Chereads / Bahaya / Chapter 16 - Menerka-nerka

Chapter 16 - Menerka-nerka

Helena menoleh, menatap Galaksi sinis. "Yakin lo nggak pernah duduk di sini sama cewek lain sebelumnya?"

Galaksi menggeleng. "Seinget gue ... nggak."

"Yakin?"

Kali ini Galaksi mengangguk. "Seandainya gue sengaja bawa cewek ke apartemen, ya ngapain juga cuma diajak duduk-duduk di ayunan gini, kan?"

Helena berjengit, tubuhnya sedikit menjauh.

"Nggak, Helen. Lo udah jauh-jauh datang ke sini, bawain gue makanan, jadi akan gue apresiasi kebaikan lo dengan melakukan hal menyenangkan versi lo. Di sini," ujarnya. "Sebelum lo menikmati bersenang-senang versi gue, mungkin."

Kali ini Helena tidak tahan lagi untuk tidak menonjok lengan laki-laki itu.

"Lho, kok marah? Kan, tadi lo sendiri yang tanya, bersenang-senang versi gue tuh kayak gimana? Jadi gue akan berbaik hati menjelaskannya dengan beberapa tindakan."

Heena hanya menatap Galaksi yang masih terkekeh. "Gue nggak ngerti deh, lo begini sama semua cewek, ya?"

"Lo berfikir kayak gitu?"

Helena mengangkat bahu.

"Lo bebas berpikir apa aja tentang gue. Sesuka lo aja," ujar Galaksi. Dua kakinya diangkat ke atas, duduk bersila, sehingga satu kakinya menindih kaki Helena karena tidak ada lagi ruang.

Helena sempat meliriknya, kemudian hanya mengabaikannya.

"Tapi ya, kadang gue juga penasaran." Satu tangannya menarik selimut, menyelimuti kakinya sendiri sehingga keduanya kini berada di dalam selimut yang sama, "apa yang selama ini lo pikirkan tentang gue?"

"Yang gue pikirin atau orang-orang pikirkan?" Helena mencoba meralat.

"Lo," ujar Galaksi. "Yang lo pikirkan."

Helena mengalihkan tatapannya, terlalu lama menatap wajah itu dari jarak dekat tanpa Galaksi yang biasanya memiliki tendensi untuk menggodanya itu agak aneh. "Gue hanya berpikir dari apa yang gue lihat selama ini dari diri lo."

"Berarti selama ini lo mikirin gue juga?"

Helena kembali menoleh, menatapnya malas. "Nggak juga, sori.

Galaksi malah tertawa. "Oke kalau gitu, sekarang gue yang nyuruh lo untuk berpikir," ujarnya. "Apa yang lo pikirkan tentang gue?"

Helena menggeleng.

"Nggak ada? Bohong," tuduhnya. Tubuhnya bergerak ke beakang, punggungnya bersandar pada bantal yang menghalangi bagian belakang ayunan rotan. "Helen, lo pernah bilang semua hal buruk tentang gue ke Jessy, dan gue tahu. Jadi lo nggak usah sungkan."

Helena mendengkus, saat itu Jessy terlalu menggebu untuk ikut-ikutan membenci Galaksi setelah tahu bagaimana cerita malam di Puncak, hubungan Galaksi dan Helena kemudian, dan bagaimana cara huubungan keduangan berakhir dengan tidak baik-baik saja.

"Lo tuh ... nggak jelas."

Galaksi mengangguk. "Oke."

"Suka mainin cewek."

"Oke." Ada kekehan lagi di ujung kalimatnya.

"Tukang gonta-ganti cewek."

"Oke. Di pikiran lo, seakan-akan hidup gue selalu disibukkan dengan cewek sampai gue kayaknya nggak pernah ngelakuin hal lain ya?"

"Nyakitin cewek."

"Oke, dan brengsek?" Galaksi mengulang ucapan Helena tentangnya dulu.

Helena mngangkat bahu. "Nggak tahu, ya. Tapi kayaknya masih."

Galaksi memegang dadanya sendiri. "Agak sakit juga ternyata kalau dengar langsung."

"Ya gitu lah. Lo tuh ... harusnya gue jauhin." Helena tanpa sadar bergerak ke belakang untuk ikutan bersandar. Namun, yang terjadi, punggungnya malah menabrak dada Galaksi.

"Terus kalau itu yang lo pikirkan tentang gue, kenapa lo sekarang deketin gue?"

Helena hendak bangkit, tapi Galaksi berusaha menahannya dengan lengan yang kini merangkul bahunya.

Kepala Galaksi meneleng, wajahnya menghalangi lampu balkon. Bayangannya menutup wajah Helena.

Helena mengerjap. "Eh." Dengan sekali hentakkan, tangannya membuat Galaksi menjauh. Dia bangkit dari ayunan rotan itu dengan terburu. "Ikut ke toilet, ya." Lalu tana menoleh ke belakang, Helena bergegas meninggalkan balkon, meninggalkan laki-laki itu di luar sendirian.

Helena menyisir rambutnya dengan jemari, panik sendiri. Bisa-bisanya dia tanpa sadar hampir menjawab pertanyaan jebakan itu. Galaksi tidak setidak acuh yang Helena pikir ternayata. Dia masih memikirkan apa alasan seorang perempuan yang dulu membencinya tiba-tiba mendekat.

Dan ...

"Aduh." Helena tanpa sengaja menyenggol sebuah kardus bersarna merah yang tersimpan di kabinet dekat televisi saat melangkah terburu. Posisi kotak kardus terbalik, isinya tumpah ruah, membuat Helena bergegas jongkok untuk kembali membenarkannya dan memungut isinya yang ...

Tunggu, Helena seperti tidak asing dengan benda yang kini dipegangnya. Kotak kecil warna-warni, yang berisi tiga kemasan karet latex, dia pernah membelinya tempo hari.

Helena masih bergeming, masih tidak menyangka dengan puluhan kotak warna-warni di depannya. Masih syok dengan apa yang dilihatnya. Namun, dua buah lengan tiba-tiba terulur ke depan, dada yang hangat merungkup punggungnya. Lalu sebuah suara terdengar. "Sekarang, apa yang lo pikirkan tentang gue?" tanyanya. Lama tidak mendengar jawaban, Galaksi kembali berbicara. "Gue akan menjadi Galaksi yang selama ini ada di pikiran lo." Dia mengambil satu kotak berwarna merah. "Siap?"

Galaksi merasakan tubuh helena berubah tegang setelah mendengar pertanyaannya. Di belakang rasa gugup gadis itu, Galaksi diam-diam tertawa, merasa menang. Dia begitu menikmati saat-saat raut wajah Helena berubah menjadi sangat tertekan, tapi perempuan itu selalu berusaha menutupinya dengan baik.

Tangan Galaksi meraih satu tangan Helena yang tadi memegang kotak-kotak kecil itu dan membesarkannya dengan panik. "Gimana?"

Helena berdeham pelan, kebiasaan yang akhir-akhir ini Galaksi ketahui ketika dia tengah gugup. "Ng ... kapan?"

Respons yang jauh dari perkiraannya. Sebelumnya, Galaksi pikir Helena akan lari terbirit-birit setelah mendengar senua pertanyaan dan tawarannya, tapi perempuan itu masih berusaha terlihat tidak terpengaruh, bersikap seolah-olah dia mendekati Galaksi karena dia benar-benar suka?

Galaksi tahu, Helena mampu melemahkannya, tapi untuk saat ini, dia tidak akan mudah percaya. Sesuatu yang Helena sembunyikan di balik sikap baiknya, harus Galaksi ketahui untuk memusnahkan rasa penasarannya. Helena membencinya, karena dulu Galaksi sempat mengecewakannya, jadi tidak akan semudah itu untk percaya pada sikap baik perempuan itu.

"Kalau sekarang, gue nggak siap," ujar Helena lagi, saat Galaksi diam saja karena sibuk berpikri sendirian. "Gue ...,"

"Kita nggak harus langsung melakukan semuanya kok." Galaksi melepaskan tangan Helena untuk meraih rambut yang terurai menutupi sisi wajahnya. Kini, dia bisa melihat sisi wajah dan leher Helena setelah menyibaknya. "Pelan-pelan, kita mulai dari-- menurut lo, enaknya kita mulai dari mana?"

Helena terdengar berdeham lagi. Wajahnya sedikit menoleh, tapi kembali berpaling ketika mendapati wajah Galaksi tepat berada di sampingnya. "Boleh, pelan-pelan dan kayaknya nggak sekarang. Ini udah malam, jadi gue," Helena terlihat snagat gugup, "Gue balik dulu, kayaknya."

Tubuh Galaksi sedikit berjengit saat Helena tiba-tiba nagkit, meninggalkannya. Melihat perempuan itu berlalu sambil terlihat masih kebingungan, Galaksi hanya mampu menyerigai. Kita lihat seberapa lama Helena bisa menyimpan semua rahasianya. "Gue antar pulang, ya?"

Helena menghampiri sofa, meraih sling bag di sana. "Oh, nggak usah."

"Udah malam."

Helena mengibaskan tangan untuk kembali menolaknya. "Nggak usah, beneran. Gue nggak akan langsung pulang, ada janjian sama seseorang."

.

.

.

To be continued . . .