Chereads / Melawan Kemustahilan / Chapter 8 - 8. Akhir dari mimpi serta perjalanan kali ini

Chapter 8 - 8. Akhir dari mimpi serta perjalanan kali ini

Boneka dan Kekosongan.

Ruangan kamar tempatku terbangun terlihat seperti 2 ruangan yang tercampur menjadi 1.

Di ranjang yang sedang ku duduki terdapat banyak boneka lembut berbentuk kue yang bergeletakan. Tetapi di bagian sudut ruangan tidak berisi apapun, hanya ada kekosongan disana.

Berada disini membuatku nyaman, namun disaat yang sama aku tidak ingin berlama-lama disini.

Aku dengan segera membuka pintu kamar dan keluar dari ruangan yang memusingkan ini.

Tetapi situasi tidak berubah, aku memperhatikan kanan-kiri lorong dan tidak melihat adanya ujung.

Aku sudah berjalan melewati lorong cukup lama, tetapi lukisan-lukisan yang ada di dinding tidak berubah sama sekali. Hal ini membuatku semakin bosan.

Aku juga sudah memeriksa setiap ruangan yang ada, sama seperti kamar tempatku terbangun, semua ruangan tercampur dengan ruangan lain.

"Karma!" teriakan seseorang terdengar dari belakangku.

Kebetulan saat aku sudah bosan dengan lorong tak berujung Mea datang menghampiriku "Mea, apa kau baik-baik saja? baru pertama kali ini aku melihatmu terengah-engah seperti itu"

Benar-benar pemandangan langka, kapan lagi aku bisa melihat Mea yang panik dan kehabisan nafas.

"Daripada itu, apa kau paham tentang situasi kita?" ucap Mea sembari menata nafasnya.

"Sama sekali tidak paham, sebenarnya kita sedang ada dimana?"

"Aku masih belum yakin, tetapi sepertinya kita sedang berada di ruangan yang dibuat oleh seseorang. Kemungkinan besar buatan penyihir. Hanya saja aku tidak bisa merasakan keberadaan si pembuat ruangan sama sekali"

"Apa kau bisa menghancurkan ruangan ini?" tanyaku penasaran.

"Jangan bercanda, bagaimana bisa aku menghancurkan ruangan ini kalau pembuatnya saja tidak ada"

"Lalu bagaimana caranya?"

"Aku membutuhkan petunjuk, Karma menurutmu ruangan ini apa?"

Cara dia bertanya sedikit membingungkan, Mea sepertinya memang benar-benar panik.

Aku memandang langit-langit, mencoba untuk mengingat sesuatu "Yue...?" aku mengucapkan apa yang terlewat di kepalaku.

Karena sejujurnya, aku tidak terpikirkan apapun selain boneka kue yang pasti disukai Yue.

"Yue? apa hubungannya dengan ruangan yang dibuat penyihir?"

"Tentu saja ada. Aku yakin kalau tempat kita berada adalah rumah Yue"

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Kesini"

Aku mengantarkan Mea ke ruangan tempatku terbangun kepada Mea.

Sedikit hal yang tidak kuduga adalah raut wajah Mea yang terlihat tidak asing dengan ruangan kamar.

"Bagaimana menurutmu?" tanyaku.

Mea memperhatikan keseluruhan ruangan sekali lagi "Sekarang aku sudah paham"

"Apanya?"

Hebat juga Mea, langsung paham hanya dengan melihat ruangan kamar dengan sekilas.

"Ruangan yang dibuat penyihir ini, menjadikan Yue sebagai inti atau wadahnya. Seharusnya kita bisa langsung keluar kalau menemukan inti ruangan. Tetapi karena aku ada disini, keseimbangan hancur dan menjadi tercampur aduk"

Aku tidak paham sama sekali, tetapi untuk sekarang aku akan berpura-pura paham saja "Hmm... Aku paham"

"Yang berarti kita tinggal mencari Yue kan? kau bisa menemukannya?" tanyaku.

"Sedikit sulit, tetapi bisa"

Tanpa basa-basi kami keluar dari ruangan dan pergi ke tempat Yue berada.

"Tetapi bagaimana cara kita mencarinya? lorong ini tidak ada ujungnya" tanyaku, aku sedikit penasaran bagaimana Mea melewati lorong tak berujung.

"Seharusnya dengan membuka pintu yang benar kita bisa sampai ke ruangan yang berbeda"

Mea membuka pintu salah satu ruangan.

"Ruangan ini sudah pernah kubuka, kalau benar aku pasti sudah ada di tempat yang berbeda kan?"

"Apa kau masuk kedalamnya?"

"Tidak"

Aku dan Mea masuk kedalam ruangan, Mea menutup pintu tersebut lalu membukanya sekali lagi.

"Begini caranya" ucap Mea menunjukan pintu yang mengarah ke tempat berbeda dari sebelumnya.

"Bagaimana bisa... Bukankah tempat ini hanya lorong tidak berujung dengan ruangan yang sama?"

"Tentu saja bukan, hanya terlihat seperti itu saja. Aku sudah memeriksanya, setidaknya ruangan ini luasnya mencapai 1 kilometer atau bahkan lebih. Dan kebanyakan memperlihatkan ruangan yang sama"

"Lalu ruangan ini bagaimana bisa terhubung ke ruangan lain? seharusnya hanya ke lorong tadi kan?"

"Anggap saja kalau ruangan ini terhubung ke dua tempat"

"Oh... Benar juga" akhirnya aku bisa paham.

Dengan mengulang cara tadi, kami terus melewati berbagai ruangan. Tidak semua yang kami lewati benar. Beberapa kali Mea salah memasuki ruangan dan harus mencari ulang.

"Tetapi, kalau dipikir-pikir ruangan ini sangat besar ya... Apakah kau bisa membuat ruangan sebesar ini juga?"tanyaku.

"Besarnya ruangan juga memperlihatkan kekuatan si pembuat, semakin besar ruangan semakin besar mana yang dipakai. Sayangnya aku hanya bisa membuat setengah dari ruangan ini"

"Berarti... Penyihir yang membuat ruangan ini lebih kuat darimu?"

"Aku termasuk penyihir yang lemah, bahkan ruangan seluas ini tidak seberapa bagi penyihir yang menyandang nama terkuat"

Aku selalu mengira kalau Mea adalah penyihir yang sangat kuat, tetapi sepertinya pemikiran itu salah.

Mea menatapku "Tetapi, penyihir terkuat pun juga bisa dikalahkan oleh penyihir lain. Karena itulah, aku cukup yakin bisa menang dalam pertarungan melawan penyihir selevel ini"

Rasanya, Mea sedikit lebih berekspresi daripada saat pertama kali ku bertemu.

"Mea, kau cukup sombong juga ya... Kalau begitu aku akan lebih mengandalkan mu nanti"

"Benarkah? sebagai seorang penyihir aku memiliki ramalan... Kalau kau akan menjadi jauh lebih kuat dari ku"

"Kau juga mulai bisa bercanda kah? hal seperti itu tentu saja tidak mungkin terjadi"

Mea tidak menjawab apapun, lalu meneruskan langkah. Dan lebih cepat dari yang kuduga kami sampai di tempat Yue.

Tanpa pikir panjang aku langsung membuka pintu kamarnya.

Yang kulihat di dalam kamar tersebut adalah ruangan satu-satunya yang tidak bercampur dengan ruangan lain.

Hanya kamar miliknya sendiri, yang berisi boneka lembut, ranjang empuk dan nyaman, dengan warna ruangan yang cerah.

Aku mendekati Yue yang sedang tidur di ranjangnya, jendela di dekatnya terbuka dan memperlihatkan luasnya langit serta awan putih yang lembut.

Semua ini masih terasa seperti mimpi.

Melihatnya tertidur begitu nyaman membuatku sedikit susah untuk membangunkannya, tetapi mau bagaimanapun kami harus pergi dari sini.

"Yue cepat bangun!" ucapku sambil menggoyangkan tubuhnya.

Setetes air mata menuruni pipinya, aku bisa merasakan sedikit rasa sedih dari Yue yang terbangun.

"Selamat pagi, apa mimpimu seindah itu sampai-sampai kau tertidur begitu pulas?"

Yue yang sudah terbangun menatapku dengan wajah sebalnya "Selama di mimpiku tidak ada dirimu di dalamnya, maka aku bisa menyebutnya sebagai mimpi indah"

Padahal aku ingin menghiburnya karena dia terlihat sedih, tetapi niatku langsung menghilang seketika.

"Kau masih saja menyebalkan ya, daripada itu cepat kita keluar dari sini"

"Hmm? kenapa keluar? malahan kalian menginap saja di rumahku, ada banyak kamar yang kosong juga"

Yue sepertinya masih belum sadar.

"Aku juga ingin, tetapi sayangnya kita tidak sedang berada di rumahmu. Kau ini ghost, apa kau lupa kalau kau sudah mati?"

"Kau benar juga... Lalu kita sedang berada dimana?"

"Mungkin dari ingatanmu, cepat keluar dari tempat tidur, aku sudah lelah dengan mimpi seperti ini"

"Baiklah..." ucap Yue lirih.

Yue mengusap air mata yang berada di pipinya, melihat ke sekeliling ruangan, tatapannya menunjukkan kesepian. Padahal ruangan ini sangat cerah, tetapi rasanya aku merasa sedikit... Sedih.

Lalu Yue beranjak dari tempat tidur dengan wajah yang masih belum sepenuhnya percaya akan semua hal ini.

Kami kemudian membuka pintu kamar dan keluar, kembali ke desa yang tadi.

"Akhirnya kita keluar dari mimpi tak berujung itu... Sangat melelahkan..." keluhku.

Mea menatapku "Mimpi tak berujung? tidak usah berlebihan, kita hanya terjebak di ruangan yang dibuat oleh penyihir"

Mungkin saja hanya aku yang melihat berbagai mimpi tidak jelas itu, sedikit sedih rasanya saat tahu kalau hanya aku yang merasakannya.

"Cepat gerakan kaki mu Karma! kita akan keluar dari hutan ini!" teriak Yue.

"iya..."

Aku sepertinya masih akan kelelahan mengurusi anak kecil ini.

Entah sejak kapan, Yue berada di depan dan memimpin jalan. Padahal sebelumnya dia tidak mengerti jalan disini sama sekali.

Aku sedikit khawatir dengan hal itu, tetapi setelah melewati jalan yang sedikit susah untuk dilewati, kami bisa melihat cahaya matahari dan pemandangan luas dari balik pepohonan.

Yue seketika berlari "Lihat Karma! pemandangan luas!"

"Akhirnya setelah ini kita bisa beristirahat, aku sudah sangat lelah"

Yue berlari melewati akar-akar pohon yang menjalar "Cepat Karma!"

Dia tidak takut jatuh sama sekali ya...

Tetapi Yue terlihat menabrak sesuatu "Ah! Sakit!" Teriak Yue yang jatuh.

"Kau baik-baik saja? makanya jangan berlarian sembarangan, kau pasti tidak memperhatikan jalanmu kan?"

"Sembarangan! Aku memperhatikan jalanku!"

Yue berdiri dan mencoba untuk berjalan melewati pepohonan lagi. Hanya perlu melewati pepohonan terakhir untuk sampai ke jalan utama.

Tetapi tetap saja Yue tidak bisa melewatinya "Apa ini? tembok tidak terlihat?" ucap Yue.

Mea datang menghampiri kami "Yue apa kau lupa kalau kau adalah ghost? Kalau tidak salah, ghost tidak bisa menjauh dari tempat kematiannya, jadi..." jelas Mea.

Raut wajah Yue memberitahukan kalau dia baru sadar, lalu senyum dan wajah riangnya sedikit memudar.

Aku juga sedikit terkejut mendengarnya, kukira perjalanan akan berlanjut lagi dengan mulus tetapi sepertinya tidak.

"Itu... Benar juga, aku lupa" Yue tersenyum, tetapi bukan senyum yang bersemangat.

Aku juga harus memikirkan suatu cara, agar bisa tetap melanjutkan perjalanan bersamanya.

"Mea apakah ada cara untuk membuat Yue menjauh dari hutan? atau kau bisa menghancurkan dinding tak terlihat ini?"

Mea menggelengkan kepalanya "Aku tidak tahu caranya, aku juga tidak bisa menghancurkan dinding yang tidak terlihat dan tidak bisa kusentuh" jawabnya.

"Sepertinya ini akhir dari petualangan ku, kita berpisah disini Mea, Karma" ucap Yue dengan senyuman.

"Cepat sekali kau menyerah, aku akan mencari cara untuk membuatmu keluar dari hutan yang menyeramkan ini. Tenang saja" ucapku.

Tetapi sejujurnya, aku juga tidak tahu cara untuk membuat Yue keluar dari hutan.

"Aku akan kembali ke dalam hutan, kalian tunggu saja disini" ucapku.

"Tetapi Karma..." sepertinya Yue ingin menghentikan ku, tetapi tidak jadi.

Mea juga hanya diam membiarkanku pergi, mereka pasti berpikir kalau hal yang kulakukan adalah hal yang sia-sia.

Karena itu aku harus membuktikan dan menunjukan kepada mereka kalau aku bisa melakukannya. Ya walaupun aku sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya harus kulakukan.

Untuk sekarang aku berpikir untuk kembali ke desa atau reruntuhan, mungkin saja ada petunjuk disana.

Semakin aku pergi kedalam hutan, aku merasa sedikit aneh. Seharusnya aku sudah sampai di desa yang tadi, tetapi aku tidak menemukannya.

Apa aku tersesat?

Di tempat seharusnya desa berada, aku berjalan melewati pohon-pohon aneh berbentuk jamur. Suasananya masih sama seperti saat di desa, gelap dan berkabut.

Setelah mencari sesuatu yang tidak jelas, aku hampir saja menyerah. Tetapi ada yang menarik perhatianku.

Bunga besar berwarna merah yang dikelilingi batu berbentuk segi lima yang seukuran dengan bunga tersebut.

Aku mendekatinya, kemudian ingatan demi ingatan terus berdatangan. Semuanya tidak begitu jelas, hanya samar-samar yang terlihat.

Tetapi ada satu ingatan yang terpampang dengan jelas.

"Kunci untuk membebaskan ku adalah... Jiwa di penjara duri. Reruntuhan dan bunga" ini adalah perkataan Yue di mimpi.

Reruntuhan dan bunga, dengan mengikuti kata itu aku mencari bunga biru dan kembali ke reruntuhan.

Setidaknya aku memiliki hal yang jelas disini, yaitu tumpukan batu yang seperti makam.

Aku yakin kalau tumpukan batu tersebut adalah hal yang bisa dijadikan petunjuk, tetapi setelah memperhatikan area di sekitarnya, tidak ada yang bisa kutemukan.

Menyentuh batu berbentuk segi lima yang membawaku ke mimpi juga tidak bereaksi apapun.

Lalu aku menyadarinya, kalau bunga biru yang menuntun jalan masih berlanjut.

Aku kembali mengikuti jalan yang ditunjuk bunga. Kali ini aku sampai di tempat yang dikelilingi duri-duri raksasa.

Sedikit lemah tetapi aku bisa melihat cahaya di dalam duri-duri tersebut.

"Apakah itu..." gumam ku memperhatikan bola bercahaya hitam-putih di tengah-tengah duri.

Mungkin bola cahaya itulah yang menyebabkan Yue tidak bisa menjauh dari tempat kematiannya.

Kalau aku menghancurkannya mungkin saja Yue bisa keluar dari hutan.

Aku memperhatikan sekitar untuk memikirkan cara masuk kedalam. Duri-duri raksasa tersebut tidak menutup jalan sepenuhnya, masih ada sela-sela yang bisa dilewati manusia, walaupun masih ada kemungkinan mati karena tertusuk.

Aku juga tidak tahu kalau tumbuhan duri itu beracun atau tidak.

Tanpa memikirkannya lebih lama, aku menerobos masuk. Mau bagaimana lagi aku hanya bisa berharap kalau duri ini tidak beracun.

Sedikit demi sedikit mendekati cahaya, seperti yang kuduga tidak semudah itu untuk melewati duri. Mulai dari kaki, tangan, tubuh sampai wajah semuanya penuh dengan luka.

Beberapa kali tanganku juga tertusuk duri cukup dalam. Bisa saja aku mati kehabisan darah, tetapi untungnya aku bisa melewatinya dan mencapai bagian dalam.

Hanya saja...

Bola tersebut berada di tengah-tengah lumpur hitam yang kelihatannya lengket, apalagi cukup luas dan terlihat dalam.

Aku memasukan kaki ke dalam lumpur, dan lebih dalam dari yang kuduga, ditambah menjijikkan rasanya. Untungnya tidak begitu jauh untuk mencapai bola tersebut, hanya dengan beberapa langkah lag-

"Karma! cepat bangu-"

Wajah dan suara yang kukenal, dia adalah ibuku tidak salah lagi.

Wajah ibuku yang samar terlihat "Sudah hampir jam tujuh, nanti kau telat sekola...."

Aku menarik nafas sedalam-dalamnya.

Sesaat aku hampir saja tenggelam di ingatan yang tiba-tiba muncul, lumpur di bawahku terlihat seperti tangan yang memanjang dan berusaha untuk menarik ku ke dalam. Aku mengusap wajah yang tadinya tertutup lumpur lalu lanjut berjalan.

Aku harus tetap sadar, kalau tenggelam semuanya aka-

"io, mau bermain bermain denganku?"

Ingatan yang samar-samar tentang adikku muncul.

Tetapi aku secepatnya menyadarkan diriku, maju selangkah agar secepatnya bisa mencapa-

"Karma apa kau sedang melamun? tentang wanita kah?"

Suasana kelas, dan teman-teman.

"Karma melamun tentang wanita? bukankah itu tidak mungkin, orang suram sepertinya tidak mungkin memikirkan wanita. Hahaha"

"Hentikan, kasihan Karma kan. Dia juga pria, memimpikan wanita adalah hal yang normal"

"Aku..."

Tersadar, lumpur yang tadinya hanya sampai lutut tiba-tiba naik sampai setinggi perut. Tinggal sedikit lagi, dan aku bi-

"Kenapa... Aku masih hidup?"

Ruangan kamar yang gelap, tidak ada apapun didalamnya kecuali kursi, meja, dan ranjang.

"Dan kenapa kau berjuang untuk mendapatkan hal yang jauh lebih tidak berharga?"

Aku melihat diriku menatapku.

Tidak bisa menjawab atau bergerak.

"Benarkah? bagimu kehidupan di dunia ini jauh lebih berharga?"

Aku ingin menjawabnya.

"Kau tidak sebodoh ini kan?"

Aku ingin bilang Ke diriku di masa lalu, kalau di masa depan aku akan jauh lebih menghargai kehidupan ku.

"Walaupun begitu, seharusnya kau tidak berjuang untuk menjadi dirimu di masa lalu"

Aku tida-

Tanpa sadar aku sudah memegang bola bercahaya. Mau lumpur yang menenggelamkan ku ataupun duri yang menembus tubuhku, semuanya sudah menghilang.

Sesaat setelah memperhatikan sekitar, aku baru sadar kalau aku berada di reruntuhan di depan tumpukan batu.

Masih dengan perasaan tidak jelas aku berjalan ke tempat Mea dan Yue berada.

"Karma! kenapa kau penuh luka...?" Yue menyambutku.

Sebisa mungkin aku melupakan semua ingatan yang kulihat dan berusaha untuk terlihat ceria.

"Karma, biarkan aku menyembuhkanmu" ucap Mea.

"Terima kasih Mea"

Aku menunjukan bola bercahaya yang kubawa "Mea, menurutmu bola apa ini?"

Setelah menyembuhkan luka ku, Mea memeriksanya.

Dan dengan cepat Mea memahaminya "ini adalah jiwa milik Yue, bagaimana bisa kau mendapatkannya?"

"Jiwanya Yue?! aku mendapatkannya jauh di dalam tumbuhan berduri raksasa"

Tidak kusangka kalau bola berwarna hitam-putih ini adalah jiwa milik Yue, untung saja aku tidak langsung menghancurkannya.

"Oh... Tempat itu ya, aku sering bangun tidur disana. Ternyata bola ini adalah jiwaku, kukira inti hutan atau semacamnya" ucap Yue.

Mendengar jawaban kami, Mea memberikan raut wajah yang seakan pasrah dengan kami "Kalian sangat bodoh ya..."

"Apa kalian tidak tahu kalau jiwa seorang ghost hanya bisa dilihat oleh pemiliknya, tidak mungkin bagi orang lain untuk melihat atau memegangnya" lanjut Mea.

Kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan Mea masuk akal juga.

"Kau benar juga... Tetapi dengan ini Yue bisa keluar dari hutan kan?"

Yue mencoba berjalan melewati pohon dan berhasil keluar dari hutan "Benar, aku bisa keluar keluar dari hutan" ucap Yue memperlihatkan raut wajah penuh senyum.

Lalu Mea menyela kebahagiaan kami dengan pertanyaan "Bukankah Ghost tidak bisa menjauh dari tempat kematiannya, bukan dari jiwanya?"

Perlu sedikit waktu untuk berpikir. Tetapi tidak menemukan jawaban apapun.

"Mungkin saja pemikiran itu salah kan? bisa jadi yang benar adalah kebalikannya. Sudahlah... Tidak perlu memikirkan hal yang rumit, yang terpenting semuanya terselesaikan dengan baik kan"

"Benar sekali!" ucap Yue yang lebih bersemangat dari biasanya.

Dan seperti biasa Yue langsung berlarian "Kalian berdua cepatlah! matahari sudah hampir terbenam!"

"Baiklah!" jawabku.

Dengan berakhirnya mimpi tak berujung itu Serta masalah mengenai jiwanya Yue, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Zerdia.

Langit sudah memerah kegelapan, matahari juga semakin tenggelam.

Dengan ini, akhirnya perjalanan hari ini telah berakhir.