" Saya janji sama kamu... Kita akan selalu bersama sampai di hari pernikahan nanti, cukup tunggu aja waktunya," ujar kak Angga di dalam hati sambil menatap kedua mata ini. " Gw berharap kita selalu bersama sampai akhir hayat kita, kak," ucap gw dalam hati. Kedua ucapan itu diungkapkan dari hati ke hati dalam waktu bersamaan, kedua jantung berdetak kencang tiada berhenti. " Allahuakbar.." Takbir sudah terdengar dan kami sudahi semua itu, turut mengikuti gerakan imam sampai salam pada tahiyat akhir, " Assalamu'alaikum warahmatullah..." Rasa lelah yang tidak bisa ditahan, mereka semua tertidur pulas setelah melaksanakan sholat. Pada waktu itu, gw belum tidur karena sudah terbiasa tidur pada larut malam walaupun dulu sering sekali dimarahi mamah sama ayah dan tidak pernah mendengarkan mereka.
" Amel, kok kamu belum tidur?" tanya kak Angga berbaring di atas kasur berbicara samar-samar, " gak papa, kak. Emang gw dah biasa tidur jam 12 lebih." Kak Angga melihat sekitarnya sejenak, " mendingan kamu tidur biar bisa istirahat. Gak baik loh kalo cewe tidur terlalu malem," ucap kak Angga menasehati gw untuk segera tidur biasanya gw tidak mau mendengarkan, tapi diri ini seketika berubah dan berbaring di atas sofa tuk tidur.
" Good night, Amel..." Ucapan itu senantiasa keluar dari lisan kak Angga sebelum memejamkan mata. Belum terlalu puas dalam tidur, mata ini sedikit terbuka dan tak sengaja melihat kak Angga turun secara perlahan dari kasur serta membawakan selimut saat turun. Rasa cemas turut menusuk khawatir ia jatuh atau mengalami sesuatu yang diinginkan, gw memutuskan bangun dari tidur dan memegangi kedua pundaknya selama mencoba turun ke bawah. " Amel, kamu belum tidur juga?" tanya kak Angga perlahan melirik ke arah gw.
" Kakak mau kemana?" tanya gw membantunya berjalan dan membawakan kantong infus miliknya. " Udah, kamu tidur aja. Saya bisa sendiri kok," ujar kak Angga menyuruh gw tidur kembali, berjalan menuju sofa dan berbaring diatasnya sambil melamun. Tubuh yang awalnya merasa kedinginan karena pendingin ruangan menjadi hangat seketika, kak Angga berjalan menghampiri gw dan menyelimuti tubuh gw dengan selimut miliknya. " Nih, biar kamu gak kedinginan ya." Sikapnya lah yang membuat jiwa ini merasa nyaman padanya semenjak kami bertemu di negara impian ini, perlahan ia berjalan dan naik ke atas kasur dan kembali tidur.
Disinari pagi yang cerah, hari bahagia akan pulangnya kak Angga amat membahagiakan semua tetangganya usai mendengar kabar itu. Gw turut membantu pak Hasan merapihkan barang- barang, " sini pak, biar Amel yang bawa barang- barangnya." Justru pak Hasan tidak mau memberikannya ke gw dan malah menyuruh gw untuk membantu kak Angga berjalan sampai di parkir mobil. " Udah, kamu bantu kak Angga aja ya. Kasihan dia masih harus dibantu dan lagian suatu saat kamu bakal lebih dari ini." Kata dari pak Hasan itulah membuat pikiran gw membayangkan kedepannya. " Makasih ya, Mel karena udah mau bantuin saya," ucap kak Angga berterimakasih di tengah berjalan menuju parkiran mobil, " iya, kak. Gw seneng banget kakak udah sembuh, ya gak Chelsea?" tangan kiri menepuk pundak Chelsea, sedang berjalan di sebelah gw dengan pak Hasan. " Iya, Chelsea seneng banget kakak udah melewati semua cobaan ini. Bukannya kak Amel yang paling seneng karena kak Angga pulang ke rumah?" Lagi-lagi mengeluarkan pertanyaan dan kami hanya terdiam melanjutkan berjalan tanpa berkata apapun hingga sampai di parkiran mobil.
Kami semua masuk ke dalam mobil dan pulang ke rumah pada pagi harinya, sebelum itu gw diajak sarapan di sebuah restoran cukup jauh dari rumah sakit. " Kenapa kita gak makan di rumah aja?" tanya chelsea. " Ya, sesekali kita makan bareng di luar sambil merayakan kesehatan kakak kamu," jelas pak Hasan. Dalam keluarga kak Angga, ia dan Chelsea sudah menjadi anak piatu dari kecil mengubah seluruh suasana.
Ibunya meninggal disebabkan oleh tabrak lari sampai sekarang belum diketahui siapa pelaku dibalik kejadian itu. Lalu, kami makan bersama di sebuah restoran sederhana, ada banyak makanan tersedia di atas meja teringat saat gw makan bersama keluarga di rumah makan Padang.
Ha... rasanya ingin sekali bertemu dengan mereka semua dan berharap mereka hadir di sisi gw, " Amel, kamu kenapa? kok melamun dari tadi?" tanya kak Angga, pak Hasan dan Chelsea melihat ke arah gw hanya mengaduk-aduk nasi saja. " Gak, kak. Gw gak kenapa-kenapa," ucap gw berwajah sedikit murung. Kak Angga pun terdiam dan melanjutkan makan sampai habis tak tersisa sedikit pun, " Nah, ayo kita pulang."