Malam hari yang lebih sepi dari biasanya.
Aku tidak berhenti memandang cincin yang dibuat dari serpihan jiwa Yue. Seharusnya jiwa Yue berwarna hitam dan putih, namun sekarang, hanya tinggal warna putih yang terlihat.
Kejadian kemarin masih terpampang jelas di ingatan, tetapi mau bagaimanapun, besok aku sudah harus kembali berjalan.
"Tujuan kita selanjutnya kemana?" tanyaku.
Setelah aku dan Mea berhasil kabur dari kota Zerdia, kami tidak bisa lagi berada di wilayah kerajaan Rowell.
Kalau berada disini terlalu lama, ada kemungkinan kami akan dikejar oleh Lusp dan pasukannya.
"Tujuan kita selanjutnya cukup jauh, kita akan langsung menuju ke kerajaan Abidall"
"Kerajaan seperti apa?"
"Penuh dengan orang-orang kuat. Dikatakan sebagai kerajaan yang tidak mungkin dikalahkan karena berisi pejuang dari seluruh penjuru dunia"
"Kalau begitu, besok kita akan mulai perjalanan lagi kah"
Lalu kami terus berjalan, selama beberapa hari aku mulai belajar menggunakan sihir. Kedepannya aku harus bisa melindungi diriku sendiri.
Sayangnya, lagi-lagi hal yang mustahil untukku. Mau sebanyak apapun aku berlatih, aku tidak pernah bisa menggunakan sihir bahkan yang dasar sekalipun.
Jumlah energi sihirku juga tidak bertambah. Pada akhirnya aku dibantu oleh Mea lagi.
Dengan menggunakan cincin yang kupakai, Mea akan menyalurkan energi sihirnya kepadaku dan menambahkan beberapa sihir yang bisa kupakai.
Mea dengan mudahnya mengubah cincin ini menjadi perlengkapan sihir. Dalam beberapa detik saja, aku bisa langsung menggunakan sihir, tetapi tidak membuatku merasa senang sama sekali.
Kalau saja ada Yue, aku bisa memamerkannya dan memasang wajah sombong seharian.
"Matahari sudah mau terbenam lagi kah... Cepatnya. Mea kita dirikan tenda di sekitar sini" ujarku.
"Baiklah"
Lalu, seperti biasanya Mea akan pergi mencari makanan, memasak dan melakukan berbagai persiapan lainnya.
Sedangkan aku hanya duduk, memperhatikan pemandangan malam yang begitu damai dan tenang. Berbeda dari malam-malam sebelumnya yang sangat berisik.
Memperhatikan bukit-bukit yang jauh dari pandangan, membuatku semakin bosan.
Kemudian aku melihat sesuatu di salah satu bukit "Hm? apa itu? cahaya... Obor atau lentera?" aku masih belum yakin dengan apa yang kulihat.
Deretan cahaya yang mungkin berasal dari api tampak berjalan menaiki bukit.
"Mea apa kau tahu apa itu?"
"Tidak, mungkin akan lebih baik kalau kita berhati-hati kedepannya" jawab Mea.
Aku terus memperhatikannya, deretan cahaya yang berjalan, cukup lama untuk cahaya tersebut menghilang. Dan setelah menghilangnya cahaya, aku yang kembali bosan memutuskan untuk tidur.
Tetapi, aku terus merasa tidak tenang. Selalu dipenuhi perasaan buruk yang membuatku tidak bisa tidur sama sekali. Hawa dingin di tengah malam terus menjadi alasanku tetap berada didalam selimut.
Tetapi aku tidak tahan lagi dengan perasaan buruk yang terus kurasakan.
Kuputuskan untuk keluar dari tenda.
Namun setelah keluar, tubuhku membeku, terkejut dengan apa yang kulihat.
Seorang gadis yang berlumuran darah berdiri menatapku, mata merah menyala serta taring tajam yang ada di mulutnya. Nafsu membunuh sangat terasa dari dirinya.
Tetapi, tubuhnya penuh dengan luka, kondisinya terbilang mengerikan. Perut yang hampir hancur, tangan kiri yang putus dan juga telinga kiri yang terpotong.
"Manusia... Berikan darahmu..." suaranya terdengar berat.
Mendengar suaranya membuat bulu kudukku berdiri, serasa ingin lari menjauh darinya.
Kuperhatikan lagi, telinga kanannya runcing dan lebih panjang. Dan rambut berwarna perak yang memantulkan sinar rembulan sontak membuatku bertanya "Apa kau seorang vampir?"
Pertanyaan yang konyol, dilihat darimanapun sudah bisa dipastikan dia adalah vampir yang haus darah.
"Benar... Jadi serahkan Darahmu... Aku tidak akan melukaimu" ujarnya terlihat begitu tersiksa.
"Baiklah, akan kuberikan darahku"
Setelah mendengar ucapanku vampir itu melompat ke arahku. Dan seketika menancapkan taring ke leher lalu meminum darahku.
Perlahan luka-luka yang dialaminya sembuh. Tangan dan telinganya yang hilang muncul kembali.
Tetapi walaupun semua lukanya sudah sembuh dia masih belum melepaskan taringnya.
"Bisakah kau berhenti disitu? aku bisa mati kalau kau mengambil terlalu banyak darahku"
Dia berhenti dan melepaskan taringnya dari leherku "Maaf, aku hampir kehilangan kendali"
Lalu kami berdua duduk di dekat api unggun, tidak ada alasan tertentu aku hanya mengajaknya untuk berbicara sesaat.
"Jadi... Namamu?" tanyaku.
"Lilithya Silvermoon, aku berhutang Budi padamu manusia"
Warna matanya berubah dari yang tadinya berwarna merah menyala, menjadi warna kuning keemasan.
"Oh ya, namaku Io Karma panggil saja Karma, kalau boleh bertanya kenapa kau sampai terluka parah?"
Wajahnya menggambarkan kalau dia tidak ingin menjawabnya "Kau adalah manusia yang menyelamatkanku, karena itu aku tidak akan menyeretmu kedalam masalahku"
"Tetapi aku hanya bertanya tentang penyebab kau terluka"
"Kalau aku menceritakan penyebabnya, mungkin besok-besok kau akan dimakan vampir atau bahkan dibawa oleh penyihir lo..."
Apa dia mencoba untuk mengancam ku?
"Hm... Sepertinya tidak masalah, ceritakan saja"
Sangat jelas kalau dia heran "Ka-kau manusia yang aneh ya. Aku serius, vampir yang kulawan bisa-bisa datang ke tempatmu lalu memakanmu hidup-hidup, begitu juga dengan penyihir mengerikan itu, kau akan dibawa dan dijadikan tumbal pastinya"
Mungkin saja dia tidak sadar, kalau dia sudah menjelaskan semuanya. Mengenai penyebab dia terluka bahkan sampai penyihir yang tidak ada kaitannya.
"Menakutkan sekali ya... Tetapi, manusia hebat sepertiku bisa dengan mudah mengalahkan Vampir, jadi tenang saja"
Dia berdiri dan membentak "Jangan bercanda! Vampir berambut emas yang kulawan adalah salah satu dari marga Clockwell, manusia loyo sepertimu pasti akan habis hanya dengan satu gigitannya"
Vampir berambut emas dengan marga Clockwell... Nanti akan kutanyakan ke Mea kalau aku tidak lupa.
"Karena kau manusia pasti kau tidak tahu, seberapa mengerikannya vampir penyandang marga Clockwell. Bahkan vampir berambut merah pun tunduk kepada mereka, jadi jangan sekali-kalinya kau berani bertemu dengan mereka!"
Dia bahkan menyebut vampir lain, apa dia benar-benar tidak sadar dengan perkataannya?
Untuk sekarang aku berpura-pura takut saja, dia juga terlihat sangat khawatir "Aku tidak tahu kalau mereka semengerikan itu, terimakasih Lilith, aku pasti akan jauh-jauh dari mereka" ucapku dengan ekspresi palsu.
Dia menghela nafas dan terlihat lega.
"Lilith? namaku Lilithya bukan Lilith"
Dan sepertinya dia mudah teralihkan juga.
"Kupanggil seperti itu agar lebih mudah. Benar juga Lilith, kau akan langsung pergi kan, kemana tepatnya?"
"Pergi ke tempat yang jauh, mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi, tetapi saat kita bertemu aku pasti akan membalas kebaikanmu"
Namanya juga vampir, pasti akan hidup ribuan tahun dan mudah lupa dengan hutang kecil seperti ini. Sepertinya aku tidak akan bertemu dengannya lagi.
"Bulan sudah hampir bergantian dengan matahari ya, kalau begitu aku akan pergi, sampai jumpa!" Lilith lalu terbang pergi.
Setelah Lilith pergi, Mea kebetulan sudah bangun dan menghampiri ku. Tanpa perlu waktu lama, Mea menyadari bekas gigitan di leherku dan mengetahui kalau aku bertemu dengan vampir.
Mea kelihatannya biasa saja dengan hal ini, jadi tidak ada masalah.
Seperti biasanya, melakukan persiapan di pagi hari lalu langsung berangkat menuju ke tujuan selanjutnya.
"Ngomong-ngomong kita sedang berada di wilayah mana? apa masih jauh untuk menuju kerajaan Abidall?" tanyaku.
"Karena menggunakan jalan memutar di wilayah kerajaan Verneza, perjalanan kita masih memerlukan sekitar 1 Minggu"
"Oh... Kita sedang berada di wilayah kerajaan Verneza kah, tetapi kenapa tidak ke kerajaan Verneza sekalian?"
Dari awal, Mea yang selalu memikirkan tempat tujuan. Aku hanya mengiyakan tanpa tahu tempat yang di tuju.
"Kerajaan Abidall penuh dengan Hunter dan pejuang kuat dari seluruh penjuru dunia, mungkin kita bisa mendapatkan informasi yang berguna disana. Apa perlu mengganti tempat tujuan?"
"Informasi memang penting ya, tidak perlu mengganti tujuan kita akan tetap pergi ke kerajaan Abidall"
Lanjut berjalan, aku mengingat sesuatu beberapa saat kemudian. Tentang cahaya misterius yang terlihat semalam.
"Sebelum itu, bagaimana kalau kita pergi ke bukit itu. Aku masih penasaran dengan cahaya yang semalam kita lihat"
"Tidak masalah, tetapi kita harus lebih berhati-hati. Seingatku ada desa di dekatnya jadi sekalian kita menginap disana nantinya"
Dan setelah kami berjalan menyimpang dari jalan utama, kami harus melewati jalan yang sedikit susah untuk dilewati.
Aku juga melihat ada papan yang bertuliskan "Hati-hati! Tempat ini berbahaya!" saat kami sampai di tempat masuk menuju hutan.
Pepohonan di dalam hutan sangat tinggi, banyak bebatuan besar serta tumbuhan herbal yang pernah kulihat saat di desa Snouir.
"Karma, tetap di dekatku. Desa yang sedang kita tuju adalah desa Gurtz, Tempat di sekitar desa Gurtz sangatlah berbahaya karena banyak monster tingkat tinggi, apalagi hutan ini"
Apa yang dikatakan Mea sepertinya benar, biasanya monster yang melihat Mea pasti akan menjauh atau hanya diam. Tetapi kali ini tidak.
Kami didatangi beberapa monster, ukurannya tidak besar, tetapi dari bentuk tubuhnya saja sudah kelihatan sangat berbahaya.
"Monster apa itu? mereka tidak akan menyerang kita kan?" tanyaku.
Sangat menakutkan, semakin banyak juga monster yang mengelilingi kami.
"Tenang saja, mereka tidak akan berani menyerang kita. Monster berwarna hijau yang membawa senjata adalah goblin, monster berbulu coklat yang berdiri dengan dua kaki itu adalah Grizzly, lalu..."
Sepanjang jalan Mea menjelaskan berbagai monster yang terus berdatangan. Kalau disamakan dengan yang ada di duniaku, Grizzly adalah beruang. Goblin hampir mirip dengan yang kulihat di film-film, hanya saja lebih menakutkan dan mengerikan.
Sisanya sangat asing bagiku, seperti monster bulat berbulu tajam dengan mata satu yang bernama Trill, atau monster dengan kaki dan tangan panjang yang bergelantungan di pohon serta tanpa tubuh bernama Doquo.
Sambil mendengarkan Mea menjelaskan monster-monster yang mendatangi kami, aku terus berjalan dengan ditemani oleh rasa resah.
Sampai akhirnya mereka pergi dengan sendirinya.
"Akhirnya mereka pergi..." ucapku, menghela nafas lega.
Tetapi masih belum berakhir.
Pemandangan jauh di depan diwarnai dengan warna merah.
"Sepertinya mereka pergi karena takut dengan tempat di depan kita" jelas Mea.
Bagaimana mereka tidak takut, bangkai serta darah berserakan dimana-mana. Dan anehnya, darah yang ada disini membeku, bukan menjadi es atau semacamnya melainkan tidak bergerak.
"Mea... Kenapa banyak darah dan bangkai hewan disini, lalu apa-apaan dengan darah yang melayang di udara itu"
"Hm... Mungkin fenomena alam, selama tidak menyentuhnya kita akan baik-baik saja" jawab Mea.
Tetapi sama sekali tidak menjelaskan apapun, darah yang melayang di udara dan hanya diam membeku, ataupun darah di tanah yang bergerak menggeliat seperti cacing masih membuatku bingung.
Lalu setelah melewati tempat yang dikatakan Mea sebagai tempat terjadinya fenomena alam, kami bisa sampai di desa.
"Akhirnya sampai juga" ucapku merasa lega.
Tetapi sekali lagi ada yang aneh, desa ini terlihat biasa saja dan tidak ada keanehan sama sekali.
Maksudku, cahaya misterius di bukit itu pasti berhubungan dengan desa ini kan, lalu fenomena alam yang dikatakan Mea juga setidaknya diketahui oleh mereka.
Untuk menjawab rasa penasaranku, aku memutuskan untuk bertanya pada warga sekitar "Permisi, boleh bertanya sesuatu?"
"Tentu, apa itu?"
"Apa ada keanehan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir?"
Terlihat kebingungan dengan pertanyaanku "Sepertinya tidak..."
"Benarkah? kalau begitu tentang bangkai dan darah membeku di area hutan itu sebenarnya apa?"
"Hutan!? kau melewati hutan tidur? hebat sekali ya bisa melewati hutan itu dengan selamat bahkan tanpa luka" jawabnya terkejut.
Aku tidak tahu kenapa dia terkejut, tetapi kalau dipikir-pikir, melewati hutan yang penuh monster seperti itu memang patut dipuji kalau bisa keluar hidup-hidup.
"Kalau bangkai dan darah yang membeku itu adalah hal yang biasa, memang lumayan sering terjadi fenomena alam di sekitar sini" lanjutnya.
"Oh... Seperti itu, terimakasih atas jawabannya" ucapku.
Aku kembali ke tempat Mea berada.
"Kenapa kau bertanya hal tidak penting seperti itu?" tanya Mea.
"Kukira ada yang aneh saja dengan desa ini, daripada itu, mari kita mendaki bukit itu dan mencari jawaban tentang cahaya misterius!" ucapku berusaha mengalihkan topik.
Dan dengan berakhirnya semua hal yang terjadi, kami pergi menuju bukit.