Hari ini aku berniat untuk mengelilingi kota ini lagi, aku mengajak Yue dan dia setuju untuk ikut.
"Hari ini kita mau kemana?" tanya Yue.
"Ke pasar" jawabku.
Aku memperhatikan jalan di sekitarku, rasanya suasana hari ini terasa sangat berbeda dari kemarin.
"Apa aku saja yang merasa kalau hari ini... Lebih sepi?" tanyaku.
Padahal biasanya anak-anak bermain di sekitar jalanan, tetapi hari ini tidak ada anak-anak yang terlihat sama sekali.
"Iya, perasaanmu saja" jawab Yue.
"Lalu, sepertinya di jalanan banyak Relian Knight ya. Apa ini juga perasaanku saja?" tanyaku.
Tidak hanya beberapa, melainkan hampir setiap kami berjalan, kami selalu melihat Relian Knight di jalanan.
Beberapa Relian Knight juga membawa bendera yang memiliki lambang, lambang tersebut terlihat cukup rumit, terdapat beberapa lingkaran lalu garis-garis serta gambaran bintang.
Benar-benar sulit untuk menggambarkannya.
"Perasaanmu saja! kau terlalu sensitif dengan banyak hal!" jawab Yue.
Tetapi kalau tidak salah Lusp telah menurunkan perintah kepada Relian Knight. Ya... Mungkin hari ini lebih diperketat saja, pikirku.
Melupakan hal semacam itu, akhirnya kami sampai di pasar.
Namun kami hanya bisa terkejut melihat betapa sepinya pasar hari ini "Apa-apaan ini!? kenapa tidak ada seorangpun di sini!?" Teriak Yue.
"Sepertinya hari ini pasar ditutup" ucapku.
Dan karena hal ini aku jadi bingung mau bagaimana.
"Hm... Ya sudahlah, hari ini kita ke bar saja. Lumayan juga kalau bisa mendapat informasi mengenai Relian knight dan lainnya"
"Hah ke bar!? aku akan kembali ke penginapan!" Yue menolak.
Tetapi aku memaksanya untuk ikut.
Walaupun aku kesusahan memaksa Yue untuk ikut denganku, akhirnya saat sampai di bar dia menjadi tenang. Hanya saja wajahnya menggambarkan betapa tidak inginnya dia ikut denganku.
Kami masuk ke dalam bar, lalu dikejutkan lagi dengan suasana yang berat dan suram.
Padahal para Hunter yang minum-minum disini biasanya terlihat ceria dan penuh tenaga, entah kenapa sekarang mereka terlihat sangat putus asa.
Aku dan Yue duduk di meja yang kosong, kemudian bertanya kepada pelayan bar "Kenapa mereka semua terlihat murung?"
"Apa tuan tidak tahu kalau Relian knight telah dikerahkan? seharusnya di jalanan banyak Relian Knight yang berjaga" jawab pelayan bar.
"Aku melihatnya saat berjalan ke sini, tetapi memangnya ada apa dengan Relian knight?"
"Tuan pasti datang dari luar kota ya? yah, kalau Relian Knight sudah dikerahkan kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa"
"Maksudnya?" aku masih belum paham.
Tetapi si pelayan hanya menggelengkan kepalanya dan tidak menjawab pertanyaan ku.
"Apa yang dimaksud olehnya ya?" tanyaku ke Yue.
"Kau bertanya padaku?" tanya Yue terlihat tidak tahu apapun.
Kuputuskan untuk bertanya pada Hunter yang duduk di meja sebelah "Apa ada yang terjadi pada kalian?"
Hunter berotot dan botak menatapku, dia menggenggam segelas bir berukuran besar dan Kelihatannya sedang mabuk.
"Hah!? kau ingin tahu kenapa kami seperti ini!? baiklah akan kujawab agar kau puas!" jawabnya berdiri dan mendekatiku.
Lalu Hunter tersebut duduk di kursi di depanku "Begini! kehidupan kami akan hancur! Relian Knight sudah muncul, apa kau tahu artinya!?" tanya dia melototiku.
Aku menggelengkan kepala "Tidak sama sekali"
"ARTINYA BESOKLAH NYAWA KAMI MELAYANG! tidak hanya kami, kau dan semua orang yang ada di kota ini juga akan mati!!!"
"Kenapa-"
Dia menyela "KAU INGIN TAHU KENAPA!?"
"Karena... Yah... Besok juga kau akan mengerti, sayangnya kami tidak boleh memberitahukannya pada orang luar. Mungkin saja ada kemungkinan besok kami masih hidup, TETAPI MASIH ADA MASALAH LAIN YANG MUNCUL!!!"
Entah mengapa dia berdiri dan berjalan ke tengah bar, semua Hunter yang ada di bar mulai menatapnya.
"GARA-GARA IBLIS SIALAN YANG MUNCUL DI HUTAN, KAMI JADI TIDAK BISA BEKERJA!!!"
Hunter lain menggebrak meja dengan keras "IBLIS SIALAN!!!"
"IBLIS TERKUTUK!!!"
"KAUM IBLIS KAMPRET!!!"
Suara mereka yang sangat keras membuat suasana menjadi terasa lebih kacau.
Jadi kami memutuskan untuk pergi dari bar.
Tidak ada informasi yang bisa didapatkan, tetapi aku tahu kalau situasi sedang sangat bahaya.
Di tengah perjalanan, aku melihat seorang perempuan tua yang berjalan wajahnya terlihat begitu putus asa.
Aku berjalan mendekatinya "Permisi"
"Ada apa? aku mau pergi ke Kultista untuk berdoa"
"Aku hanya mau bertanya, kenapa banyak Relian knight dan jalanan sangat kosong hari ini?"
"Kau orang luar ya... Ku berdoa agar kita diberi perlindungan oleh Dewi Romusha dan bisa melewati hari esok" jawabnya.
Lalu dia pergi begitu saja dan terus berdoa sepanjang jalan.
"Hah... Sepertinya hari ini kita akan menetap di penginapan, lagipula tidak ada yang bisa kita lakukan juga" keluhku.
"Kalau begitu cepat kita pulang!"
Dan pada akhirnya sepanjang hari kami hanya menetap di penginapan, benar-benar tidak ada hal yang bisa kulakukan selain menjahili Yue sampai malam hari.
Saking bosannya aku memutuskan untuk tidur lebih awal, berbaring di ranjang yang empuk dan menutup mata.
Aku seharusnya sudah tertidur lelap dan sedang melihat mimpi, tetapi apa aku benar-benar sedang bermimpi...?
"Io Karma" suara yang tidak asing terdengar.
Perasaan ini sama dengan saat aku bermimpi dan bertemu dengan Dewi.
"Buka matamu"
Lalu aku membuka mataku.
Sedikit kesal rasanya karena tebakanku benar, apalagi melihat Dewi sialan itu tersenyum lebar seakan puas dengan sesuatu.
"Kau terlihat bersenang-senang ya di dunia ini" ucapnya.
"Tentu saja"
"Jangan memasang wajah benci seperti itu, bagaimana dengan dunia ini? sangat menarik bukan?"
"Tentu sangat menarik. Sihir, monster, dan berbagai hal yang ada di dunia ini begitu menakjubkan"
Aku menjawabnya dengan jujur, tidak salah lagi kalau dunia ini penuh dengan hal baru yang tidak bisa dirasakan di dunia ku.
"Tetapi kelihatannya kau masih belum menyerah untuk kembali ke duniamu ya, kenapa?"
"Karena sampai tujuanku terwujud, aku tidak akan menyerah"
"Benarkah? ya tidak masalah juga, para pengikut ku pasti akan membuatmu berubah pikiran nanti"
"pengikut?"
"Agama Relian, aku adalah Dewi yang mereka sembah. Kalau tidak salah aku disebut sebagai Dewi Romusha"
"Jadi kau kah yang mereka sembah"
Aku tidak merasa marah atau benci kepada pengikut agama Relian, kebalikannya aku malah sedih karena mengerti seperti apa Dewi yang mereka sembah.
"Begitulah, Kalau begitu akan ku sampaikan satu hal kepadamu"
"Apa?"
Ekspresinya seketika berubah, tatapan tajam kepadaku dan senyum menyeringai yang menunjukan ketidaksabaran.
"Awal dari perlawanan"
Setelah tatapan serius dari si Dewi tidak terlihat lagi, aku mulai merasakan dinginnya udara disertai hangatnya selimut, menandakan kalau aku sudah terbangun sepenuhnya.
Awal dari perlawanan, itulah yang dikatakan sang Dewi, saat sarapan aku terus memikirkan apa maksudnya.
Mungkin semacam pernyataan perang, bisa saja dia akan mulai menyerangku atau semacamnya. Tetapi tidak lama kemudian aku tidak mempedulikannya.
"Yue cepat selesaikan sarapanmu, sudah saatnya untuk mengelilingi kota lagi"
Seperti biasa mengelilingi kota untuk mencari informasi.
"Kau terlalu tergesa-gesa, dasar tidak dewasa ya" jawab Yue.
"Karma apa aku boleh ikut?" tanya Mea.
Tidak kuduga kalau Mea juga akan ikut.
"Tentu saja" jawabku.
Selesai sarapan dan persiapan, kami langsung keluar dari penginapan.
Kami sedikit dikejutkan oleh para Relian Knight yang berjejer di jalanan. Rasanya semakin banyak Relian Knight yang berjaga.
Memandang ke langit, hari ini sedang mendung sepertinya akan turun hujan. Tetapi kenapa ya, kalau melihat langit yang gelap seperti ini perasaanku menjadi buruk.
"Cuacanya buruk" ucapku.
"Kuharap hari ini tidak ada hal buruk yang terjadi" ucap Mea.
"Memangnya kenapa dengan cuaca yang buruk? apa suasana hati kalian selalu ditentukan oleh cuaca?" Tanya Yue.
"Tidak juga" jawabku.
Tetapi, suasana yang sekarang kurasakan benar-benar sangat suram. Beberapa orang yang berjalan saja terlihat tidak bernyawa.
Tiba-tiba salah seorang Relian Knight menghampiri kami "Kenapa kalian malah mengobrol saja, cepat pergi ke Kultista" ucap si Relian Knight.
"Memangnya ada apa disana?" tanyaku.
"Upacara penghabisan" jawab Relian Knight tersebut.
Aku masih tidak paham dengan apa yang dikatakannya, tetapi kalau tidak menurut mungkin saja kami ditangkap atau terjadi hal yang tidak diinginkan.
Mengikuti perintahnya kami menuju ke Kultista, sepanjang kami berjalan, banyak orang yang menuju Kultista juga. Tetapi mereka selalu menggenggam tangan mereka dan berdoa.
Lalu akhirnya kami sampai di Kultista, sudah banyak orang yang berkumpul di sekitarnya.
"INILAH WAKTUNYA!" terdengar suara keras dari tengah kerumunan.
Memakai jubah putih, membawa kitab dengan lambang yang sama dengan yang ada di bendera Relian knight. Tidak salah lagi kalau dia adalah Lusp.
Lusp tersebut berdiri di tengah panggung yang besar, dikelilingi oleh pasukan Relian knight serta beberapa orang yang berpakaian sama dengannya namun tidak membawa kitab.
"Waktu dimana keimanan kita diuji, sang Dewi kita Dewi Romusha telah menurunkan berkahnya! Kalau kita bisa membakar penyihir hina yang berada di kota ini, kita pasti akan mendapatkan berkah darinya"
Yang benar saja, jangan bilang kalau inilah yang dimaksud oleh Dewi sialan itu.
"Namun, untuk bisa menemukan sang penyihir kita memerlukan pengorbanan. Seluruh... Seluruh umat yang ada disini, ku harap kalian masih diberi kesempatan olehnya. Dan bagi yang berani mengorbankan nyawanya, kupastikan kalian akan bisa bertemu Dewi pelindung kita semua yaitu Dewi Romusha"
Setelah mendengar omong kosong itu, kerumunan yang ada di sekitar mulai terlihat ketakutan. Mereka terus menggenggam tangan mereka sekuat tenaga serta berdoa dengan wajah putus asa.
Relian Knight yang ada di panggung mengeluarkan alat berukuran besar. Alat yang tajam dan mengerikan.
Tetapi, tidak mungkin mereka akan mengeksekusi seluruh orang yang ada disini kan?
"Karma... Apa yang harus kita lakukan? kalau kita biarkan, ribuan nyawa akan melayang" Mea bertanya.
Kalau Mea sampai seperti ini, artinya mereka serius akan mengeksekusi seluruh orang yang ada disini.
"Tetapi, apa ada cara untuk menyelamatkan mereka?"
Aku sendiri tidak mengerti, bagaimana cara menyelamatkan ribuan orang yang ada disini. Mereka juga orang-orang yang menyembah Dewi sialan itu, melihat mereka mati satu-persatu juga bukan masalah untukku.
Hanya saja, yang akan merasa bersalah adalah Mea. Aku yang telah membawa Mea sampai kesini tidak boleh membuatnya merasakan hal semacam itu.
"Tidak ada cara lain, aku harus mengungkapkan jati diri ku" ucap Mea.
"Kau benar, tenang saja aku akan memikirkan cara untuk kabur dari sini"
Tidak ada masalah, jika memang yang diincar si Dewi adalah aku, seharusnya tidak akan menjadi masalah.
Aku hanya perlu melawan balik.
"Kalau begitu mari kita mulai! upacara penghabisan!"
Aku mengangkat tanganku setinggi mungkin "Hal seperti itu tidak diperlukan! aku sedang bersama seorang penyihir! bagaimana, kalian mau bertemu dengannya?" aku bersuara sekeras mungkin agar terdengar oleh mereka.
Semua perhatian tertuju ke arahku.
Tatapan dari sang Lusp terlihat begitu penuh dengan benci dan remeh "Punisher, hukum sang pendosa itu"
Beberapa orang dibelakangnya yang berpakaian sama dengannya mulai mengangkat tangan mereka, lalu lingkaran sihir mulai terbentuk.
"Mea mari kita pancing mereka keluar dari kota dan bawa para Lusp itu ke hutan. Dengan begitu tidak akan ada korban yang berjatuhan di kota ini, tetapi pilihan kita hanya ada dua lari atau melawa-" kata-kata ku terhenti.
Sinar putih menutupi seluruh pandanganku dan dengungan keras membuatku tidak bisa mendengar apapun.
Lalu aku tidak sadarkan diri.
Serasa kehilangan kepala, aku tidak bisa memikirkan apapun. Setelah cahaya putih itu terlihat semua inderaku menghilang, aku bahkan tidak bisa merasakan sekujur tubuhku.
Apa aku mati?
Tetapi pertanyaan tersebut mulai menghilang dari kepala bersamaan dengan suara yang kian memenuhi telinga.
"Karma..." suara lirih yang tidak jelas mulai terdengar.
Dengungan masih terdengar keras, menutupi suara yang memanggil namaku. Pandanganku yang kabur hanya bisa melihat pemandangan yang tidak jelas.
"Karma! cepat sadar!!!"
Semakin terlihat, wajah Yue yang ketakutan. Akhirnya semuanya semakin jelas, suara dari para Lusp, kobaran api yang menjalar di pepohonan, ataupun tumpukan mayat yang terbakar.
Serta Mea dengan mata kebenciannya.