Chereads / Bahaya / Chapter 13 - Janji Bertemu

Chapter 13 - Janji Bertemu

Helena tergelak alih-alih merasa terkejut seperti ekspresi Jessy. "Terus lo ambil nggak? Atau Kai selipin satu?"

"Ngapaiiiin? Kalau mau, gue sama Kai bisa beli sendiri--EH, HAHA NGGAK GITU, NGGAK GITU!!!"

Helena tertawa lagi.

"Jangan ketawa. Gue masih syok." Jessy memegang dadanya. "Lo jangan dekat-dekat dia lagi deh. Dia tuh--"

Helena membuka notes-nya, menunjukkan apa yag ditulisnya tentang Galaksi. Galaksi's profile. "Gue cuma butuh dia buat riset tipis-tipis doang."

Jessy melongo sesaat.

"Nggak usah khawatir, gue tahu kok apa yang lagi gue hadapi."

"Ya, tapi kenapa harus Galaksi, sih?"

"Karena kata lo tadi, dia sebrengsek itu, kan? Gue nggak punya lagi bayangan lain selain dia untuk menggambarkan tokoh gue yang punya karakter se ... buruk itu."

"Helen ... jangan main api."

"Gue tahu kapan gue harus menyerahkan diri dan menarik diri, Jessy."

Jessy kembali memutar bola mata, terlihat gerah. "Seandainya dia mau--maksudnya, lo ingat dulu dia ... sama lo kayak gimana, kan?"

Helena mencomot ayam tempura milik Jessy. "Bagus dong. Kalau dia masih tertarik sama gue, semua bakalan lebih mudah."

Setelah itu, percakapan keduanya terhenti. Sosok Galaksi muncul bersama Kai. Wajar kalau Jesssy khawatir pada Kai tentang Galaksi sih, karena dua orang itu tidak terpisahkan banget. Mereka menghampiri meja yang tengah Jessy dan Helena duduki.

Galaksi duduk di samping Helena, menghadap Jessy yang kini duduk di sisi Kai.

"Udah selesai?" tanya Jessy pada Kai yang kini membuka tas punggungnya dan menaruhnya di ruang kosong di sisinya.

"Belum. Baru mau penutupan," jawab Kai.

"Oh, kok udah ke sini?" Jessy menatap Kai dan Galaksi bergantian.

Kai menggedikkan dagu ke arah Galaksi. "Tahu tuh, ngajak keluar buru-buru."

"Ngantuk," jawab Galaksi. Dia melipat satu tangan di meja dan menaruh keningnya di sana.

"Bilang aja takut disuruh perform pas sesi penutupan," celetuk Kai.

"Ya itu, justru itu." Galaksi mengangkat wajahnya sejenak sebelum kembali tenggelam dalam lipatan tangannya sendiri.

"Mau minum, Gal?" tanya Helena. "Aqua?"

Galaksi bangkit. "Boleh, boleh."

Helena menarik satu botol air mineral baru dari sisi meja, menyerahkannya pada Galaksi.

Namun, belum sempat Galaksi mengucapkan terima kasih. Dua orang mahasiswi datang menghampiri meja mereka. "Galaksi!" seru salah satu gadis dengan rambut yang diikat ekor kuda. "Bantuin penutupan dong." Mereka pasti salah satu panitia dari HIMA Fakultas Kesehatan Masyarakat.

"Yah, jangan deh. Yang lain aja, ya?" Galaksi tersenyum dengan penolakan yang terdengar sopan.

"Arjuna lagi ada kegiatan jadi sukarelawan di Lembang yang kena gempa itu. Please, Gal. Mau ya?" Gadis lain yang tambutnya dicepol rapi memberikan wajah memohon. "Lo tuh kayak ... penarik perhatian banget. Serius deh, lo berdiri doang juga di stage nggak apa-apa."

"Iya. Ayo dong, Gal. ya?"

Helena tanpa sadar memperhatikan adegan itu sejak tadi.

"Ngantuk, beneran deh. Semalam ngerjain tugas sampai pagi, terus langsung bantuin dekor aula." Galaksi kembali menolak, dengan nada suara yang lagi-lagi menurut Helena terlalu lembut untuk dikatakan sebagai sebuah penolakan.

"Yah, ada beberapa cewek yang nanyain lo juga tuh. Mereka ikutan seminar malah gara-gara lihat lo." Si rambut ekor kuda kembali bicara.

"Wah." Galaksi malah tergelak, tapi menoleh pada Helena setelahnya. "Tanya sama dia dong, nih. Boleh nggak?"

"Eh?" Si rambut cepol tampak kaget. "Pacarnya Galaksi? Duh, sori, sori. Maksudnya gue nggak gitu. Ng ... sori, ya?"

Helena mengibaskan tangan. "Nggak kok, santai."

Si rambut cepol kuda menimpali, "Ya udah deh. Sori ya, gue kira Galaksi belum ada pawangnya, jadi namanya bisa kita jual kayak biasa," ujarnya sebelum menarik temannya untuk pergi.

Dan setelah itu, terdengar kekehan pelan dari Kai, lalu tatapan tajam dari Jessy, dan Galaksi yang tampak terbebas seraya menenggak air mineralnya.

"Kok, pacar sih? Emangnya gue pacar lo?!" Helena menatap Galaksi sinis.

"Lho, ya jawabannya kan ada di lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?"

****

Helena Cellistine:

Gal, hari minggu ada acara nggak?

Galaksi Bimantara:

Kenapa?

Helena Cellistine:

Jalan, yuk?

Galaksi Bimantara:

Bentar.

Helena Cellistine:

Kalau ada acara, lain kali aja.

Galaksi Bimantara:

Nggak, kok. Kosong. Buat lo.

****

Helena sudah memutuskan untuk mengorbankan hari Minggunya demi kembali mendekati Galaksi. Dia harus menyelesaikan bab dua novelnya malam ini dan menyerahkannya kepada Lexi sebelum mendapatkannya kepada Lexi sebelum mendapatkan e-mail berisi tagihan. Jadi, tentang Galaksi, dia harus benar-benar menuntaskannya.

Helena harus mengetahui lebih banyak lagi tentang laki-laki itu, terutama tentang bagaimana dia memperlakukan perempuan-perempuan yang disukainya. Walaupun Helena tidak masuk menjadi salah satunya, tapi kenaikan hati Galaksi yang tidak pernah menolak apa un yang dia inginkan--atau perempuan mana pun, harus dia manfaatkan sebaik mungkin.

Semakin sering dia berinteraksi dan mengorek segala hal tentang Galaksi di awal, semakin cepat risetnya selesai. Sehingga ke depannya, dia bisa menuliskan bab demi bab tulisannya dengan tenang tanpa riset ini-itu, tanpa perlu berinteraksi dengan Galaksi lagi.

Dan hari Minggu ini, seingatnya mereka memiliki janji pukul empat sore, tapi sejak pagi Galaksi tidak memberi kabar apa-apa dan tidak bisa dihubungi.

Oh, ayolah Galaksi, jangan jadi nggak kooperatif gini.

Selain karena tidak ingin hari Minggu-nya terbuang sia-sia, Helena juga ingin memastikan bahwa Galaksi benar-benar ingat akan janjinya. Jadi, sekarang Helena sudah berdiri di depan apartemen laki-laki itu dengan outfit yang sudah siap sekali untuk diajak jalan.

Hoodie warna army, pleated skirt, senakers putih dan sling bag. Helena tengah menunggu respons si pemilik apartemen untuk membukakan pintu setelah menekan bel, satu tangannya menjinjing paper bag berisi sekotak puding cokelat yang telah dibuatnya sendiri sebelum berangkat.

Anggap saja ini ucapan terima kasih karena selama ini Galaksi sudah bersedia dijadikan bahan riset--walau dia tidak mengetahuinya.

Pintu apartemen terbuka, menampilkan sosok Galaksi yang terlihat baru bangun tidur. "Helen?" Matanya mengerjap lemah, lalu menoleh ke belakang, melihat jam dinding. "Jam tiga. Kita janjian jam empat, kan?"

Helena mengangguk. "Iya. Lo ingat?"

"Ingat."

"Gue pikir lupa, soalnya dari pagi lo nggak bisa dihubungin."

"Gue ngerjain proyek semalem, sampai subuh. Baru tidur. Eh, mau masuk dulu, kan?" Dia membuka pintu lebih lebar, memberi ruang pada Helena untuk masuk duluan, sehingga menjadi orang yang menutup pintu.

"Terus, lo nggak bangn-bangun gitu dari subuh?" tanya Helena setelah membuka sepatu, menyisakan kaus kaki pendek ketika melangkah masuk, tapi rasanya tidak perlu. Dia mengikuti langkah Galaksi yang kini menuju pantri.

Galaksi meraih gelas dan membawa air putih, meminumnya sampai tandas. Setelah itu, ponsel miliknya yang tergeletak di meja bar berbunyi nyaring. Dia menoleh. "Alarm," gumamnya. "Gue udah pasang alarm jam tiga sore karena ingat punya janji sama lo jam empat." Tangannya menggoyangkan ponsel.

*

*

*

To be continued . . .