Sudah berapa lama Ilona meninggalkan kediaman Barenice?
Dua Minggu? Atau bahkan lebih ….
Terlalu sering hidup di tempat-temoat luas. Bahkan kerajaan pun pernah dia tempati.
Jadi ketika Ilona berdiri di halaman rumahnya, terasa sangat sederhana. Atau bahkan kecil. Hanya halaman yang tak begitu luas. Lalu rumah lebar dan panjang ke belakang— terlihat kini baginya.
Sudah dipastikan, di belakang ujung kediaman sana— sebuah kandang kuda. Ah, Ilona hanya beberapa kali berlatih. Setelahnya tidak lagi. Kandang kuda itu sangat bau menyengat. Lebih menakutkan dari pada tumpukan sampah di bawah jembatan beton.
Dan, baiklah. Ramos benar-benar sangat baik hati.
Bayangkan. Lelaki itu mengantarnya ke kediaman ini. Padahal, kediamannya sendiri sudah terlewat jauh. Dia lebih mengutamakan untuk … Ilona?
Waw, perempuan itu merasa tersentuh.
Bahkan beberapa pengawal dari Ramos ikut menjaga sejak tadi.
"Kenapa?"
Ilona menoleh ke samping. Memandangi lelaki dengan postur rupawan dan tinggi menjulang.
"Kenapa masih di sini? Masuklah," lanjut Ramos setelahnya.
"Oh. Ya ... tentu saja."
"Kau takut?"
Ilona menggeleng kuat. Enak saja! Dirinya dikatakan takut dengan ibu tiri dan ketiga anak gadisnya itu! Apalagi dengan Tuan Count yang tidak perlu memedulikannya, mungkin.
"Aku akan masuk, tentu saja." Ilona melangkah maju. Tapi, kemudian menolehkan kepala ke belakang. "mau ikut?"
Tidak terduga— karena Ramos benar-benar mengangguk dan mengikuti langkah Ilona. Masuk ke dalam sebuah rumah panjang dan lebar— dengan ruang utama cukup luas. Lantai berbahan keramik, yang mungkin tak sepadan dengan kediaman megah lain.
Disediakan beberapa sofa serta kursi berukuran besar sebagaimana ruang tamu berada.
Sepi.
Namun, setelahnya dari pintu samping depan hadapan Ilona— ibu tiri datang. Bersenandung senang dengan gaun merah mewahnya— dan banyak perhiasan menempel di beberapa bagian. Ilona yakin, bahwa semuanya palsu. Tuan Count pasti akan marah dan mengancam tak lagi membayar apapun, jika ibu tiri melonjak.
Namun, wanita yang seleranya tinggi itu tetap harus tampil di beberapa acara para bangsawan— dengan baik. Dia pandai berbicara, bahkan fakta salah dapat dijadikannya benar.
Langkahnya langsung berhenti saat menyadari sesuatu. Keberadaan Ilona dan Ramos sungguh membuat dirinya kaget.
Dia hampir tersandung ke belakang karena sepatu tingginya. Kemudian kembali lagi berdiri tegap. Deru napas cepat dari ibu tiri— dapat Ilona lihat secara jelas.
"Anda pasti kaget. Maaf, ya." Ilona menunjukkan senyum bagai perempuan tulus. Auranya sangat baik hati, bahkan membuat Ramos sendiri terkejut bukan main. "Bagaimana kabar dan aktivitas Anda selama saya pergi? Pasti menyenangkan. Saya sangat merindukan Anda." Dia berjalan mendekat. Lalu berhenti di jarak yang cukup bagi dirinya dan ibu tiri berhadapan..
Wajah menahan kesal itu— terpaksa ibu tiri hilangkan. Diganti dengan senyuman yang bahkan tak menyerupai sebuah kebaikan. Selagi tangannya memegang kalung dengan permata merah palsu, ibu tiri mengangguk kikuk. "Y–ya, ya. Tentu saja." Ia melirik sebentar ke arah Ramos. Sungguh, putra dari Duke Frederick benar-benar ada di sini. Orang yang sangat terkenal sedang berada pada satu ruangan yang sama padanya.
"O–oh ...." Ibu tiri menatap ke arah Ilona kembali. "Mengapa kau masih formal pada ibumu ini, Sayang. Tentu saja. Tentu saja aku juga sangat merindukanmu. Tanpa dirimu di rumah ini, sangatlah sepi."
Sudut matanya telah berlinang air mata. Menumpuk di sana, dan jika berkedip sekali saja— sudah pasti akan turun bebas melewati pipi.
[Wah, aktingnya membuatku kagum.] Ilona berbicara dalam hati— saat kemudian tiba-tiba ibu tiri memeluk dirinya.
"Ibuuu! Kak Shilla tadi menggangguku—" Sherly berhenti berlari ketika menyadari adanya sesuatu yang tak terduga. Membuat dirinya langsung mematung dengan raut wajah— sungguh kaget.
Gadis itu melirik ke arah ibunya, yang juga tengah menatap padanya— setelah menyelesaikan sesi pelukan dengan Ilona.
Disusul dengan Shilla serta Jeanne. Keduanya membuat reaksi yang sama. Terlebih— saat melihat keberadaan Ramos Frederick— yang meski hanya berdiri, auranya mencengkam ruangan.
Lalu, di sinilah mereka. Masing-masing duduk di tempat yang berbeda-beda.
Ilona dan Ramos duduk pada sofa panjang yang sama. Lalu, Shilla pergi ke dalam kamarnya dulu— yang mungkin saja hendak merapikan penampilan. Karena sadar, yang sedang ada di rumahnya adalah Ramos Frederick.
Lalu Shilla dan Jeanne duduk bersama. Sedangkan ibu tiri, memilih duduk pada kursi single yang sempat dia geser mendekati sofa yang ditempati Ramos. Seolah ingin lebih dekat untuk menarik perhatian— dan dapat leluasa nantinya berbincang.
"Tuan Muda, apa yang dapat saya bantu? Mungkinkah Anda menyukai teh gula batu? Atau ingin makan sesuatu? Kami akan menyajikan yang terbaik. Di kediaman ini, kami memiliki banyak koki—"
"Aku hanya ingin mengantar Nona Ilona." Ramos memutus secara sepihak.
"O–oh ... ya ...."
Mungkin, beberapa orang berpikir seperti, 'Nona? Tuan Muda memanggil gadis seperti itu dengan kata Nona?'
Jelas sekali. Apalagi dengan tatapan yang Shilla lemparkan.
Yah, untunglah bahwa Ilona tidak mudah tersulut emosinya. Ramos juga sadar akan hal itu. Begitu ingin berbicara lebih lanjut, pintu rumah terbuka.
Tuan Count baru saja pulang bekerja. Pakaiannya berbungkus dengan mantel hitam. Lalu membawa sebuah koper yang entah apa isinya. Wajahnya jauh lebih terkejut, begitu menyadari siapa yang bertamu di kediamannya ini.
Sejak dia melihat adanya beberapa pengawal dengan lambang familier, dia segera berlari masuk ke rumah.
Nyatanya, benar. Yang tengah bertamu adalah; Ramos Frederick.
"Putra Duke Frederick! Tuan Muda, bagaimana kabar Anda?" Tuan Count langsung menjatuhkan kopernya begitu saja. Berjalan cepat mendekati Ramos, dan menyuruh ibu tiri untuk bangkit.
Kursi kosong itu diduduki olehnya, sekarang.
Shilla serta Jeanne saling berpandangan. Lalu menatap ke arah ibu mereka yang hanya berusaha tersenyum dan bertingkah baik— meski harus berdiri. Meski keduanya memberi kode agar ibunya yang duduk di kursi mereka, tetapi tampaknya ibu mereka mengabaikan.
"Oh, bagaimana ini! Kalian bahkan tidak menyajikan apapun untuk Tuan Muda!" Tuan Count berteriak tidak suka. Menatap ke arah ibu tiri yang berusaha menjelaskan.
Namun, semua perdebatan itu kembali dipotong oleh Ramos. Dia muak mendengarkan hal-hal, yang dapat membuat telinga berdengung.
Entahlah, apa yang Ilona rasakan. Perempuan gitu terus terdiam dan bertindak biasa. Hanya membuat Ramos fokus ke padanya, dan semakin tak peduli dengan apapun.
Namun, perdebatan kedua orang itu tentu membuat tak nyaman. Sehingga dirinya menegur dengan penekanan.
"Berhentilah! Kalian berdua membuat telingaku hampir rusak!"
Mereka terdiam. Beberapa kali mengucapkan maaf, tetapi Ramos hanya menepis udara dengan salah satu tangannya. Seolah ingin menghentikan topik ini.
Ramos menatap Ilona sekilas, lalu berujar, "Tidak ada yang boleh membuatnya kesulitan. Tidak ada yang boleh melakukan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. Tidak boleh mengganggunya. Jika sampai melanggar hal itu, aku benar-benar akan membuat seluruhnya ... tanpa sisa."