Duduk di kursi penonton bersama ratusan penonton lain.
Namun sejujurnya bukan keinginanku, aku berada disini karena dipaksa oleh Raglo untuk menonton pertandingannya melawan ksatria ternama.
Aku sama sekali tidak peduli, daripada menonton pertandingan yang membosankan aku lebih ingin pergi bersama Mea dan Lilith mengelilingi kota.
Lalu sorak-sorai dari penonton mulai terdengar, menandakan pertandingan akan segera di mulai.
Raglo dan ksatria yang menantangnya masuk ke dalam arena, terlihat bersiap untuk memulai pertandingan.
Ksatria tersebut kalau tidak salah dipanggil sebagai Oith sang naga putih. Dan seperti panggilannya Oith memakai armor yang serba putih.
Sedangkan Raglo masih saja menggunakan armor berwarna hijau yang mencolok.
Kemungkinan pertandingan akan berkahir dengan cepat, mau bagaimanapun sang naga putih pasti bisa dikalahkan oleh Raglo yang menyandang panggilan sang penakluk naga dengan mudahnya.
Setelah keduanya terlihat siap wasit mengangkat tangannya, menandakan kalau pertandingan sudah dimulai.
Keduanya langsung berlari, mencoba untuk mendaratkan serangan pertama. Dan sudah bisa terlihat kalau Raglo jauh leb-
Perasaan yang sangat buruk.
Seketika aku langsung menengok ke arah kiri, melihat adanya seorang wanita berkerudung hitam yang duduk di samping ku.
Apa aku akan mati?
Pertanyaan tersebut entah mengapa terus mengalir di kepala.
"Io Karma, tenanglah..... Aku tidak akan mengambil nyawamu, tentunya bukan aku" ujarnya.
Tatapan kosong, tanpa menatap ke arahku.
Aku juga merasakan sedikit kemiripan antara dia dengan Mea. Dimana dia tidak menunjukan senyuman sedikitpun.
"Kau... Siapa?"
Tetapi pertanyaan itu sudah bisa kujawab.
Dia penyihir.
Aku yakin.
Tetapi kenapa aku bisa tahu?
"Aku adalah.... Penyihir ????, kau yang sudah ikut campur dalam urusan dunia sepertinya sudah tidak bisa mengikuti jalan yang biasa"
Aku terus memperhatikan matanya dan melihat adanya sebuah angka Romawi yang tertulis.
Empat? atau mungkin lima?
Tidak begitu jelas.
Aku kemudian mencoba untuk memalingkan pandanganku darinya, melihat sekitar untuk memastikan.
"Kau memang berbeda ya.... Utusan ??? pasti akan sangat marah jika melihatmu"
Sesak, nafas ku sangat sulit untuk ku atur.
Lagipula apa yang sebenarnya dia katakan, mulai dari penyihir lalu utusan sesuatu, semua perkataannya yang masuk ke telinga tidak bisa ditampung oleh kepalaku.
"Benar-benar mengerikan, aku belum pernah melihat manusia semengerikan dirimu. Tidak hanya itu kau sangat menyedihkan, menjijikan, menarik, dan juga kesepian"
Kata-kata ku tidak mau keluar, setidaknya aku ingin menanyakan mengenai beberapa hal, tetapi pandanganku semakin kabur. Kepalaku juga sangat sakit, apa yang sebenarnya terjadi?
"Namun, mulai dari sekarang seharusnya kau akan tahu, kau akan mengerti, dan pastinya... Utusan ????? pun akan bertindak"
"Apa... Yang sebenarnya kau bicarakan?"
"Tentu saja tentang semua hal, mengenai dirimu, mengenai dunia, maupun mengenai mereka"
Sebelum aku bisa memahami apa yang dikatakannya aku pingsan. Memandangi pemandangan kosong yang hitam untuk waktu lama.
Lalu, aku membuka mataku, melihat kerumunan penonton serta mendengar sorak-sorai mereka.
Aku melihat ke Raglo yang sedang meneriakkan kemenangannya, kemudian melihat kembali penyihir misterius itu.
Namun dia sudah tidak ada di bangkunya.
Membuat segunung pertanyaan yang ada di kepalaku harus terus menjadi pertanyaan untuk sementara.
Dan tiba-tiba suara dentuman terdengar dari kiri, dari sumber suaranya sepertinya jarak ledakan tersebut cukup jauh.
Rasa pusing serta sakit di kepala masih belum hilang, namun kekacauan mulai terjadi di bangku penonton.
Dalam keadaan yang kacau, aku dan orang-orang yang menonton pertandingan berusaha keluar dark bangku penonton.
Tidak butuh waktu lama untukku sampai di luar arena.
Kerumunan orang-orang juga ada di depan arena, semuanya sedang memperhatikan ledakan besar yang terlihat.
"Karma!" Suara Raglo.
Untungnya aku bisa dengan cepat bertemu dengan Raglo. Semua kekacauan yang terjadi bisa saja ada hubungannya dengan si penyihir misterius itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Raglo.
"Daritadi kepalaku benar-benar sakit, daripada itu apa yang sebenarnya terjadi?"
"Jangan tanya aku, kau pikir aku juga tahu?"
Ya sudah pastinya.
Tetapi tiba-tiba ada seseorang yang menggunakan sihir terbang"Dengarkan semuanya!"
Suasana yang kacau langsung mereda dalam seketika, semuanya diam mendengarkannya.
"Siapa dia?" tanyaku.
"Dia adalah pemimpin dari regu Hunter Alzeth, sebuah regu yang sudah dikenal oleh seluruh kalangan Hunter. Namanya Rougan Dill"
Rougan lanjut berbicara "Kondisi sedang kacau! jadi semuanya harap untuk tenang! kemungkinan besar penyebab ledakan itu adalah iblis atau mungkin suatu kelompok organisasi! jadi-"
Ledakan kembali terlihat, namun tidak hany. satu melainkan empat ledakan dari berbagai arah yang berbeda.
"Semua Hunter! Siapkan Senjata kalian! Begitu juga dengan petualang atau siapapun yang ada disini! Siaplah untuk menantang kematian!"
Semuanya mengangkat senjata mereka, berteriak untuk menunjukan semangat.
Tetapi, tiba-tiba terdengar sayatan demi sayatan di kerumunan yang penuh dengan orang.
"Ada iblis disini!" suara dari tengah kerumunan.
Semuanya bersiaga, dan dalam sekejap beberapa iblis yang menyamar di dalam kerumunan berhasil dibunuh.
Membuat beberapa orang terluka dan kehilangan nyawanya.
"Karma apa yang harus kita lakukan?"
"Untuk sekarang, tentunya kita harus berkumpul dengan Mea dan Lilith dulu. Urusan iblis, pasti bisa ditangani oleh mereka semua kan?"
"Entahlah, aku pikir bukan hanya penyerangan iblis saja, tetapi yah... Untuk sekarang memang lebih baik berkumpul dengan Mea dan Lilith, jadi mari kita langsung pergi"
Tanpa basa-basi lagi, kami berlari mencari Mea dan Lilith.
Hanya saja Raglo berlari terlalu cepat sampai hampir saja meninggalkanku yang sudah kelelahan.
"Karma cepatlah! gunakan sihir agar kau bisa bergerak lebih cepat!"
"Benar juga... Aku... Memiliki cincin ini" jawabku kelelahan.
Aku menggunakan sihir untuk mempercepat lariku, serta agar aku tidak cepat kelelahan.
Tetap saja aku tidak bisa mengejar Raglo, dan tidak lama kemudian Raglo sudah tidak terlihat.
Sebenarnya aku harus lari kemana? pertanyaan tersebut baru muncul di kepala.
Sembari menata nafas, aku berhenti dan istirahat sejenak. Serta memperhatikan langit yang menggelap dikarenakan kerumunan mahluk bersayap.
Ledakan terdengar dimana-mana, bahkan disekitar ku ada Hunter yang sedang bertarung melawan iblis.
"Semuanya melarikan diri!!!!" teriak seseorang.
Terdengar sebuah gesekan rantai, yang kemudian membuat seluruh jalanan dipenuhi oleh darah.
Seorang pria mendekat sembari menyeret rantainya yang berada di tanah.
"Haha! masih ada orang yang hidup? ternyata bisa seperti ini juga ya"
Suara itu, tidak salah lagi "Sang penjerat, Ameth!?"
Ameth menatapku serius "Kau siapa? kenapa bisa tahu nama dan panggilanku?"
Dia tidak mengingatnya, yang berarti kejadian saat itu memang tidak benar-benar terjadi.
"Yah... Aku pernah mendengar namamu sebelumnya"
Dia tersenyum "Mendengar dari siapa? Dewi? atau mungkin peri pembisik? tidak seorangpun mengenalku ataupun mengerti panggilanku"
Tetapi, saat itu sangat jelas kalau dia melantangkan tentang nama panggilannya.
"Memang aku dipanggil sang penjerat, namun semua orang yang memanggilku seperti itu sudah mati. Benar, aku hanya memperkenalkan diriku kepada mereka yang sudah pasti akan segera mati ditangan ku"
"Karena itu... Bagaimana kau bisa tahu?"
Rantai yang mengikat tangannya melayang, seakan mengarahkan bagian ujungnya yang tajam kearahku.
"SIAPA SEBENARNYA KAU!?!?!?"
Ameth langsung meluncurkan rantainya, mengarah tepat ke jantungku berada.