Ketenangan yang secara aneh menyesakkan ku.
Hanya ada kami berdua, langit luas serta lautan tak berujung. Namun, rasa sesak yang semakin menyakitkan ini membuatku ingin segera mati dan keluar dari sini.
"Mau meminum teh ini? Setidaknya bisa meringankan rasa sesakmu itu" ujarnya.
Aku mengambilnya tanpa ragu, teh tersebut berwarna lebih merah dari kebanyakan teh, lebih harum, serta tidak memiliki rasa.
Dan setelah meminumnya, sedikit demi sedikit rasa sesak itu menghilang.
"Apa sudah baikan? kalau begitu apa pertanyaan pertamamu?"
"Apa segala pertanyaan bisa kau jawab?"
Dia memperlihatkan senyum yang penuh percaya diri.
"Tentu"
Hanya dengan satu kata itu, dia sepenuhnya meyakinkanku.
"Baiklah, namun aku ingin tahu pertukaran seperti apa yang akan kita lakukan?"
"Walaupun kubilang pertukaran, aku benar-benar hanya akan melihat apa yang kau lakukan. Sedangkan kau bisa bertanya sebanyak apapun yang kau mau"
Aku masih ragu akan hal itu, karena tidak mungkin pertukaran tidak setimpal ini dia tawarkan kepadaku.
Tetapi, untuk sekarang aku akan percaya padanya. Selama dia tidak mencampuri urusanku aku tidak akan masalah dengan hal itu.
"Kalau begitu langsung ke intinya, bagaimana caraku untuk pulang ke duniaku?"
Senyum itu, entah kenapa mirip dengan senyum si Dewi sialan, senyum yang menggambarkan kalau dia sudah menunggu pertanyaan ku tersebut.
"Jawabannya adalah dengan pergi ke sebuah reruntuhan kuno yang berada di dekat kerajaan Ashura. Namun, sebelum itu kau harus terlebih dahulu mendapatkan botol penyimpan ajaib yang setidaknya bisa menyimpan 150.000 mana. Selebihnya, kau pasti bisa mengatasinya sendiri"
Itu saja? pertanyaan tersebut sekilas melintas di pikiranku.
Tetapi tentu saja tidak. Senyum yang dia perlihatkan kali ini menggambarkan ketidaksabarannya.
Yang pasti, akan terjadi sesuatu yang menarik baginya.
"Lalu, apa kesulitan yang akan kulewati untuk mencapai hal tersebut?"
"Hm.... Tidak ada"
Pasti ada, dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan senyumannya sama sekali.
"Apa ada pertanyaan lain?"
"Mungkin tentang vampir, aku ingin tahu penjelasan mengenai vampir berambut emas, merah dan perak. Lalu juga mengenai vampir keturunan Clockwell"
Dia berpikir, mungkin vampir adalah mahluk yang sulit untuk dijelaskan karena itulah dia terlihat berpikir keras untuk itu.
"Vampir ya.... Malahan aku ingin tahu bagaimana bisa kau mengetahui hal tersebut, terutama tentang Clockwell"
Kemudian dia berdiri untuk menjelaskan "Tetapi, untuk sekarang akan kujelaskan. Pertama mengenai ketiga vampir yang kau tanyakan, vampir dibedakan dari rambutnya. Vampir berambut emas yang melambangkan Keberadaan, vampir berambut merah yang melambangkan kekuatan, serta vampir berambut perak yang melambangkan... Mungkin kesendirian"
Kemudian muncul sebuah gambar di sampingnya. Yaitu sebuah gambar dari vampir berambut emas.
"Apa gambar itu?"
"Ini adalah bagian dari ingatanku, agar aku bisa lebih mudah mengenalkannya kepadamu. Dan yang sekarang kau lihat adalah vampir emas yang sangat kuat, memiliki pelayan terbanyak serta memiliki beberapa vampir perak sebagai budaknya. Vampir emas kebanyakan lebih suka berada di wilayah mereka sendiri, berwibawa serta berdiri di atas segala mahluk"
Aku mengerti semua penjelasannya, namun tidak dibagian dimana vampir perak di perbudak oleh vampir emas.
"Apa vampir bisa memperbudak vampir lainnya?"
"Benar, tetapi hanya vampir emas saja yang memperbudak vampir perak. Kalau vampir merah netral, lalu akan kujelaskan selanjutnya mengenai vampir berambut merah"
Ingatan mengenai vampir berambut merah muncul di sampingnya. Berbeda dengan vampir emas yang terlihat berwibawa, vampir merah memiliki wajah yang sangar.
Terlihat mengandalkan kemampuan fisik mereka.
"Vampir berambut merah memiliki kekuatan yang melebihi segala vampir yang ada, kekuatan mereka juga tidak terpengaruh oleh matahari maupun bulan. Mereka sangat suka dengan darah manusia, kadang mereka juga memakan manusia. Walaupun memiliki kekuatan yang tinggi, kepintaran mereka juga tidak kalah tingginya. Namun, vampir merah kadang berada di bawah kendali oleh vampir emas"
"Lalu yang terakhir, vampir berambut perak"
Dia memunculkan ingatannya, memperlihatkan vampir berambut perak yang terlihat begitu anggun.
"Vampir berambut perak adalah vampir terlemah, suka menyendiri dan kebalikannya, mereka menyukai manusia. Ya bagi vampir yang lain, vampir berambut perak hanyalah aib yang lebih baik dihilangkan. Namun disaat dimana bulan berada lebih dekat ke bumi dari biasanya, serta dalam keadaan bulan purnama tepat di atas kepala. Kekuatan vampir perak dikatakan bisa melampaui kedua vampir tersebut, tetapi masih belum diketahui kebenarannya. Sekian penjelasan dari ketiga vampir tersebut"
Vampir berambut perak adalah aib bagi vampir yang lain, mungkin karena alasan itu juga Lilith di kejar oleh vampir berambut emas dan bertemu denganku dalam keadaan yang penuh luka.
"Lalu bagaimana dengan vampir keturunan Clockwell?"
Dia kembali duduk di bangkunya.
"Clockwell ya... Sayangnya aku tidak begitu tahu tentang mereka. Dan bahkan mereka bisa dijelaskan hanya dengan satu kata yaitu Berbahaya"
Ekspresinya menjadi serius.
"Tidak bisa dijelaskan, tidak bisa dimengerti, kau tidak akan bisa mengalahkannya, kau juga tidak bisa melihatnya. Karma..."
Senyumnya kali ini berbeda dari sebelumnya, benar-benar mengekspresikan kekhawatirannya terhadapku.
"Ingatlah, bahwa kau tidak mungkin bisa menemui, melihat, mendengar suara, maupun berbicara dengan mereka. Mau di dunia manapun itu, karena itu ingatlah satu hal ini, Karma... Jangan sesekali mengucapkan nama Clockwell"
"Ba-baiklah"
Dia menghela nafas lega lalu kembali memberikan senyuman yang biasa "Baguslah, jadi apa ada pertanyaan lain?"
"Sepertinya untuk sekarang sudah tidak ada, lalu bagaimana caraku untuk keluar dari sini?"
Tidak puas, begitulah wajahnya seakan berkata.
"Apa kau tidak betah berada disini? ya tidak masalah, tetapi setidaknya memberikanku sesuatu juga tidak masalah kan? aku sudah menjawab semua pertanyaanmu, kedepannya juga pasti"
"Intinya?"
"Pria yang tidak peka, walaupun aku menyandang nama kesombongan. Tetap saja memiliki rasa iri, Andromeda terdengar indah..."
Ah dengan kata lain, dia juga ingin memiliki nama.
"Jadi kau ingin sebuah nama kan? kau tidak bisa jujur ya, baiklah akan kupikirkan"
Walaupun dia terlihat sangat serius, tetapi dia juga memiliki sifat yang seperti ini ya. Tidak kusangka.
Lalu aku mulai memikirkannya, tentang nama yang cocok untuknya.
"Hmm..."
Aku menatap matanya, bagiku hal yang paling berkesan darinya adalah mata yang terlihat seperti bulan.
"Lulana Luna" ujarku.
Seperti biasa, selera penamaanku sangatlah buruk.
"Oh~ cukup bagus, aku akan dengan senang hati menerimanya"
"Benarkah? ya baguslah kalau kau menyukainya, walaupun arti dari kedua kata tersebut sama yaitu bulan"
Dia memiringkan kepalanya "Bulan? kenapa kau memutuskan untuk memberiku nama yang mengartikan bulan?"
Apa dia tidak sadar dengan matanya sendiri? sangat jelas kalau bulan terpampang di dalam matanya.
"Karena matamu yang seakan terdapat bulan di dalamnya"
Dia tersenyum, benar-benar senyum yang berbeda dari yang sebelumnya. Mungkin, senyumnya yang sekarang adalah senyuman yang paling tulus.
"Kau memang menarik ya, baru pertama kali ini ada orang yang bilang seperti itu. Tetapi, bagaimana bisa kau melihat bulan di dalam mataku?"
"Mau bagaimana ku melihat, matamu benar-benar sepenuhnya sama dengan bulan itu" ujarku menunjuk bulan yang terlihat jelas di langit.
Setelah memperhatikan sang bulan, Luna kembali menatapku "Jadi seperti itu kau melihatnya, aku sangat senang kalau bagimu mataku ini seindah bulan. Aku juga pasti akan mengingat nama yang kau berikan selamanya"
Kenapa dia tidak mau menerima fakta kalau matanya memang seperti bulan, aku masih belum mengerti dengannya.
"Kalau begitu, sampai jumpa lagi. Ah dan satu hal lagi, tolong rahasiakan semua hal ini kepada Andromeda" ujarnya sembari melambaikan tangan.
Perlahan pandanganku semakin gelap, secara perlahan juga aku bisa melihat sekitarku dengan jelas.
"Karma..." suara lirih yang kudengar.
Aku menggenggam roti di kedua tanganku, meja yang penuh dengan makanan serta, Mea, Raglo dan Lilith yang berada disini.
"Karma apa jiwamu diambil seseorang? atau mungkin terkena kutukan?" Lilith yang duduk di depanku bertanya.
Aku menatapnya, mengingat tentang apa yang terjadi mengenai Lilith pada saat itu, dimana dia menghilang tepat di depan mataku.
Aku setidaknya merasa lega, namun juga bingung.
"Me-Mea sepertinya Karma benar-benar terkena kutukan, bagaimana kalau kau hilangkan kutukannya"
"Ah, Maaf aku tadi melamun"
Lilith sepertinya serius khawatir tentangku, wajahnya terlihat lega setelah mendengar jawabanku.
"Untunglah, lagipula saat kita berada di tengah perjalanan sikapmu menjadi aneh. Mau kutanya apapun, jawabanmu hanya 'Iya' saja"
Jadi seperti itu yang terjadi, artinya semua hal yang telah kulihat dimulai dari bertemu dengan pria yang bernama Ameth adalah....
Semacam ilusi?
"Karma..." Mea berbicara.
Dia menatap serius kearahku.
"Kau... Bau penyihir"
Aku langsung diam, tidak bisa menjawabnya.
"Bukankah itu bau darimu? dan jangan-jangan kalian berdua... Sudah sedekat itu?" ujar Lilith.
"Tentu saja tidak"
Mea langsung lanjut memakan roti, akan kuanggap kalau dia sudah tidak menginginkan jawabanku.
Dan setelah kami selesai makan, kami langsung pergi ke kamar kami masing-masing.
Langit sudah malam, waktunya untuk istirahat terutama bagiku yang mengalami hal aneh selama seharian ini.