Chereads / Aimer Un Avocat / Chapter 4 - Aimer| 04

Chapter 4 - Aimer| 04

Instagram: Yezta Aurora

Facebook: Yezta Aurora

Twitter: Yezta Aurora

--

Flashback on

Semakin malam menjemput pesta semakin meriah. Suasana riuh membuat gadis pemilik mata biru laut menggeliat diantara himpitan yang penuh sesak.

"Nicolette kau mau kemana?" Lea berteriak diantara suara dentuman musik yang tak digubris olehnya. Nicolette terus melangkah keluar menuju balkon, mengambil nafas dalam coba menghirup udara segar.

Tanpa dapat ditahan lagi langsung mengumpat kesal pada Lea. Lea bilang bahwa pesta yang diadakan ini adalah khusus untuk orang-orang berdarah biru makanya dia memutuskan untuk ikut. Nicolette berfikir bahwa pesta orang-orang berdarah biru akan sangat elegan dan mewah tapi ini apa? Didalam sana penuh sesak, bau alkhohol dan juga rokok menyeruak dimana - mana.

Tatapan manik biru kembali terpaku pada ruang pesta. Wanita dengan pakaian kurang bahan menari seksi dipelukan seorang pria dan hal tersebut tentu membuatnya semakin muak. Nicolette berfikir bahwa pesta ini sengaja Lea adakan tanpa sepetahuan orang tuanya mengingat pestanya begitu liar.

Setelah lama berfikir, Nicolette memutuskan meninggalkan acara tersebut tanpa memberitahu Lea lebih dulu. Langkah kaki tergesa menuju pintu keluar.

"Nona mau kemana?" Salah seorang yang berjaga diluar pintu bertanya.

"Kau tidak lihat aku akan pulang, hah!" Sembari melayangkan tatapan tajam.

"Belum ada mobil yang datang menjemput Nona, jadi sebaiknya Nona tunggu saja didalam."

Nicolette kembali melemparkan tatapan bengis, dia benar-benar muak dibuatnya. "Aku tidak perlu mobil jemputan!" Lalu berlari keluar gerbang.

"Nona, tunggu!" Akan tetapi tubuh Nicolette sudah menghilang dibalik pintu pagar. Sang penjaga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir dengan pola pikir anak jaman sekarang. Susah diatur dan terlalu berani mendekati bahaya.

Sudut mata Nicolette melirik ke segala arah dan seketika tubuhnya menggigil karena suasana sepanjang jalan yang dilewati sangat sepi. Melirik ke pergelangan tangan dan alangkah terkejutnya ketika arah jarum jam mengarah pada angka 01. Barulah Nicolette menyadari kenapa sang penjaga tadi begitu kekeh menghalanginya untuk pergi.

Langkah kakinya semakin pelan karena dia tidak begitu hafal dengan sepanjang jalan yang dilaluinya ini. Ingin berteduh juga tidak ada ruko, yang ada hanya deretan rumah mewah dengan pagar menjulang tinggi.

Akhirnya memutuskan berhenti pada sebuah bangunan ketika dirasa telapak kakinya lecet akibat hill tinggi yang membelit kaki jenjangnya. Diluar tampak gelap karena pencahayaan minim sehingga kalau pun bersembunyi pasti tidak akan ada yang berhasil mengenalinya.

Baru beberapa menit bisa mengistirahatkan kakinya tiba – tiba sebuah sorot lampu mobil membuat matanya silau. Seorang pria keluar dari mobil dan menghampirinya. "Apa yang kau lakukan disini?" Seketika bau alkohol langsung menyeruak penciuman Nicolette.

Siapa pria ini? Apa aku mengenalnya? Pikir Nicolette karena tidak bisa melihat wajah pria dibalik topeng tersebut.

Oh iya, aku kan juga masih memakai topeng. Lalu siapa pria ini? Mustahil dia bisa mengenali wajahku. Pikir Nicolette.

Melalui ekor matanya, Nicolette yakin bahwa pria ini mengamati wajahnya dengan begitu intens. Tangan kekarnya terulur hendak melepas topeng di wajah Nicolette, namun buru-buru Nicolette tepis tangan kekar tersebut dengan senyum sinis menghiasi bibirnya.

"Jangan kurang ajar Tuan jika tidak ingin aku menghajarmu sampai babak belur."

Pria tersebut tersenyum menyeringai. "Bagaimana bisa kau menghajarku sementara kakimu saja terluka." Nicolette baru menyadari bahwa kakinya terluka bahkan untuk sekedar berdiri saja terasa sangat menyakitkan.

"Bagaimana, huh? Masih mau menghajar?" Bukan Nicolette kalau tidak bisa mendebat perdebatan kecil seperti itu dan hal itu tentu saja membuat sang pria semakin geram. Ia yang pandai mendebat, nyatanya bisa dikalahkan dengan mudah. Bibir seksi Nicolette bisa dengan mudah mematahkan semua argument nya.

Sampai pada akhirnya habis sudah kesabaran yang coba ditahannya sedari tadi sehingga tanpa persetujuan langsung menggendong tubuh Nicolette masuk ke dalam mobil kemudian melajukannya dengan kecepatan tinggi. Semakin Nicolette berontak cekalan dipergelangan tangannya semakin erat hingga rasanya nyaris putus.

"Dimana rumahmu?" Suara bariton dia memecah keheningan.

Seringaian licik memenuhi bibir seksi Nicolette. "Antarkan aku pada keluarga Hamberson."

Lelaki itu tampak memutar sudut matanya, sejenak dia berfikir. Siapa dan dimana rumah Hamberson? Kemudian melirik Nicolette sekilas sebelum menatapnya tajam.

"Dimana rumahmu Nona? Cepat katakan! Jangan bermain-main denganku dilarut malam seperti ini, atau ... " Sang lelaki sengaja menjeda ucapannya dengan menatap intens ke dalam manik biru laut.

"Kau lebih suka ku bawa ke hotel. Begitu, hum?" Seketika bulu roma Nicolette meremang mendengar ancaman yang baru saja menggelitik pendengaran.

"Cepat katakan!" Ucapnya sekali lagi. Nicolette tampak melihat ke sekeliling jalan dan tanpa sengaja menemukan sebuah gang kecil yang mengarah pada tempat tinggalnya. Kelegaan terpatri jelas menghiasi bibirnya sebelum berkata. "Disana rumahku." Jarinya menunjuk pada arah gang kecil.

"Thanks, Mr ... Sudah mengantarkanku." Dan ketika hendak membuka pintu mobil sebuah tangan kekar menghentikannya. Mengunci Nicolette diantara kedua lengan kekar. Dan yang terjadi sedetik kemudian, ada daging kenyal menyapu lembut sepanjang bibirnya. Menyadari lelaki tersebut telah mencuri ciuman pertamanya, Nicolette segera memberontak semampunya.

Karena terlalu hanyut dalam ciuman membuat lelaki tersebut terlena dan tak memedulikan protes Nicolette. Tak ada pilihan lain akhirnya Nicolette menggigit bibir kokoh tersebut sampai berdarah, membuat sang pemilik mengaduh kesakitan. Dan kesempatan ini dipakai Nicolette dengan mendorong tubuh kekar tersebut kemudian berlari meninggalkannya.

Sementara sang lelaki mengusap bibirnya sendiri dengan kasar sebelum berkata. "Misterius girl."

Laki-laki tersebut adalah Jose Martin, dia tampak merutuki dirinya sendiri karena belum tahu nama gadis itu. Dan tanpa dia sadari ciuman yang baru saja didapatnya barusan adalah ciuman pertama Nicolette.

Sejak pertemuan malam itu Jose selalu berusaha mencarinya kembali akan tetapi tak pernah bertemu karena setelah kepulangan Nicolette ke rumah, bibi Jane beserta Cerelhia sudah berkemas. Sorot mata bibi Jane berubah nanar seperti habis menangis lalu memeluk erat tubuh Nicolette.

"Ada apa bibi? Kenapa bibi Jane menangis?" Nicolette mulai terlihat panik karena bibinya tak juga mau mengatakan sepatah kata pun. Kemudian beralih menatap saudara sepupunya meminta penjelasan akan tetapi Cerelhia juga memilih untuk bungkam.

"Ada apa sebenarnya, katakan!" Mengguncang tubuh Jane. Sorot mata Jane kembali menatapnya nanar, airmata sudah lolos begitu saja melewati pipi tanpa bisa dihentikan.

"Ada ini bibi? Cerel?" Menuntut penjelasan dari Cerelhia.

"Ibu mu, Letta ... " Jeda sejenak. Bibirnya terasa kelu untuk kembali berucap.

"Ibu kenapa?"

Mendapati Jane masih bungkam. Nicolette lantas mengguncang – guncang tubuhnya.

"Ibu mu mengalami kecelakaan pesawat sepulang dari sini. Dan keluarga Martin tempat ibu mu bekerja menuntut kita menggantikannya sebagai ganti atas hutang – hutang ibu mu pada keluarga itu."

Seketika Dunia Nicolette seperti berhenti, tatapan matanya menggelap dan sedetik kemudian dia tak sadarkan diri.

Flashback off

--

Thanks

Yezta Aurora