima kasih, Dok."

"Sama-sama. Ini semua di minum 2x sehari. jaga pola makan dan pola tidur agar Anda cepat pulih." Dokter Yuli menjelaskan aturan minum obat-obatan itu.

Malang sekali gadis satu ini. Di saat sakit seperti ini pun pelayannyalah yang mengurusnya. bukan suaminya yang telah di berikan harta melimpah oleh ayahnya.

Keluarga besar Keano bangkrut dan terlilit utang. dan ini adalah hari pertama Keano masuk di perusahaan ayahnya.

Ada benefit yang harus dia kejar untuk kembali memulihkan perusahaan ayah Keano.

"Baiklah. saya permisi."

Kinara mengangguk dan mengukir senyuman palsu di wajah cantiknya.

Hening ...

Kesendiriannya ini membuatnya makin tenggelam pada lamunan tiada akhir.

"Permisi, Nona!"

"Ada apa?"

"Di bawah ada, Den Nanda."

"A-apa?"

"Ada Den Nanda, Nona Muda."

Kinara menutup mulut rapat-rapat dan mengerjapkan matanya berkali-kali. "Saya akan segera turun!"

Ida sang pelayan mengangguk dan sedikit membungkukkan punggungnya. lalu dia bergegas pergi.

"maaf ya kelamaan." ujar Kinara sembari duduk di sofa tepat di hadapannya yang di jaraki cukup jauh oleh meja besar di hadapan mereka berdua.

Nanda mengerutkan dahinya, kala melihat wajah sembap Kinara. "Apa kau baik-baik saja?"

Kinara mengangguk dan tersenyum. Menatap Nanda mantan kekasihnya yang berparas karismatik dengan gaya rambut berponi pinggir khas seorang Nanda.

"Tidak mudah membohongiku, Kinara!" bisik Nanda dalam hati.

"Bagaimana kabarmu? Apa, kau sudah mendapat penggantiku?" tanya Kinara berusaha menguatkan hati.

Separuh hatinya masih ada untuk Nanda, tetapi, Kinara tidak ingin menunjukkan perasaannya dan kembali melukai perasaan jagoannya ini.

"Tidak!" sahut Nanda dalam hati.

Keduanya terhanyut oleh pandangan teduh satu sama lain. Melupakan kenangan selama 4 tahun itu tidaklah mudah. bahkan mungkin, tidak akan pernah terlupakan.

Kinara memalingkan pandangan menatap keambang pintu yang menuju ruang utama saat memasuki rumah Keano.

"Apa kau kemari sendirian?" Kinara mulai mencairkan keheningan di antara mereka.

"Iya. Mengapa memangnya?"

"Enggak papa sih. cuman tanya aja." Kinara tersenyum tipis dan  kembali menatap Nanda yang masih memandangnya.

Nanda datang kemari hanya untuk memastikan keadaan Kinara. Nanda akan sangat lega, jika Kinara bahagia dengan suami pilihan orang tuanya.

"Kau sakit?"

"Ha? K-kata siapa?"

"Wajahmu pucat."

Kinara memegang pipi kananya. "Ah ... Mungkin karena aku tidak. Make up jadi terlihat pucat."

"Lagi? Mengapa kau berbohong lagi padaku. seasing inikah kita sekarang?" tanya Nanda dalam hati.

"Apa aku boleh meminta sesuatu darimu?" tanya Nanda.

Belum sempat Kinara menjawab. "Mungkin ini menjadi permintaan terakhirku."

DEG...

Hati Kinara bak di hantam keras oleh  benda tumpul. "Tetapi dengan satu syarat!" ujar Kinara dengan nada suara yang sangat rendah.

"Apa itu?"

"Suatu hari nanti. Aku berhak meminta sesuatu darimu sebagai balasan hari ini."

"Hanya itu?"

Kinara mengangguk pelan. "Jangankan 1. Ribuan pun aku akan mengabulkannya untukmu." Nanda tersenyum manis.

"Aku akan segera kembali!"

Di lain tempat. Di tengah perjalanan, Keano di selimuti oleh kebingungan yang entah di mana ujungnya.

Sikap Alice berubah drastis. Dia menjadi pendiam, dan dia tidak mau lagi diajak berhubungan intim dengan Keano.

"maaf, Nara. Aku berzanj ini akan segera berakhir. Tetapi tidak sekarang." lirih Alice dalam hati sembari menatap lurus ke depan. Mengamati jalanan yang tidak terlalu padat.

Alice belum mempunyai keberanian untuk mengatakan apa pun pada Keano. Selain itu, perasaannya masih teramat besar untuk Keano yang telah menjalani hubungan dengan Alice 2 tahun lamanya.

"Tetapi, tidak! Aku harus mengatakannya sekarang juga agar aku bisa lebih cepat melupakan dia yang seharusnya tidak aku cintai. Dia tega berkhianat padaku seperti ini." Alice mengalihkan pandangannya ke samping.

Menatap Keano yang tengah fokus mengemudi.

"Sayang! tolong jangan bersikap seperti ini terus. aku sungguh tidak tahan."

"Apa ini karena kemarin Kinara memergoki kita? apa kau marah gara-gara itu?" timpal Keano.

Alice memalingkan pandangan ke depan. Berusaha keras untuk menguatkan hatinya sendiri. Menahan cairan yang mulai menggenang di kedua mata indahnya.

"Ya sudah. Kita ke rumahku! Akan aku pastikan dia minta maaf padamu, karena dia sudah merusak moodmu."

"Tidak perlu!"

"Mengapa?"

"Aku hanya sedikit tidak enak badan. Aku hanya butuh istirahat, ini bukan salah Kinara!" Alice beralibi setenang mungkin.

"Kalau begitu. Kita ke rumah sakit sekarang."

"Tidak usah!"

"Ken-"

"Aku hanya ingin istirahat Keano! tolong mengertilah! jangan egois!" hardik Alice, Mulai hilang kesabaran.

"Tolong mengerti aku sekali ini saja!" Alice mulai menurunkan nada suaranya.

Keano mendengus kasar menerima bentakan dari Alice. Dia begitu kesal dengan kekasihnya, karena dia berani membentaknya seperti itu.

Keano berusaha meredam amarahnya dengan kembali fokus mengemudi.

*

Kedua pasang mata menatap lurus ke depan menatap langit senja yang berwarna kuning keemasan yang membentang di horison.

Kinara duduk di ayunan sembari menyandarkan kepalanya pada tali tambang yang begitu besar.

Sementara Nanda. Dia duduk di bawah rerumputan di samping depan ayunan Kinara.

Di bukit puncak bogor ini, awal pertemuan mereka dahulu. Pertemuan yang sederhana dan diakhiri dengan perpisahan tak terduga.

"Aku rindu petikan gitarmu." Kinara berbicara tanpa menoleh pada Nanda sedikit pun.

Nanda menunduk sekilas dan menggeleng menahan perihnya kenyataan pahit ini. Ketahuilah! menangis di dalam hati itu lebih sakit.

"Dan aku merindukan tawa manismu!" Nanda mengalihkan pemandangan menatap Kinara yang sama berpura-pura baik-baik saja.

"Bahkan aku lupa bagaimana caranya untuk tertawa." sahut Kinara dalam hati.

Nanda memalingkan pandangan ke depan sembari menghela napas berat dan menggeleng pelan.

Angin berembus pelan sedikit menyejukkan suhu tubuh mereka yang kian memanas. Menahan gejolak yang tidak dapat mereka utarakan karena dinding pemisah yang menjulang begitu tinggi.

Wajah Kinara makin pucat. Rasa pening di kepalanya mulai kembali menyerang. tubuhnya pun mulai sedikit kedinginan meskipun tengah mengenakan mantel yang cukup tebal.

Di sisi lain. Keano yang Moodnya hancur karena sikap Alice. Menjadi tidak fokus saat rapat di kantornya.

"Kita lanjutkan besok!" Keano mematikan layar rincian disign berbagai furnitur yang akan menjadi produk terbaru dari DG Grup.

Tanpa memedulikan karyawannya. Dia pun bergegas pergi meninggalkan ruang rapat ini menuju ruangannya.

Si egois hanya memikirkan perasaannya sendiri. Moodnya hancur hanya karena Alice membentaknya. Mungkin dia memang pohon pisang.

Keano duduk bersandar dan menengadah ke atas, memejamkan mata dan memutar kursinya ke kiri dan ke kanan dengan ritme pelan.

Tiba-tiba. Bayang-bayang tubuh tanpa balutan kain Kinara melayang-layang di benaknya.

Entah mengapa manusia tidak punya hati sepertinya masih bernafas. Bukankah Manusia tidak bisa hidup tanpa hati?!

Lantas mengapa dia masih hidup?! Dia hanya memikirkan moleknya lekuk tubuh Kinara. Tak terbayang sedikitpun di benaknya tentang kondisi Kinara saat ini.