Elan sengaja tak menjawab pertanyaan Seina, ia langsung meluncurkan motornya.
'Tentulah bawa helm dua karena tadi pagi abis ngejmput Elina, bodoh sekali pikiran kamu ini. Gitu aja gak tahu' pekik Seina dalam hati.
Tanpa sepengatahuan mereka, Vino mengikuti mereka dari belakang.
Sesampailah Elan dan Seina berada di depan kostan Seina.
"Makasih Lan" pekik Seina dengan datar.
Elan tersenyum, "Sama-sama Sey. Oya Sey, jangan lupa makan ya?" ucap Elan.
Seina mengangguk.
Seina hampir masuk ke dalam gerbang kostannya, "Sey" ucap Elan.
"Ya."
"Jaga diri baik-baik" pekik Elan.
Seina mengangguk lagi.
Gerbang sudah Seina tutup, tetapi Elan tetap saja memanggil nama Seina.
"Sey" seru Elan dengan suara yang cukup tinggi.
Seina kembali kembuka gerbangnya.
"Ada apa Lan?" ucapnya dengan cemberut.
"Aku... Aku pulang dulu" pekik Elan.
"Iya Elan hati-hati" ucap Seina.
Saat Seina menutup kembali gerbangnya, suara memanggil nama Seina terulang lagi.
"Sey" pekik suara dari luar gerbang.
Seina kembali membuka gerbang dengan kencang dan penuh emosi. Sudah berulang kali Elan begitu dan tak lelahnya menjahili Seina.
"Ada apa lagi sih Lan!" bentak Seina dengan membuka pintu gerbang.
"Elan?" ucap Vino yang sudah berada di depoan gerbang kostan Seina.
Seina melongo tiba-tiba Vino sudah berada di depan kostannya, sedangkan tak ada sama sekali Elan disitu.
"Elan?" ucap lagi Vino dengan heran.
"Kamu.... Kamu kenapa ada disini Vin?" Seina terbata-bata menjawab pertanyaan Vino.
"Aku hanya memastikan kamu pulang dengan selamat" pekik Vino.
"Ohh...." Seina sungguh tak enak hati pada Vino.
"Aku pulang dulu" pekik Vino langsung mengemudikan sepeda motornya.
"Hati-hati"ucap Seina pelan, Vino tak mendengarnya karena ia sudah lebih dulu pergi.
**
Seina mendapat pesan dari kakak laki-lakinya yang berada di kampung halaman, 'Dek.... Ayah lagi sakit.'
Seina merupakan anak ke dari keluarganya, hati Seina berkecumuk dan sedih. Ia memutuskan untuk pulang kampung halamannya dan menemui sang ayahya. Meskipun ada kakanya yang merawatnya, namun sang ayah menginginkan bertemu dengan putrinya itu. Seina tak memberi tahu siapapun jika ia akan pulang kampung untuk sementara wkatu, Seina hanya menghubungi wali kelasnya saja. Untung saja wali kelasnya mengerti dan mengijinkan Seina untuk tidak berangkat sekolah hingga 3 hari.
Jika dulu Seina selalu memberi kabar pada Elina, dan Elina mengantarnya sampai ke stasium. Kini semuanya sudah berubah, Seina tak lagi mengabari Elina.
**
Harum aroma pagi dan gelap masih merekat pada sanubari, Seina bergegas menuju stasiun dengan menggunakan sepeda motornya yang sudah ia perbaiki sebelumnya.
Seina terus memikirkan ayahnya, Seina berfikir untuk pindah sekolah, tetapi ia berfikir lagi, di sekolah yang sekarang sudah banyak biaya yang dikeluarkan oleh orangtuanya dan tak mudah memasuki sekolah favorit seperti dirinya, orangtuanya selalu membanggakan dirinya karena anaknya diterima di sekolah yang sekarang Seina jajaki. Tak ingin mengecewakan kepercayaan ayahnya, Seina memilih untuk melanjutkan sekolahnya dan tak ingin pindah.
**
Bu Fina yang merupakan wali kelas Seina dan saat itu masih pelajaran bu Fina, mengumumkan pergeseran siswanya untuk bergilir dalam tempat duduk.
Vino menanyakan mengenai Seina yang belum masuk sekolah, Vino sudah beberapa kali menghubungi Seina, namun Vino tak mendapat jawaban tentang Seina, sehingga Vino mengkonfirmasi tentang Seina dengan wali kelasnya.
"Bu Fina. Seina kemana?" ucap Vino.
Siswa yang lainnya melirik Vino, mereka saling berbisik. Padahal Vino merupakan teman terdekatnya Seina, namun Vino tak mengetahui keberadan Seina. Sejak pagi Vino datang ke kostan Seina untuk menjemputnya, pengakuan dari penghuni kostan yang sama dengan Seina mengatakan tak melihatnya sejak pagi.
"Ayahnya sedang sakit, jadi Seina ijin untuk pulang kampung" pekik bu Fina.
Vino terkejut dan menanyakan alamat rumah Seina yang berada di kampungnya, tetapi bu Fina tak memberikan alamatnya.
Vino bertaya pada Elina, "Na... Minta alamat rumah Seina" ucap Vino.
"Aku tak tahu" pekik Elina.
Elina sebenarnya tahu alamat rumah Seina, namun Elina tak ingin memberikan info itu untuknya. Hanya 3 orang yang mengetahui alamat rumah Seina yakni, Elina, Elan dan bu Fina. Elina tahu Vino sangat mengejar Seina dan mencoba mendekati Seina.
**
Elan datang ke kelas Elina dan mengajak Elina ke kantin untuk makan.
"Ayo Na kita makan" pekik Elan.
Vino tiba-tiba datang dan menyindir Elan, "Oh... Jadi Seina gak ada. Kamu berpaling lagi dengan Elina?" sentaknya dengan wajah kesal.
"Kenapa? Kamu marah?" ucap Elan.
"Kamu hanya mempermainkan Seina" pekik Vino.
Elan enteng menjawab pertanyaan Vino, "Kamu emang tahu Seina dimana sekarang?"
Vino tersentak dan kaget Elan yang berbeda kelas dengannya sampai tahu kabar tentang Seina.
"Kamu tahu dari Elina kan kalau hari ini Seina gak berangkat?" ucap Vino.
Elan tertawa kencang bak menyindir Vino yang tak tahu apa-apa, "Kalau kamu belum tahu apa-apa tentangnya. Berarti kamu belum lolos jadi orang spesialnya Seina" pekik Elan.
Vino tak mengerti apa ucapan dari Elan, Vino masih tercekik rasa keheranan.
"Kenapa? mau tanya aku kenapa bisa tahu?" ucap Elan.
Elan mengambil handpohnnya dan menunjukkan pesan dari Seina.
'Lan... Orangtuaku sakit, aku pulang dulu' terpampang jelas ketikan Seina hanya untuk Elan, terlihat juga Elan membalas untuk mengantarkan Seina ke stasiun, tetapi Seina menolak karena ia sudah berada di stasiun yang sudah dalam perjalanan.
Vino merasa kalah dan kesal Seina sama sekali tak menghubunginya, Seina tak memberitahunya. Dan Seina tak menginginkan Vino tahu.
**
Siang bolong panas terik matahari, Vino merasa sangat malas. Ia bahakan tak mengikuti pelajaran selanjutnya. Vino terdiam diri di atas atap sekolah yanga ada tempat berteduh, matanya menjadi sangat mengantuk. Ia rebahkan dirinya di kursi yang memang sudah tersedia disana. Kursi panjang untuk bersantai. Dulu atap menajdi favorit siswa lainnya, namun karena tangganya yang begitu banyak hingga membuat siswa malas untuk naik ke atap.
"Pemandangan dari sini, awannya terlihat indah. Andai saja kamu juga menyaksikannya dari sana Sey" pekik Vino.
Vino mencoba menghubungi Seina lagi, dan terhubung.
"Halo" pekik Seina dari seberang telepon.
"Sey! Akhirnya kamu ngangkat juga! Aku ngehubungin kamu berkali-kali" Vino iseng menghubungi Seina namun kali ini Seina mengangkat teleponnya.
"Iya Vin ada apa?"
Vino terdiam, rasanya ingin ia sangat marah, namun berbicara lewat televon tentulah sangat terbatas, sehingga ia tak ingin membuang waktunya dengan marah-marah tak jelas. Apalagi Vino sudah mendengar suara Seina yang tampak baik-baik saja.
"Bagaimana kabar ayahmu?" pekik Vino.
"Sudah membaik. Hanya maghnya kumat saja. Tetapi sekarang sudah baik-baik saja. Btw kamu tahu dari siapa? Kalau..." ucap Seina.
Vino menghembuskan nafasnya lega dan berkata saat Seina belum melanjutkan kalimatnya, "Sykurlah. Aku sangat khawatir."
Layaknya Vino tak ingin membahas ia tahu dari siapa tentang Seina. Begitupun Seina berfikir kalau Vino pasti sudah tahu dari wali kelasnya.
"Hah? Kamu mengkhawatirkan ayahku?" pekik Seina.
"Eh bukan... Bukan begitu, maksudku..."
Vino terdengar salah tingkah dalam ucapannya, Seina tertawa dan mengerti apa makasud Vino tanpa Vino jelaskan.
**Bersambung....
Terimakasih sudah mempir dan baca cerita ini, yuk klik coll dan review untuk meramaikan cerita ini.