Bulan mengibaskan tangan setelah mencium punggung tangan Ibun. "Nggak usah. Aku bawa mobil sendiri kok," jawabnya. "Aku berangkat. Nanti anterin Ibun pulang ke rumah ya."
Galaksi memberi hormat. "Siap."
Melihat Bulan sudah pergi, Galaksi berjalan keluar dari pantri dan duduk di stool yang semula Bulan duduki, menghadap ibunya yang kini sudah mengeluarkan semua kotak makanan dari dalam lemari es.
"Ibun kan udah bilang, makan makanan sehat, Gal. Capek-capek lho, Ibun masakin kamu, bawain ke sini, tapi malah nggak dimakan dan basi gini." Ibun menyimpan kotak-kotak makanan baru ke dalam lemari es.
Galaksi memang memilih tinggal sendiri di apartemen yang dekat dengan kampusnya, tapi bukan berarti Ibun melepaskannya begitu saja. Dalam waktu dua atau tiga hari, Ibun akan membawa kotak makanan hasil masakannya untuk disimpan di lemari es dengan tujuan memudahkan Galaksi ketika lapar. Galaksi hanya perlu memanaskannya di microwave. "Aku kemarin-kemarin sibuk kuliah sama ada acara BEM gitu. Sering pulang malam."
"Dan nggak makan?"
"Makan, Bun." Galaksi meraih stoples camilan yang dibawa ibunya di atas meja bar. "Tapi nggak sempat makan di rumah. Pulang ke rumah langsung tepar, capek."
Ibun berdecak. "Kamu, tuh. Lama-lama nggak Ibun izinin kamu tinggal sendirian lagi, ya!"
"Bun ...," Galaksi memasang tampang memelas.
Ibun tidak memberikan tanggapan apa-apa, semua makanan yang kemarin dibawanya sudah dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam kantung plastik berukuran besar.
"Itu mau dikemanain makanannya? Siapa tahu ada yang masih bisa dimakan."
"Basi, Gal." Ibun menyimpul kantung plastik dan ditaruh di dekat kaki meja.
"Yah, sayang banget."
"Ya makanya dimakan!"
"Iya." Galaksi tidak akan beralasan lagi. "Oh, iya. Nanti malam aku ada acara sama teman-teman." Galaksi mulai memakan snack dari stoples yang sudah dibukanya.
"Lho ... bukannya kamu udah janji sama Nenek nanti malam?"
Galaksi menggeleng. "Nggak, aku nggak janji. Nenek memang ngajak aku, tapi aku bilang 'Kalau aku nggak ada acara, aku pasti datang.' Sekarang kan aku ada acara."
Ibun menghela napas, lalu mengangguk-angguk. Wanita itu duduk di hadapannya sekarang. "Ya udah, nggak apa-apa kalau nggak bisa." Ibun adalah ibunda terbaik. "Memangnya nanti malam ada acara apa?"
"Ngumpul doang, di rumah Julian."
"Pasti seru banget." Ibun tersenyum. "Salam ya buat teman-teman kamu. Bawa aja makanan di kulkas, kalau habis nanti Ibun bawain lagi."
"Oke," sahut Galaksi. "Oh, iya. Ngomong-ngomong keluarga Tante Maura hari ini mau datang, kan?"
Ibun menatap Galaksi selama beberaoa saat sebelum akhirnya mengangguk.
"Ikut makan malam juga?"
"Justru makan malam ini untuk menyambut kedatangan Tante Maura."
Selalu ada hal yang membuat mereka tidak lepas saat membicarakan Tante Maura dan keluarganya, entah Ibun atau Galaksi, atau mungkin berlaku untuk Bulan dan Handa juga.
Tante Maura adalah anak angkat Nenek, sudah berkeluarga dan tinggal di Surabaya bersama suami dan satu anaknya. Di sana, Tante Maura dipercaya untuk memegang satu cabang perusahaan keluarga.
Tidak ada yang salah dari Tante Maura, atau pun keluarganya. Namun, ada satu permintaan tidak masuk akal dari Nenek untuk keluarga Tante Maura yang membuat Galaksi menjadi ... seperti selalu ingin memberi jarak antara dirinya dan keluarga Tante Maura.
"Nanti Ibun bilang Nenek kalau kamu ada acara dan nggak bisa datang," ujar Ibun seraya meraih lemon dari kotak buah yang dibawanya. Beliau akan mengiris dan memasukkannya ke dalam air di tumbler untuk disimpan ke dalam lemari es.
Galaksi hanya mengangguk.
"Kamu nggak hars mengikuti semua mau Nenek," ujar Ibun, seolah-olah bisa menangkap raut bimbang di wajah Galaksi. "Kamu bisa memilih apa pun yang kamu mau."
"Iya, aku tahu." Galaksi tahu maksud dari arah pembicaraan itu. Tentang keinginan Nenek yang ... dia pikir terlalu dini untuk dibicarakan dan diputuskan. Galaksi menutup stoples camilan, lalu melihat Ibun berllau seraya membawa satu buah lemon untuk kemudian diiris di meja dekat kompor.
"Kamu anak Ibun. Ibun lahirkan dari rahim Ibun sendiri," ujar Ibun. Wanita itu berbicara sambil memunggunginya, masih mengiris lemon. "Tidak ada yang lebih berhak atas diri kamu selain Ibun untuk saat ini."
Galaksi tersenyum, menatap punggung berbalut blazer cokelat itu. "Iya, Bun." Dia tahu bahwa wanita itu adalah wanita terhebat yang dimilikinya.
"Kebahagiaan kamu dan Kak Bulan adalah segalanya. Siapa pun nggak boleh ada yang ikut campur atas pilihan hidup bahagia yang akan kamu ambil nanti." Ibun berbalik. "Mengerti?"
Galaksi mengangguk, walau ragu.
"Jangan pikirkan apa pun dan tetap fokus kuliah, fokus dengan semua hal yang ingin kamu lakukan."
"Itu yang aku lakukan setiap hari, kok," sahut Galaksi. Ucapan itu, mungkin saja sebagai salah satu cara untuk meredam rasa khawatir Ibunya. Tentang kemauan Nenek, pilihan hidupnya, kebahagiaannya, mungkin saja ... hanya perlu waktu agar ia merasa semuanya bisa sejalan.
"Kamu harus bahagia," gumam Ibun saat sudah kembali duduk di hadapan Galaksi. "Salah satunya dengan hidup bersama orang yang bisa membuat kamu bahagia."
****
Galaksi's Profile
Galaksi Bimantara
Galaksi : Bintang, Bimantara : Penguasa udara (Bintang penguasa udara ...?)
17 Juni, Gemini
179cm, 58 kg
Punya hidung mancung. Mata yang terlihat manis saat tersenyum. (Daya tarik terbesar Galaksi?) Garis wajah yang tegas. Tubuh yang ... Ng ... tampak dari luar cukup ideal.
Anak bungsu dengan satu kakak perempuan.
Mahasiswa Teknik Sipil tingkat II.
Ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya Organisasi di BEM Univ.
Dia suka warna ... abu-abu mungkin?
Suka buah semangka kalau nggak salah.
Nggak terlalu suka matcha, kalau nggak salah juga.
Bawa permen mint ke mana-mana. (Gue rasa biar selalu siap kalau mau cium cewek di mana pun, sih.)
Suka fotografi. Suka kamera.
Suka olahraga.
Penikmat game seluler.
Suka berorganisasi.
Disukai banyak perempuan.
Punya banyak perempuan.
Helena berdecak, lalu menutup notes bersampul merah yang selalu dibawanya ke mana-mana itu. Semalam dia banyak mencari tahu tentang Galaksi, walau sebagian besar dia menuliskannya sendiri. Helena sudah mengenal Galaksi sejak SMA, jadi cukup tahu tentangnya. Walau setelahnya dia sedikit takjub pada dirinya sendiri karena tahu--terlalu--banyak tentang laki-laki itu.
Apakah selama ini dia pengagum yang berkamuflase menjadi haters?
Tentang kebutuhan tulisannya. Tentang riset yang akan dia lakukan pada Galaksi. Awalnya Helena berencana hanya akan bertingkah sebagai seorang pengamat. Berbaur kembali bersama semua sahabatnya dan melihat Galaksi dari jarak lebih dekat. Melihat bagaimana dia menatap dan memperlakukan perempuan, melihat bagaimana dia bergaul dan mengungkapkan perasaannya atau apa pun itu.
Namun, setelah dipikir-pikir. Helena butuh yang lebih dari itu, karena dia juga butuh cara bagaimana mendeskripsikan Galaksi saat berada di dekat perempuan, saat ... mencium perempuan, dan saat ... menyentuh perempuan.
****