Chereads / Melawan Kemustahilan / Chapter 7 - 7. Tersesat di Dalam Mimpi

Chapter 7 - 7. Tersesat di Dalam Mimpi

Perjalanan menuju kota selanjutnya sudah dimulai.

Dan Yue sudah langsung berlarian kesana-kemari dengan bebasnya.

"Jangan berkeliaran terlalu jauh, kita harus secepatnya sampai di kota selanjutnya"

Yue yang mengejar kupu-kupu langsung menghentikan larinya "Memangnya kota yang kalian tuju itu apa?"

"Kota Zerdia"

"Oh, kota Zerdia kah. Tetapi apakah tidak masalah pergi ke kota itu bersama dengan... Penyihir?" tanya Yue.

"Memangnya kenapa?"

"Jangan-jangan kak Karma tidak tahu apa-apa tentang kota Zerdia? apa perlu kuberitahu?" menyebalkan melihat wajah sombongnya lagi.

"Tidak perlu, aku bisa bertanya pada Mea, benar kan Mea?"

Wajah Mea mengukir ketidakmauannya.

Tetapi Mea tetap menjelaskannya kepadaku "Kota Zerdia adalah kota yang berada dibawah kekuasaan sebuah agama, yaitu agama Relian yang menyembah Dewi keselamatan Romusha. Kurang lebih seperti itu" jelas Mea.

"Lalu apa masalahnya dengan penyihir?"

"Hubungan antara agama dan penyihir sangat buruk, agama tidak menerima keberadaan penyihir, dulu juga agama Relian pernah melakukan pemburuan terhadap para penyihir" jawab Mea.

"Apakah semua agama seperti itu?"

"Benar"

Kalau memang yang dijelaskan Mea benar, akan susah untuk bergerak di perkotaan. Apalagi yang kental akan agama.

"Ya selama kau tidak ketahuan tidak akan ada masalah kan?" tanyaku.

"Seperti itulah"

"Apakah benar begitu? menurutku masalahnya tidak akan selesai hanya dengan menyembunyikan dia" ucap Yue.

"Kenapa?"

"Soalnya akan ada tanda seperti mimpi buruk saat penyihir datang ke kota kan? kalau begitu para Lusp apalagi Punisher pasti tidak akan tinggal diam. Mereka pasti bersiap untuk mencari dan melenyapkan penyihir yang datang"

"Lusp? Punisher? bisakah kau menjelaskan tentang kata itu terlebih dahulu?"

Yue mengukir wajah heran "kau tidak tahu tentang Lusp dan Punisher? bahkan orang kampung saja tahu akan hal itu!"

Rasanya seperti di ejek olehnya tetapi juga susah untuk menjawabnya. Aku tidak punya pilihan lain selain mengarang cerita.

"Desa yang ku tinggali sangat terpelosok, pengetahuan umum seperti itu tidak diajarkan di desaku. Jangan mengira semua orang mengetahui hal yang kau ketahui"

Yue masih terlihat tidak yakin denganku.

"Yah terserahlah, Lusp itu orang suci yang biasanya memimpin doa di tempat berdoa, Lusp juga orang yang membawa dan membacakan kitab dari agama Relian, nama kitab tersebut adalah Deheart. Lalu Punisher, mudahnya orang yang memiliki kekuatan untuk menghukum, beberapa agama lainnya juga memiliki Punisher. Paham?" Jelas Yue secepat dan sesingkat yang dia bisa.

Sayangnya aku tidak terlalu paham akan agama di dunia ini. Karena terlihat sedikit rumit jadi aku akan mengabaikannya untuk sekarang.

"Aku paham, yang berarti para Lusp itu yang akan bersiap untuk melenyapkan penyihir?"

"Lusp hanya memberi perintah, yang akan bergerak adalah punisher dan pengikut lainnya"

"Oh... Seperti itu..." aku tidak terlalu tertarik.

Yue memperlihatkan wajah marah ketika melihat aku yang tidak terlalu peduli.

"Kau terlalu meremehkan kekuatan agama! sudahlah! nanti juga kau akan tahu akibatnya, setidaknya akan kuberitahu satu hal kepadamu, kota Zerdia berada di kerjaan Rowell. Kerajaan yang dipenuhi umat Relian"

"Ya setidaknya kuucapkan terima kasih" ucapku.

Yue yang kesal menandakan berakhirnya topik tentang kota Zerdia. Perjalanan terus berlanjut dan tidak terasa kami sudah berjalan cukup jauh.

Setidaknya kami sampai di hutan yang terhubung ke jalan menuju kota Zerdia. Hanya perlu melewati hutan ini dan kami bisa beristirahat di desa selanjutnya.

Lalu kami memasuki hutan.

Hutan yang sedikit aneh dan terasa mengerikan, padahal terang tetapi rasanya pandanganku sedikit gelap.

"Mea... Apakah jalannya sudah benar? rasanya hutan ini sedikit aneh" tanyaku.

"Aku juga tidak tahu, seharusnya dulu aku pernah melewati hutan ini tetapi aku merasa asing"

Aku menjadi tidak yakin dengan perjalanan kali ini.

"Yue bagaimana denganmu, apa kau tahu jalan yang benar?"

"Ntah..."

Dan aku juga tidak bisa mengandalkan Yue, kalau tidak bisa mengandalkan mereka berdua aku tidak bisa apa-apa selain terus berjalan maju.

Untungnya selang beberapa waktu, ada desa yang terlihat.

Tetapi apa desa di tengah hutan itu hal yang biasa? entahlah mungkin aku saja yang kurang pengetahuan.

"Lihat Karma ada desa disana! percepat langkahmu dasar lamban" Yue bersemangat.

"Iya iya" jawabku.

Tetapi saat aku hendak mempercepat jalan, dadaku tiba-tiba terasa sakit dan sesak, akibatnya aku hampir saja terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

"Karma kau kenapa?" Mea bertanya.

"Tidak ada, hanya... Sedikit lelah"

Aku tidak ingin membuat Mea khawatir jadi aku mengalihkan pembicaraan "Yue sudah menunggu, cepat kita kesana" lanjutku.

Sesampainya kami di desa rasa sakit serta sesak di dadaku semakin parah, ditambah pandanganku juga semakin kabur.

Ini gawat, aku bisa saja pingsan kalau terus seperti ini.

"Mea... Yue... Aku-" dengan nafas terengah-engah aku berbicara.

Tetapi mereka berdua tidak ada di belakangku.

Situasi menjadi semakin gawat, tanpa bisa memikirkan apapun aku hanya bisa terus berjalan dan mencari mereka berdua.

Mungkin karena kondisiku yang buruk jadi aku baru menyadarinya, kalau desa ini terlalu menyeramkan dan sunyi. Padahal banyak warga yang terlihat tetapi mereka tidak bergerak ataupun saling berbicara. Tatapan mereka yang kosong terlihat bagai manusia mati yang tidak bernyawa.

Kondisiku terus bertambah parah, melangkahkan kaki saja sudah sangat berat untukku apalagi nafasku juga tidak bisa diatur.

Aku memutuskan untuk duduk bersandar di pohon yang ada di dekatku. Benar-benar sesak, dadaku serasa dibakar.

Rasanya... seperti mendekati kematian.

Tiba-tiba seorang wanita mendekatiku. Masih tidak terlalu jelas karena pandanganku yang kabur, namun aku bisa melihat wanita tersebut membawa bunga di tangannya.

Berbeda dari penduduk lainnya dia benar-benar mati, itulah yang kurasakan ketika melihatnya.

"Bawalah bunga ini lalu ikuti jejaknya" Dia menyerahkan bunga yang dibawanya kepadaku lalu pergi begitu saja.

Sesaat setelah memegang bunga yang diberikan olehnya, rasa sakit dan sesak di dadaku langsung menghilang.

Akhirnya aku bisa tenang. Tetapi aku tidak bisa hanya duduk disini. Mungkin aku akan mengikuti apa yang dikatakan wanita tadi, mau bagaimanapun aku hanya bisa berharap kalau bunga ini menjadi petunjuk Mea dan Yue berada.

Bunga yang diberikan olehnya berwarna biru tua di bagian tengah kelopak, tetapi juga disertai warna putih di bagian ujungnya. Kukira bunga ini istimewa karena bisa menyembuhkan semua sakit yang kurasakan.

Nyatanya tidak, aku bisa menemukan banyak bunga yang sama tumbuh di sekitarku.

Hanya saja ada sedikit keanehan yang terlihat, arah tumbuhnya bunga ini sejajar, lalu aku sadar kalau bunga ini adalah penunjuk jalan.

Mungkin ini yang dimaksud oleh wanita tadi dengan "mengikuti jejaknya".

Tanpa pikir panjang aku berjalan mengikuti bunga ini, cukup jauh sampai keluar dari desa dan sampai di reruntuhan tua.

Memperhatikan reruntuhan ini, ada sesuatu yang menarik perhatianku yaitu tumpukan batu yang menjulang setinggi badanku.

Tumpukan batu tersebut terlihat seperti sebuah makam seseorang. Di sekitarnya juga tumbuh banyak bunga yang seperti tadi. Batu yang berada di paling bawah terlihat berbeda dari batu yang lainnya.

Batu tersebut berwarna hitam pekat, berbentuk segi lima yang tidak sempurna dan bersinar di tengahnya.

Aku menyentuhnya karena penasaran, lalu pandanganku menjadi gelap.

Tidak begitu lama untukku sadar.

Hal pertama yang kulihat setelah sadar adalah pemandangan yang sangat cerah.

Langit biru yang luas... Disertai awan lembut berwarna putih. Sekarang aku sedang berbaring di luasnya rerumputan hijau berbau manis gula.

Semilir angin yang melewati rerumputan dan tubuhku membuatku semakin ingin berbaring lebih lama lagi.

Ini sangat nyaman.

Tetapi aku tetap harus bangun, dunia yang seperti ini sudah pasti hanya ada di mimpi.

Tetapi mimpi apa ini?

Awannya membentuk kue, rerumputan hijau yang sangat harum seperti gula, lalu pepohonan yang berbentuk permen. Dunia mimpi seperti ini tidak salah lagi milik anak-anak.

Tetapi mimpi anak kecil yang indah ini seakan dicampur dengan perasaan sedih yang ringan. Seperti menunjukan mimpi yang tidak terwujud.

Mungkin mengelilingi tempat ini dan mencoba menjilat pohon permen itu akan menyenangkan, pikirku.

Tetapi setelah melangkahkan kaki untuk pergi, pemandangan berubah seketika.

Semuanya gelap, kecuali satu cahaya besar yang ada di depanku. Apakah aku terlalu ketakutan sampai aku tidak bisa bergerak? aku yakin seperti itu.

Cahaya besar di depanku adalah mata. Tidak salah lagi.

Mata yang berwarna kuning menyala disertai merah darah di pupil tajam nya. Rasa takutku semakin naik bersamaan dengan nafasku yang kacau dan tubuhku yang gemetar ketakutan.

Mati.

Itulah pesan yang diberikan oleh mata tersebut.

Lalu mata yang memberikan pesan Kematian itu perlahan menutup, sampai membuat kegelapan sempurna yang menyesatkan pikiranku.

Seiring pemandangan berubah, aku melemaskan tubuhku dan terjatuh. Dengan segera aku memperbaiki nafasku yang kacau, tubuhku juga masih belum berhenti gemetaran.

Dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya aku berhasil menenangkan diri, aku menaikan pandanganku ke langit dengan rasa lega.

Bersamaan dengan diriku yang semakin tenang, suara disekitar yang terus bertambah berisik terdengar melewati telingaku. Aku sudah tenang, tetapi langit yang berwarna merah merona membuat perasaanku menjadi buruk kembali.

Kerumunan yang mengelilingi panggung terlihat setelah aku mengganti pandanganku ke depan. Teriakan mereka yang meminta keadilan tertuju pada panggung hukuman. Kakek tua dengan wajah pasrah diikat dan didampingi oleh prajurit bertopeng yang membawa pedang besar.

Ini adalah eksekusi, aku sadar akan hal itu.

Tetapi aku tidak sempat untuk memalingkan pandangan.

Pedang besar yang dipegang sang prajurit memutus leher dan menerbangkan kepala si kakek.

Tangisan lalu terdengar di sampingku, tangisan dari gadis kecil menyebalkan yang kukenal. Terlihat begitu sakit, aku ingin menenangkannya dan membuatnya ceria seperti biasanya.

Tetapi pemandangan kembali berubah.

Dengan wajah yang kacau aku melihat sekeliling bagai orang gila, keringat membasahi seluruh tubuhku dan ingatan yang tidak jelas memenuhi kepalaku.

Langit biru, hijaunya pepohonan lalu Mea dan Yue yang duduk di depanku. Aku akhirnya bisa benar-benar tenang.

"Mea... Yue... untunglah kalian ada disini, akhirnya aku bisa keluar dari mimpi buruk" ucapku dengan nafas terengah-engah.

Namun ada yang aneh, mereka tidak mengatakan apapun.

Mata dengan tatapan kosong dan wajah datar yang tidak kukenal.

"Kalian... Kenapa diam saja?"

Aku benci mengatakannya, tetapi sepertinya aku masih berada di dalam mimpi.

Mereka berdua menatapku selaras, begitu mengerikan melihat mata mereka yang kosong.

"Mimpi buruk ini tidak akan pernah berakhir, impian yang dikejar tidak akan pernah dicapai. Tetapi kau bukanlah keduanya, bukan salah satu dari mereka. Manusia lemah, tolong bebaskanlah mereka dari kutukan tak berujung" Mereka berdua mengatakannya secara bersamaan.

Apa yang dimaksud oleh mereka?

"Kunci untuk membebaskan ku adalah... Jiwa di penjara duri. Reruntuhan dan bunga" kali ini hanya Yue yang berbicara.

Aku masih belum bisa memahami semuanya, kepalaku dipenuhi hal yang tidak bisa kumengerti.

Tetapi aku harus melihat pemandangan yang berbeda sekali lagi.

Rangan kamar yang penuh boneka namun kosong.