Moza makin kesenangan melihat ekspresi Lionel dan Mama Farah.
"Saya tak di persilahkan duduk ini?" tanya Moza masih dengan senyumannya.
"Silahkan," sahut Mama Farah.
Dengan perlahan Moza mulai duduk, saat ini perutnya masih terasa sangat sakit namun ia sangat menahan rasa sakit itu untuk sebuah kemenangan yang ia inginkan.
"Ma," panggil Lionel semabari memberi kode pada Mamanya bahwa dirinya tak suka Mamanya mempersilahkan Moza untuk duduk bersama mereka.
"Hust," sahut Mama Farah lirih.
Moza terus melirik Mama Farah dan Lionel.
"Serius sekali muka kalian," ucap Moza sembari terkikih.
"Tak usah basa-basi, cepat katakan apa maksud mu datang ke sini?" tanya Lionel dengan nada ketus.
"Santai sayang," sahut Moza dengan begitu tenang.
"Biasanya juga aku tiap hari kesini kau tak pernah tanya sekasar itu," sambung Moza masih terus tersenyum tanpa sebab.
Lionel terdiam menahan kekesalannya.
"Bukannya dia tadi di rumah sakit, kenapa tiba-tiba dia sudah ada di sini. Aku jadi malah curiga kalau dia ada sangkut pautnya sama paket bom barusan," ucap Lionel dalam hatinya sembari terus menatap tajam mantan kekasihnya itu.
Kini Lionel mulai sibuk dengan ponsel nya, ia mengirim nomor tak di kenal yang menelfon nya tadi ke Raymond.
"Ini nomor siapa," tulis pesan Lionel.
Kini Moza mulai memberi tahu niat kedatangannya sore hari ini.
"Sebelumnya saya minta maaf atas kegaduhan hari ini Tante," ucap Moza sembari menatap Mama Farah.
"Saya tak menyangka kalau media sampai tahu akan masalah ini, saya inginnya dari awal hanya saya dan Lio yang tahu masalah kita ini," ucap Moza kembali.
"Tunggu tunggu," sahut Mama Farah yang merasa risih dengan kalimat akhir Moza, yang seolah membenarkan pemberitaan di media.
"Maksud mu?" tanya Mama Farah terhenti dengan nafas yang mulai tak beraturan.
"Iya Tan, kita sudah melakukan sebuah kesalahan dan sekarang saya mengandung anaknya Lio," jawab Moza dengan santainya.
"Hey jangan sembarang bicara kau ya," sahut Lionel mulai geram dengan ucapan bohong Moza.
"Fitnah Ma, itu fitnah," ucap Lionel langsung menatap Mamanya.
Kedua mata Mama Farah mulai berkaca-kaca.
"Mama tak tahu harus percaya yang mana," ucap Mama Farah dengan raut muka kebingungan.
"Masa Mama tak percaya sama anak sendiri sih Ma?" tanya Lionel sembari mengerutkan keningnya.
"Bukti sudah ada, terus apa lagi yang membuat Mama masih tak percaya?" tanya Lionel kembali.
Mama Farah terdiam.
"Percaya sama saya Tan, bukti itu cuma editan. Lio mau kabur dari tanggung jawabnya dengan di bantu teman-temannya," ucap Moza sembari terus menatap Mama Farah.
"Jangan ucapan mu," bentak Lionel dengan sangat keras, hingga membuat Moza terjingkat terkejut bercampur takut.
"Kau tak tahu sedang berurusan dengan siapa?" tanya Lionel dengan kedua mata yang mulai memerah, seperti orang yang tengah kesetanan.
"Lio, jangan berbicara kasar sama perempuan. Mama tak pernah mengajarkan mu seperti itu," ucap Mama Farah dengan tegas.
"Kalau saja tak ada Mama di sini, sudah ku bunuh kau," ucap Lionel dalam hatinya, ia geram sekali dengan fitnahan Moza.
"Sudah biasa saya Tan menghadapi amukan Lio, terlebih saat dia tahu saya hamil anaknya," ucap Moza sembari tersenyum tipis.
"Apa kau bersedia membuktikan kalau anak yang kamu kandung itu anak Lio?" tanya Mama Farah yang belum bisa percaya begitu saja dengan Moza.
Seketika tubuh Moza langsung dingin, ia tak menyangka kalau Mama Farah akan meminta bukti darinya sementara dirinya sama sekali tak punya bahan untuk di jadikan bukti palsu.
"Saya bersedia," jawab Moza berusaha tenang.
"Baik, saya kasih kamu waktu 3 hari. Dalam 3 hari kau harus kasih bukti ke saya kalau benar anak yang kau kandung itu anak Lio, saya pastikan kalian berdua menikah secepatnya. Tapi kalau ternyata bukan, kau akan ku tuntut atas kasus pencemaran nama baik," ucap Mama Farah dengan nada serius.
"Baik, saya akan bawa bukti secepatnya," sahut Moza.
Moza mulai beranjak dari duduknya.
"Saya rasa cukup bincang-bincang kita sore ini, saya pamit," ucap Moza masih dengan senyumannya, kini ia berjalan menuju keluar.
"Awas saja kau," ucap Lionel dalam hatinya.
Kini berganti Lionel yang pergi dari ruang tengah itu.
"Bisa sesantai itu dia aku mintai bukti, apa jangan-jangan memang benar kalau anak yang di kandungnya itu anak Lio," ucap Mama Farah dalam hatinya mulai bertanya-tanya.
*****
Sore hari itu Tasya kembali ke rumah dengan Bibi, mereka tengah bermain di taman dan tiba-tiba Lionel menghampiri mereka.
"Aden," ucap Bibi.
"Aden mau saya buatkan teh atau kopi?" tanya Bibi.
"Teh saja Bi," jawab Lionel sembari mulai duduk di kursi yang ada di taman depan rumahnya itu.
Lionel di sana hanya terdiam sembari memandangi Tasya yang lari kesana-kemari, tak lama Tasya mulai menghampiri Lionel yang hanya duduk diam itu.
"Om," panggil Tasya.
"Iya," sahut Lio mulai menatap bocah menggemaskan itu.
"Om lagi sedih?" tanya Tasya yang bisa menebak raut muka masam Lionel.
Lionel langsung tersenyum.
"Bisa tahu perasaan orang dia," ucap Lionel dalam hatinya.
"Iya, sedikit," jawab Lionel masih dengan senyumannya.
Kini Tasya mulai duduk di sebelah Lionel.
"Tasya dulu pernah di tinggal Papanya Tasya naik motor dari malam sampai pagi, pas Tasya tanya ke Mama katanya Papa lagi sedih butuh waktu sendiri terus besok paginya Papa nya Tasya balik lagi Om tambah ceria malah," ucap Tasya.
Lionel terus menatap Tasya.
"Jadi maksud Tasya, Tasya suruh Om Lio naik motor kaya Papanya Tasya dulu?" tanya Lionel sembari menaikkan sebelah alisnya.
"Iya Om, biar sedihnya hilang," jawab Tasya sembari tersenyum lebar.
Lionel mulai mengusap-usap rambut Tasya.
"Anak ini pintar sekali, baru umur segini sudah tahu perasaan orang sejauh ini. Ya walaupun itu hanya dari apa yang ia dengar dan lihat tapi itu cukup buat hiburan ku sore ini," ucap Lionel dalam hatinya.
"Habis ini Om mau pakai caranya Tasya," ucap Lionel.
"Naik motor Om?" tanya Tasya dengan semangatnya.
Semangat Tasya kali ini membuat Lionel curiga.
"Iya, kan tadi Tasya bilang begitu," jawab Lionel.
"Ikut Tasya ikut," ucap Tasya langsung merengek.
"Tuh kan," gumam Lionel lirih.
"Lihat nanti ya, Om kan belum cek motornya," sahut Lionel.
"Pokoknya Tasya ikut," rengek Tasya.
"Ikut kemana?" tanya Ayumi yang tiba-tiba sudah berada di hadapan mereka.
Tasya dan Lionel mulai melirik ke arah Ayumi.
"Om Lio mau naik motor Tante," jawab Tasya.
Ayumi mulai menatap Lionel, terlihat jelas di mata Lionel dia tak mau Tasya ikut dengannya.
"Apa iya pak Lio mau naik motor, untuk apa juga kan dia punya mobil banyak. Apa mungkin dia bosan naik mobil terus ya," ucap Ayumi dalam hatinya mulai bertanya-tanya.