Chereads / Melawan Kemustahilan / Chapter 15 - 15. Bukit yang ternyata bukan bukit

Chapter 15 - 15. Bukit yang ternyata bukan bukit

Mendaki bukit.

Sepanjang kami mendaki bukit, tidak ada keanehan sama sekali. Tetapi aku tetap penasaran dengan api misterius semalam, setidaknya aku berharap kalau di puncak bukit ada sesuatu yang menarik.

Bukit ini juga sepertinya sering dijajah oleh manusia, monster yang ada disini tidak begitu menakutkan dan masih bisa diburu oleh para Hunter.

Tetap saja tidak banyak orang yang berpapasan dengan kami.

Dan dalam pendakian, mataku terpancing pada sesuatu yang terlihat menarik "Mea berhenti sebentar, ada batu yang menarik disini" ucapku ke Mea yang berjalan di depanku.

Batu berbentuk bundar yang cukup besar, tingginya sampai ke lututku dan memiliki banyak lubang.

"Kau menemukan sesuatu yang menarik ya" ujar Mea.

"Memangnya ini apa?"

"Rumah Minisist, mahluk kerdil yang tergolong sebagai ras peri" jelasnya.

Mengintip kedalam lubang di batu, aku sedikit terkejut karena didalamnya terdapat cahaya yang meneranginya.

Minisist yang dibilang Mea cukup berbeda dengan peri yang ada dipikiran ku. Mereka cukup terlihat seperti manusia dengan jenggot putih yang panjang, mereka juga memakai semacam buah atau mungkin biji-bijian suatu pohon sebagai topi.

"Apa mereka berumur panjang?" tanyaku yang penasaran karena jenggot putih mereka.

"Sepertinya tidak, umur mereka mungkin sekitar 1-5 tahun. Sayangnya aku tidak terlalu tahu dengan Minisist"

Kalau dilihat lebih jeli, Minisist menggunakan daun sebagai pakaian mereka. Aku juga bisa melihat simpanan makanan di salah satu lubang.

Lalu aku sudah mencarinya dimana-mana, tetapi tidak ada satupun Minisist yang terlihat seperti perempuan.

"Tidak ada perempuan sama sekali ya, bagaimana mereka berkembang biak?"

"Mereka tidak berkembang biak, banyak juga mahluk yang lahir dari energi sihir ataupun fenomena alam, Minisist adalah salah satunya. Minisist perempuan juga sebenarnya ada, hanya saja sangat langka"

"Menarik sekali... Kalau begitu ayo kita lanjut pendakiannya" ucapku.

Melihat hal baru memanglah menarik, monster tanaman maupun mahluk yang belum pernah kulihat bisa ditemukan dengan mudah.

Tetapi, kami tetap bergegas menuju puncak agar bisa sampai lebih cepat.

Lalu akhirnya kami sampai di tempat yang sama persis dengan posisi cahaya misterius itu terlihat.

"Lagi-lagi batu yang berbentuk aneh, sebenarnya ini apa?" tanyaku bingung.

Lumayan banyak batu segiempat ataupun segilima serta batu berbentuk aneh lainnya yang kulihat. Tetapi kali ini, bentuknya lonjong yang terpotong dan memiliki cengkungan, potongan yang tidak rapi membuat pinggirannya sedikit tajam.

Batu sihir berwarna putih juga melayang di dalam cengkungan tersebut.

"Semacam... Tanda" jawab Mea.

"Tanda untuk apa?"

"Pintu masuk" jawabnya.

Walaupun dia bilang seperti itu, tetapi tidak ada yang terlihat seperti pintu masuk sama sekali.

Aku tidak memperdulikannya lagi dan memutuskan untuk lanjut mendaki, setelah melewati cukup jauh dari batu yang dikatakan Mea sebagai pintu masuk kami melihat batu yang sedemikian rupanya lagi.

Kata Mea batu tersebut adalah tanda pintu keluar, aku sendiri tidak paham dengan hal itu.

Tetapi tidak kusadari hari telah menjadi malam, agak aneh rasanya karena waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Namun pasti itu hanya perasaanku saja.

Dan akhirnya kami sampai di puncak.

"Akhirnya sampai juga, kita istirahat sejenak disana" ucapku menunjuk tempat bebatuan yang penuh dengan lentera.

Malam yang cukup terang, disinari oleh bulan serta lentera di sekitar.

Dan lagi, setelah memperhatikan batu-batu yang tersebar, aku mulai merasa aneh dengan batu-batu tersebut.

Mungkin tidak bisa dibilang berjejer rapi, ataupun terlihat saling terhubung, namun semua batu yang berjumlah sekitar 11 batu terlihat memiliki bentuk yang sama.

Bundar, terpotong di atasnya dan memiliki semacam batu berbentuk penutup yang membuatnya terlihat seperti panci bulat dari batu.

"Batu-batu yang aneh lagi, kali ini bebatuan itu untuk apa?" tanyaku.

Kali ini Mea tidak langsung menjawabnya, Mea mengitari tempat ini dengan wajah yang menunjukan kalau dia sedang berpikir.

Aku mengikuti Mea, mengitari tempat batu-batu yang tersebar ditempatkan. Lalu Mea berhenti di salah satu batu tersebut "Batu yang ini terbuka ya..." ucapnya.

Maksud dari terbuka adalah tidak adanya penutup seperti batu yang lain, aku juga melihat ke dalam batu tersebut. Di dalamnya kosong dan hanya terdapat satu batu kecil yang berbentuk bundar sempurna serta berwarna hitam.

"Mungkin... Bukit ini bukanlah sebuah bukit" ucap Mea tiba-tiba.

"Maksudmu?"

Tentu saja aku bingung dengan perkataan Mea.

"Kita sedang berdiri di mahluk yang tersegel, dan 12 batu disekitarlah segelnya"

"Mahluk?" tanyaku.

Aku tidak bisa percaya tentunya kalau tiba-tiba Mea bilang bukit ini adalah mahluk yang hidup.

"Benar, mahluk kuno yang sudah hidup selama ribuan tahun, nama mahluk sejenis ini adalah Guardian atau penjaga. Kebanyakan tertidur dan disegel seperti yang sedang kita injak"

Mengetahui kalau aku sedang menginjak mahluk hidup saja sudah membuatku terkejut.

"Jadi masih banyak mahluk besar seperti ini?" aku masih dalam keadaan bingung serta belum bisa percaya.

Mahluk sebesar bukit, kali ini aku tidak hanya takjub melainkan juga takut. Mau kemanapun aku melihat, aku hanya bisa bilang kalau aku sedang berada di bukit.

Melupakan hal itu, aku sedikit penasaran dengan penjelasan Mea "Tadi kau berkata 12 batu kan... Tetapi bukankah yang tertutup hanya 11?"

"Segelnya ada 12, tetapi 1 segel dibuka, agar guardian tetap memiliki kekuatan untuk hidup serta menjaga keseimbangan di tempat ini"

"Menjaga keseimbangan tempat ini?"

"Benar. Hutan tidur, desa Gurtz, serta bukit ini terhubung. Kemungkinan cahaya malam itu berasal dari penduduk Gurtz yang melakukan persembahan di bukit ini, Guardian dengan sedikit kekuatannya menciptakan fenomena alam di hutan tidur, mungkin seperti itu?" jelas Mea tetapi tidak terlalu yakin.

Semacam simbiosis mutualisme, walau sepertinya berbeda.

"Oh... Aku paham" ucapku walaupun sama sekali tidak memahaminya.

"Karena semuanya sudah terjawab mari kita kembali ke desa kah!" ucapku bersemangat.

Dan kami menuruni bukit, karena malam rasanya sangat berbeda. Walau ada beberapa tumbuhan yang mengeluarkan cahaya, tetapi tidak seberapa kalau dibandingkan dengan hutan malam yang dibuat oleh Mea.

Sampai di rumah Minisist juga membuatku terkagum lagi, saat malam semua lubang yang ada di batu tertutup oleh kayu dan dedaunan.

Melanjutkannya sampai di batu tanda pintu keluar, langit yang terlihat berwarna jingga serta matahari yang hampir tenggelam dengan jelas menandakan kalau hari telah menjadi sore.

Sampai di desa, kami pasti akan langsung menyewa penginapan dan....

"Sore?" tanyaku dengan ingatan tak jelas.

"Ada apa?" tanya Mea.

"Bukankah tadi sudah malam hari?" aku benar-benar kebingungan kali ini.

Tetapi wajah Mea terlihat bingung mendengar pertanyaanku "Apa maksudmu? kalau kau lelah, lebih baik kita bergegas dan istirahat di desa"

Yah... Mungkin hanya perasaanku saja.

Mea juga kelihatannya tidak merasakan hal yang aneh, sudah pasti hanya perasaanku.

"Kau benar, ayo kita bergegas ke desa"

Dan dengan mengistirahatkan tubuhku yang penuh lelah, akhirnya hari ini telah selesai.