Herra mengatur napasnya yang naik turun. Ia menetralkan degup jantungnya yang menggila. Hatinya masih terasa amat sakit karena kejadian tadi.
Sepertinya dugaannya itu memang salah. Enggak seharusnya ia mengira presdirnya itu adalah Rizhan. Memang sih nama mereka sama. Tapi, sifat mereka sangat bertolak belakang. Presdirnya itu selalu menampilkan wajah yang datar. Sedangkan Rizhan itu murah senyum. Benar-benar sangat berbeda bukan?
Apalagi presdirnya itu mempunyai tunangan. Mending dia mengambil langkah untuk menjaga jarak. Daripada akan menimbulkan gosip yang tak enak nanti. Hidupnya ini sudah cukup tenang. Ia tak mau lagi seperti dulu.
'kring-kring'
Perhatian Herra langsung teralihkan begitu suara dering telpon di meja kerjanya. Segera ia mengangkat telpon itu.
"Halo. Dengan sekretaris Herra di sini. Ini siapa ya?" tanya Herra dengan sopan.
["Ini aku bosmu. Segera ke ruanganku sekarang," perintah Rizhan seraya menutup sepihak panggilan itu.]