Chereads / Aimer Un Avocat / Chapter 10 - Aimer| 10

Chapter 10 - Aimer| 10

Instagram: Yezta Aurora

Facebook: Yezta Aurora

Twitter: Yezta Aurora

--

1 minggu telah berlalu maka selama itu pula Jose sengaja membiarkan Nicolette untuk berfikir meskipun sudah secara terang – terangan menolak kerjasama yang Jose tawarkan.

Tak sekali pun patah harapan, tekat Jose untuk memiliki sangat kuat. Ia yakin Nicolette tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi mengingat biaya hidup di Negara ini sangat mahal. Jadi kalau tidak bekerja keras maka tidak akan bisa bertahan hidup.

Kau akan segera datang menemuiku Nicolette, batin Jose dengan senyum mengembang menghiasi bibir.

Axell yang mengetahui pemecatan secara sepihak merasa sangat marah. Hanya saja dia sama sekali tidak tahu bahwa dalang dibalik semua kejadian ini adalah kakaknya sendiri, Jose Martin.

Entahlah apa yang akan terjadi kalau Axell sampai tahu bahwa Jose lah penyebab dari semua kekacauan ini. Ingin rasanya merengkuh Nicolette ke dalam pelukan, menghapus airmata, menghapus setiap kesedihan namun apalah daya sampai saat ini Axell tidak berani mendekat apalagi sampai menemui Nicolette.

Yang dilakukannya hanyalah memantau Nicolette dari kejauhan karena ancaman Martin. Sejauh mengenal ayahnya yang super kejam membuat nyali Axell menciut. Terlebih tidak ingin melihat Nicolette terseret kembali ke dalam bahaya.

Segera meraih ponsel menghubungi beberapa koleganya untuk meminta Nicolette bekerja disalah satu kantor mereka, hanya saja Nicolette terlalu pintar, dia bisa mencium aroma campur tangan Axell. Sehingga dengan tegas langsung menolak tawaran dari beberapa perusahaan ternama tersebut.

"Kalau kau tidak bekerja dari mana kau bisa makan dan bayar sewa apartement Letta?" Celoteh Cerelhia.

"Aku pasti akan segera dapatkan pekerjaan."

Cerelhia mencibir keangkuhan saudaranya ini. "Gengsimu tidak akan bisa membayar semuanya Letta. Lebih baik kau terima saja bantuan dari Axell dari pada jadi gelandangan. Toh aku yakin pasti si Martin juga tidak akan tahu kan? Perusahaan itu bukan milik Martin tapi milik kolega Axell."

Melemparkan tatapan tajam penuh peringatan. "Lebih baik aku jadi gelandangan dari pada harus hutang budi pada Axell."

Memang tidak ada salahnya kalau Letta sangat membenci Axell dan keluarganya. Kalau aku yang diposisinya pasti aku juga merasa sangat direndahkan. Mungkin itu juga yang dirasakan Letta, batin Cerelhia sambil menepuk pelan pundaknya.

"Gimana kalau kerja ditempat kerjaku saja? Oh ya bukankah kau masih terikat kontrak dengan resto tempat mu bekerja? Yah meskipun hanya sebagai karyawan casual tapi paling tidak bisa membantu lah."

"Aku juga sudah dipecat dari sana secara sepihak Cerel." Sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dengan mata terpejam.

Dua minggu telah berlalu dan Nicolette belum juga mendapatkan pekerjaan. Puluhan surat lamaran sudah tersebar akan tetapi tak ada satu pun yang memanggilnya untuk sekedar interview.

Ponselnya terus saja berdering ketika Nicolette sedang berada di dapur. Cerelhia yang saat itu masih tidur merasa sangat terganggu.

Kemana sih tu anak? Berisik ah! Berdering mulu dari tadi. Lalu dengan enggan melirik ke arah ponsel yang tergeletak tak jauh darinya.

"Halo." Jawab Cerelhia dengan suara khas bangun tidur.

"Selamat pagi Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson. Bisakah hari ini Anda datang ke kantor kami pukul 11.00 wib."

"Okay." Setelah itu kembali menenggelamkan kepalanya ke bantal akan tetapi segera beranjak berdiri, seketika kesadarannya pulih.

Oh iya aku lupa menanyakan alamat dan nama perusahaannya. Bagaimana ini? Tapi bodo amat ah, biar Letta saja yang menghubungi. Salah sendiri pergi tak bawa ponsel.

Setelah itu bergegas keluar kamar mencari sosok Nicolette. "Disini kau rupanya."

"Ada perlu apa mencariku? Tumben sekali jam segini sudah bangun? Biasanya siang bolong juga baru keluar kamar."

"Ponselmu mu berisik sekali, ini!" Menyerahkan ponsel ke tangan Nicolette.

"Oh iya coba kau hubungi lagi nomor panggilan masuk terakhir karena tadi dia memintamu datang ke kantornya jam 11.00 tapi aku lupa menanyakan alamat dan juga nama perusahaannya apa?" Sambil nyengir tanpa dosa.

"Untuk ku ya Let." Diraihnya green tea latte yang tergeletak di atas meja sambil berlalu ke kamar.

Ish dasar menyebalkan. Gerutu Nicolette.

Ingin rasanya menumpahkan kekesalannya ini pada Cerelhia namun semua itu akan percuma, saudara sepupunya itu tak akan pernah menggubris kemarahannya.

Setelah menghubungi kembali, akhirnya Nicolette mendapatkan nama perusahaan penerbit tersebut lengkap dengan alamatnya. Tak ingin membuang-buang waktu, segera menyelesaikan membuat spaghetti lalu menyantapnya tak lupa menyisakan untuk Cerelhia.

Saat ini Nicolette sudah berada didalam lift, jemarinya menekan angka 09 sehingga lift terus membawanya naik sampai pada lantai tersebut. Ketika pintu lift terbuka terlihat seorang wanita cantik dengan balutan kemeja dan rok mini langsung menyambutnya dengan senyum ramah.

"Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson?" Tanyanya.

Nicolette mengangguk.

"Mari saya antar, Anda sudah ditunggu."

Nicolette mengekori langkah kaki wanita tersebut yang membawanya pada sebuah ruangan yang berbeda dengan ruangan lain. Ruangan ini sangat besar dan juga maskulin berbeda dengan ruangan – ruangan lainnya.

Jantungnya seakan tercekat ketika ditinggalkan sendirian didalam ruangan super besar tersebut. Dan debaran kian menjadi - jadi ketika terdengar langkah kaki mendekat, Nicolette pun langsung menoleh ke arah sumber suara. Seorang lelaki tampan dengan wajah tegas tersenyum ke arahnya, kemudian memberi kode pada Nicolette untuk kembali duduk.

"Silahkan duduk, maaf membuat Anda menunggu."

"Orlando Nelson Amstrick. Anda bisa panggil saya Nelson." Sambil mengulurkan tangan yang langsung disambut hangat. Tatapan Nelson sulit diartikan, yang jelas ia menatap wajah Nicolette secara intens.

Nicolette balas tersenyum. " Nicolette Phoulensy Hamberson dan Tuan bisa panggil saya-"

" Nicolette kan?" Potong Nelson.

Mengulas senyum. "Cukup panggil Letta saja, Tuan."

"Tunggu – tunggu siapa nama lengkap kamu tadi?"

"Nicolette Phoulensy Hamberson."

"Berarti kamu berasal dari keluarga Phoulensy? Pantas saja wajah kamu sangat cantik seperti Barbie."

"Anda salah Tuan, saya tidak berasal dari keluarga Phoulenshy." Sembari mengulas senyum.

Tapi kenapa wajah dan juga body gadis ini ada kemiripan dengan keturunan – keturunan Phoulensy yang lain? Seperti halnya Nicki mendiang istri ku.

Tanpa Nicolette sadari bahwa sebenarnya dia ini memang keturunan Phoulensy. Semenjak mengejar cinta tanpa restu keluarga, ibu Nicolette dibuang dari keluarga karena berani menentang keputusan mutlak sang ayah.

"Okay Letta kita langsung mulai ke intinya saja ya. Saya sangat suka dengan karya-karya kamu. Dan juga referensi dari tempat kerja kamu sebelumnya juga sangat bagus tapi sayang sekali ... " Sengaja menjeda kalimat. Nelson menelisik ke dalam manik biru laut yang menyiratkan kebingungan.

"Saya sedang tidak membutuhkan seorang editor."

Kening Nicolette berkerut dengan tatapan mata menyipit.

Lalu buat apa dia memanggilku kemari. Buang-buang waktuku saja. Kesal Nicolette.

Nelson sengaja menggoda Nicolette dan membiarkan pemilik wajah Barbie yang duduk didepannya ini diselimuti raut kecewa.

Kau tidak tahu Letta kalau wajah mu ini mengingatkanku pada Nicki, mendiang istriku.

Deheman Nelson berhasil mencuri perhatian Nicolette sehingga kembali beradu tatap.

"Saya ada tawaran menarik untukmu dan kalau kau setuju saya akan segera buatkan kontraknya hari ini juga. Bagaimana?" Sambil menelisik wajah cantik Nicolette.

"Tawa-ran?"

"Hm bisakah kamu jadi penulis pribadi saya dan akan saya beli semua hasil karya kamu nantinya Letta dan ... Selain itu kamu juga mendapatkan gaji bulanan, bonus, royalty, tapi ingat disini hanya saya yang boleh menentukan tema buku apa saja yang harus kamu tulis."

"Maksud Tuan?" Semakin dibuat tak mengerti dengan penjelasan Nelson yang berbelit – belit.

Seketika Nelson pun tampak ragu untuk menjelaskan. "Eeemm mungkin ini terkesan sama sekali tidak profesional akan tetapi-" Jeda sejenak karena Nelson bingung bagaimana cara menjelaskan.

"Kau tidak boleh mencamtumkan lagi nama Aimer pada novel atau buku yang kamu buat."

Manik seindah lautan biru langsung membeliak. "Tuan ingin membeli karya saya akan tetapi menghilangkan jejak siapa pemilik karya itu sendiri. Maaf Tuan saya tidak bisa menerima tawaran Anda." Nicolette langsung beranjak berdiri dengan wajah penuh amarah.

Meskipun dalam posisi terdesak dan butuh uang akan tetapi akal sehat Nicolette masih waras. Mana ada penulis yang mau menciptakan sebuah karya tapi semua orang tak boleh mengenalnya sebagai penulis asli dari buku itu sendiri. Ini namanya otoriter, membunuh penulis secara perlahan.

Melihat raut kecewa dan juga kilatan emosi seketika Nelson langsung ambil tindakan sehingga meminta Nicolette untuk kembali duduk.

Menghembuskan nafas berat dengan tatapan tak lepas dari Nicolette. "Baiklah kau tetap bisa memakai nama Aimer tapi tolong tambahkan nama Amstrick dibelakangnya. Bisa?"

Menyadari beribu pertanyaan menyelimuti sorot mata Nicolette, Nelson segera memberi penjelasan. Pada acara bedah buku nanti tetap Nicolette yang akan menghadiri dan bisa dipastikan bahwa Nicolette lah pemilik sah dari karya tersebut, papar Nelson.

"Apa kamu masih merasa keberatan Letta?"

"Kenapa harus menyertakan nama Amstrick? Bukan kah itu nama belakang Anda, Tuan?"

Tanpa menjawab hanya menghujani Nicolette dengan tatapan dingin. "Kamu tinggal jawab saja! Setuju atau tidak!"

Bagaimana ini? Kalau aku menolak maka aku akan kehilangan kesempatan ini. Gaji, bonus, royalti yang Nelson tawarkan ini juga sangat menggiurkan. Dengan beberapa bulan bekerja maka aku bisa melunasi hutang – hutang mending ibu dan segera mengeluarkan bibi Jane dari mansion lelaki tua kejam itu.

"Bagaimana Letta?" Jujur saja Nicolette sama sekali tak mengerti kenapa harus menyertakan nama Amstrick mengingat nama tersebut adalah nama belakang Nelson.

Apa sebegitu inginnya Nelson menjadi seorang penulis? pikir Nicolette.

Aku tahu kamu pasti bertanya-tanya kenapa harus menyertakan nama Amstrick. Kamu tidak tahu Letta seberapa penting Nicki bagiku dan keinginannya yang belum terwujud untuk menerbitkan sebuah buku yang mengangkat tema tentang kanker rahim.

"Letta, jadi bagaimana?" Tanyanya lagi.

Mendapati Nicolette masih bungkam seketika wajah Nelson diselimuti kesedihan. Nicolette yang melihatnya semakin dibuat bertanya-tanya. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang menggerogoti pikirannya akan tetapi Nicolette berusaha mengabaikan itu semua sehingga kontrak kerja pun dibuat dan sudah ditanda tangani kedua belah pihak. Senyum mengembang tampak menghiasi bibir Nelson saat itu juga.

Impianmu akan segera terwujud sayang. Lalu ekor matanya melirik ke arah jarum jam.

"Sudah waktunya makan siang Letta. Kita akan bicara lagi nanti. Ayo!"

Akan tetapi dengan halus Nicolette langsung menolak karena tidak ingin di cap murahan dengan memanfaatkan kesempatan untuk bersama atasannya. Nelson seketika mengulum senyum kecewa tatkala ada seorang wanita yang jelas-jelas adalah bawahannya dengan tegas menolak ajakannya.

"Kita makan siang sekalian membicarakan urusan pekerjaan, hanya pekerjaan. Tidak akan ada hal lain Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson!"

Akhirnya Nicolette mengangguk pasrah.

--

Thanks

Yezta Aurora