Kerajaan Abidall yang begitu jauh sudah terlihat dalam pandangan kami.
Tepatnya, di bawah batu-batu raksasa dan jalan yang sedang kami lalui.
Di seberangnya, terdapat lautan biru yang membawa angin sejuk ke atas sini.
"Kenapa rasanya tanah di sekitar tidak seimbang, seperti bergelombang atau banyak terdapat cengkungan?" tanyaku.
"Itu karena... PERTARUNGAN ANTARA PAHLAWAN DENGAN THE DAWN!" jawab Raglo melebarkan kedua tangannya seakan menunjukan kehebatan dari tempat ini.
"The dawn itu apa?"
"Salah satu guardian terkuat, kau juga melihatnya kan batu-batu raksasa yang ada di sekitar, itu adalah bagian dari The Dawn yang telah dikalahkan"
Dan aku takjub dengan itu, dari sini saja aku sudah bisa membayangkan betapa besarnya guardian tersebut. Beberapa bagian yang mungkin hanya potongan kecil saja hampir sebesar bukit.
Kepala, kaki, serta beberapa potongan bagian tubuh semuanya terpisah di beberapa tempat yang saling berjauhan.
"Menakjubkan ya..." gumamku.
"Ayo cepat kita ke kerajaan Abidall! aku sudah tidak sabar" ujar Raglo.
"Kita tinggal menuruni jalan ini dan bisa sampai di kerajaan Abidall kan?"
"Hmm... Tidak, jalan ini sangat berbahaya. Beberapa orang pasti langsung saja menuruni jalan ini dan mati" Jawabnya.
Dari pandanganku, jalan menurun yang sedikit curam ini tidak berbahaya sama sekali. Bahkan tidak ada satupun monster yang terlihat.
"Benar ya, kita harus memakai jalan yang sedikit memutar kali ini" bahkan Mea juga setuju dengan Raglo.
"Lalu, kita harus lewat mana? memangnya ada jalan lain selain jalan ini?" tanyaku.
"Ada, sedikit jauh dari sini" jawab Raglo.
Raglo mengacungkan jarinya ke arah kiri dari kerajaan Abidall "Tangan dari The Dawn, kita akan lewat sana"
Aku memperhatikan tempat yang ditunjuk oleh Raglo. Lalu aku sekarang menyadarinya, kalau sesuatu yang ku kira hanya batu raksasa yang berukuran lebih besar dari bukit itu adalah tangan dari The Dawn.
"Oh... Ku kira hanya batu raksasa saja"
Kemudian kami berjalan menuju tangan dari The Dawn tersebut.
"Kalau dilihat-lihat lagi.... Tangan itu seperti menunjuk ke arah laut ya, apa ada sesuatu di sana?" ucapku.
Daritadi aku selalu memperhatikan tangan itu, cukup menarik saja untuk kulihat. Menarik bagiku untuk melihat tangan yang lebih besar dan panjang dari kerajaan Abidall.
"Palingan hanya kebetulan, tidak usah memikirkan hal kecil seperti itu" jawab Raglo.
"Kau benar ya"
Lalu kami terus berjalan.
Tidak begitu lama untuk kami sampai di bagian lengan yang juga menjadi tempat tertinggi disini.
Dari sini kami juga bisa melihat tempat yang tertutup oleh lengan raksasa ini.
"Lautan lagi..." ucapku.
"Daratan yang berwarna merah dan langit yang berwarna ungu, entah kenapa tempat itu membuatku merasa takut" ujarku melihat pemandangan tersebut.
"Daratan yang ada disana adalah teritori kaum iblis, tempat yang selalu menjadi tantangan bagi para pejuang yang ada disini"
"Kalian, cepatlah kesini" Mea sudah lebih dulu pergi.
Dan kami menyusul Mea.
Karena panjang dari tangan ini lebih dari kerajaan Abidall, kami benar-benar memerlukan waktu yang lama untuk sampai di pintu masuk kedalam tangan raksasa ini.
Sekiranya hampir setengah hari.
Lalu kami masuk ke dalam tangan tersebut. Di dalam sini, suasananya seperti berada di dalam suatu reruntuhan kuno atau kuil.
Namun, penerangan seperti lentera dan batu sihir yang diletakan di berbagai sudut juga membuat tempat ini seakan sedang menuju ke ruangan boss dalam game.
Kami lumayan sering melihat Hunter yang berkunjung, menjadikan suasana disini lebih ramai.
Tetapi, lorong-lorong serta tangga yang terhubung satu sama lain dipastikan bisa membuat tersesat seseorang.
Buktinya, kami juga berpapasan beberapa kali dengan sekelompok Hunter saat melewati lorong ataupun menuruni tangga.
Dan setelah menuruni ratusan tangga akhirnya kami bisa keluar dari tempat tersebut.
Hanya tinggal berjalan sebentar lagi, dan kami bisa sampai di kerajaan Abidall.
Di sepanjang jalan menuju kerajaan Abidall kami terus melihat para Hunter yang sedang berburu monster dengan senangnya. Karena dekat dengan teritori iblis, membuat monster disini sangat kuat.
Ledakan dari sihir, darah, dan sayatan demi sayatan bisa kulihat secara langsung. Sayang sekali aku tidak bisa melakukan hal seperti mereka.
"Raglo, apa kau juga mau mencoba melawan monster kuat yang ada disini?" tanyaku.
"Gahah monster kuat? dimana itu? aku hanya melihat monster-monster lemah yang bisa kukalahkan dengan sekali tebas!" jawabnya dengan penuh arogan.
Karena Raglo sepertinya tidak tertarik dengan monster yang ada disini, kami terus berjalan sampai ke kerajaan Abidall.
Berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain, kerajaan Abidall tidak memiliki tembok besar yang mengelilinginya.
Semua orang bisa dengan bebasnya masuk ke dalam kerajaan tanpa terkecuali, itu juga menunjukan kalau kerajaan Abidall sangat percaya dengan kekuatan yang mereka miliki.
"Jadi, dari sini mari kita berkeliling seperti biasa kah" ujarku.
"Maaf, para wanita yang ada disana sepertinya memanggilku" Raglo langsung pergi menuju kumpulan wanita.
"Maaf karma, aku ingin langsung mencari penginapan"
Dan begitulah bagaimana aku menjadi sendirian sekarang.
Sedikit menyedihkan, tetapi aku berjalan sendirian di jalanan yang penuh dengan Hunter.
Suasana disini sangat berisik, suara dadi Hunter terdengar kerasa dimana-mana. Ditambah lagi, penjual di jalanan banyak juga yang menjual monster, membuat suasana tambah berisik.
Tetapi, melihat semua orang yang ada disini membawa senjata mereka masing-masing membuatku merasa tidak takut dengan apapun, kalaupun ada pencuri atau seorang penjahat, dengan mudahnya orang-orang disini akan mengalahkan mereka.
Bahkan, penjual yang ada disini juga berotot, bertubuh besar serta bermuka seram. Walaupun begitu, masih ada beberapa orang yang tidak sepenuhnya memiliki otot.
Seperti pengguna sihir, dan wanita. Memang ada juga wanita kekar yang membawa senjata berat, tetapi tetap saja masih banyak wanita cantik berkeliaran dijalanan.
Tidak jarang juga aku melihat pria yang membawa banyak gadis sekaligus. Ya... Tipe-tipe orang yang sama persis seperti Raglo.
"Minggir! Minggir! jangan menghalangi jalan!" teriak seorang pria yang menunggangi Salamander.
Cukup mengejutkanku karena Salamander merah yang dibawanya berukuran sangat besar bahkan hampir menutupi jalanan.
Beberapa orang dengan armor putih serta suatu lambang yang bergambar pedang dan perisai dengan cepat menghampiri pria tersebut.
Ternyata, mereka adalah penjaga di kerajaan ini, dan secara singkat menegur pria tersebut. Tidak sampai ditahan, hanya diberi peringatan ringan.
Salamandernya juga bisa dikecilkan sampai setidaknya seukuran kadal biasa. Cukup praktis.
Lalu, aku lanjut berjalan.
Memperhatikan beberapa kedai yang ada di samping jalan, sepertinya kerajaan Abidall memiliki banyak makanan pedas.
Ada juga lomba makan yang diadakan, aku tidak tahu kalau cabai di dunia ini berbentuk seperti tomat dengan warna hijau, kuning serta merah.
Perkelahian juga sering terjadi disini, biasanya untuk memperjelas siapa yang lebih kuat. Tetapi aku juga mendengar kalau di kerajaan ini terdapat arena pertarungan, walaupun pertarungan jalanan lebih sering dilakukan.
Dan setelah melihat semua itu, aku menuju ke sebuah kedai makanan untuk mencoba seperti apa rasa masakan di kerajaan ini.
Tetapi...
Rasanya, perempuan yang sedang duduk di kedai yang kutuju terasa tidak asing bagiku.
Dengan telinga panjang serta rambut peraknya...
"Lilith?"
Dengan makanan yang memenuhi mulutnya Lilith menatapku.
Namun entah kenapa dia terlihat bingung.
"Kau..." wajahnya bahkan terlihat kalau dia sudah tidak ingat denganku.
"Karma, apa kau sudah lupa dengan orang yang menyelamatkanmu?"
"Ah! Kau Karma? kenapa bisa ada disini?"
"Karena... Aku memang menuju tempat ini, kau sendiri kenapa bisa ada disini?"
"Karena... Aku juga menuju tempat ini, ya sudahlah jangan pikirkan hal tidak penting seperti itu, mumpung kita sudah bertemu bagaimana kalau kita jalan bersama?"
"Kau benar, kalau begitu apa kau tahu tempat yang menarik untuk di kunjungi?"
Kebetulan, aku sudah mulai bosan. Bisa bertemu dengan Lilith disini pasti adalah sebuah takdir.
"Tentu saja, ikuti aku" jawab Lilith langsung berjalan pergi sambil membawa daging yang masih belum selesai dia makan.
"Woi! Bayar dulu!" Teriak penjual yang berbadan kekar.
Untungnya, Lilith langsung kembali dan membayarnya.
Lalu kami pergi bersama.
"Ngomong-ngomong bukankah vampir lemah dengan matahari? kalau tidak salah, vampir akan langsung terbakar kalau terkena sinar matahari"
"Hah? dongeng darimana itu? saat berada di siang hari kekuatan kami saja yang berada di tingkat terlemah, sedangkan saat malam hari dengan bulan merahnya kami bisa mencapai puncak dari kekuatan"
"Oh... Aku paham, kalau tidak salah kau menyebut vampir berambut emas dan merah kan serta marga Cloc-" Lilith mengentikan ucapanku.
"Jangan sebut nama itu, apa kau tidak tahu kalau menyebut nama tersebut adalah tabu?"
Aku tidak tahu sama sekali.
"Benarkah? maaf, lalu kita sebenarnya sedang kemana?"
Daritadi Lilith mengarah ke gang-gang sempit dan tempat yang sangat sepi.
Bahkan sekarangpun, kami sepertinya berada di bawah tanah. Di depan kami juga ada gerbang berwarna hitam yang terbuka.
"Ntah... Tahu-tahu sudah sampai di tempat aneh ini"
"Lah?"
"Selamat datang" suara seseorang dari belakang.
Kami seketika menengok, kemudian melihat seorang pria dengan pakaian serba hitam.
"Siapa kau!?" ujar Lilith dengan wajah yang tertekan.
Mengangkat tangannya ke depan, rantai-rantai emas yang melilit di kedua tangannya berkerincing.
"Ameth... Beberapa orang memberiku panggilan...."
"Sang penjerat"