Chereads / Memanfaatkan Tokoh Pria / Chapter 46 - Kembali ke Kamar

Chapter 46 - Kembali ke Kamar

Percaya atau tidak, tetapi semua yang Ramos lakukan berdampak besar. Begitu lelaki itu mengatakan, maka semua orang menurutinya tanpa penolakan sama sekali. Termasuk dengan seluruh yang berada di kediaman Barenice.

Ilona mendapatkan semuanya— yang memang seharusnya seorang putri bangsawan miliki. Kamarnya kembali direnovasi jauh lebih mewah dengan luas yang sama. Bahkan Shilla yang menempatinya saat Ilona tak berada di sini, harus rela mengembalikan kamar pada pemiliknya.

Tak main-main. Ibu tiri dan Tuan Count langsung yang mempersilakan Ilona untuk beristirahat.

Dan, inilah. Setelah beberapa waktu lamanya kamar direnovasi dan Ilona masuk ke dalam. Tak lupa menutup pintu.

Barang-barangnya masih ada. Mungkin ... bertambah banyak?

Di lemarinya, penuh dengan gaun-gaun cantik. Itu bukanlah yang orangtuanya berikan. Melainkan, pemberian dari Ramos beberapa saat lalu ketika keduanya bermalam pada salah satu penginapan.

Para dayang langsung memasukkannya dan menata rapi di lemari.

Ilona menaruh belati dan buku novel di sebuah laci meja. Bayangkan saja sejak awal dirinya terus membawa dua benda pusakanya ini.

Jadwalnya setelah ini ingin menggunakan masker wajah dan kemudian tidur. Namun, ingat bahwa dirinya sama sekali belum membuat kosmetik wajah herbal sama sekali.

Jadi Ilona keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Berbeda dengan kerajaan yang sangat dan sangat luas, dapur di kediaman ini sangatlah sederhana. Tak ada pangkal kepala dapur, ataupun koki-koki. Karena semuanya dilakukan oleh para dayang— yang juga melakukan pekerjaan lain.

Suasana dapur yang kosong, Ilona setengah lega. Dia mulai mencari timun. Hanya saja, langsung dia urungkan saat tahu kualitas timunnya tidak begitu baik. Bagaimana bisa timur seperti itu akan Ilona jadikan masker wajah?

Jadi dirinya berbalik arah dan malah menuju belakang kediaman. Di mana terdapat sebuah kandang berisi kuda dengan tentu— baunya yang sangat menyengat. Ini semacam halaman belakang, tetapi begitu sederhana. Untunglah bahwa pekerja di sini tetap membersihkannya hingga membuat suasananya jauh lebih rapi.

Ilona menatap ke arah pintu kayu yang sudah lapuk. Itu adalah pintu dari sebuah gudang yang sangat sempit. Bahkan lebih mirip seperti bilik kamar mandi.

Ah, ya. Sangat ingat.

Ilona penasaran. Apakah di dalamnya masih terdapat beberapa persediaan yang tiga saudari itu kumpulkan? Entahlah, mengapa dia harus peduli? Bahkan sejak dulu, ketiga saudari itu selalu menghiraukan tokoh utama perempuan.

"Setidaknya, tokoh utama novel ini memilih orang yang tepat untuk terbebas dari kejahatan." Ilona bergumam. Mengagumi dan memuji dirinya sendiri.

"Nona Ilona!"

Yang dipanggil langsung menoleh. Mendapati seorang pria paruh baya yang rasanya sudah lama bertemu.

Dia adalah seorang pekerja di kediaman ini. Tugasnya berada di halaman belakang dan bagian-bagian luar. Dia membersihkan entah itu halaman depan ataupun belakang. Dia juga yang selalu merawat serta memandikan kuda.

Terkadang, Ilona sangat heran. Bagaimana bisa dia sanggup untuk terus berada di kandang kuda yang ... entahlah, mungkin jorok?

Bahkan jika Ilona disuruh melakukannya, perempuan itu akan langsung menolak mentah-mentah.

"Oh, ya." Ilona telah membalikkan badan sepenuhnya. Dirinya tersenyum ramah.

"Bagaimana kabar Anda, Nona? Rasanya sudah sangat lama sejak Anda terakhir kali ke sini." Yang beliau maksud adalah 'hakaman belakang ini'.

"Aku ... baik-baik saja. Bagaimana denganmu ... oh, aku bahkan belum mengetahui namamu, mungkin ....?" Ilona terdengar tidak yakin dengan kalimat yang dirinya ucapkan sendiri.

Sementara, pria paruh baya di dekatnya sudah menautkan alis. Semakin bingung dan sangat bingung. Bahkan bergumam, "aku ... kamu?"

[Ah, ya.]

Ilona menutupi kecanggungan dengan senyumannya sekali lagi. Ditambah rambut peraknya yang memang selalu mempesona, sangat unik.

Setelah membaca novel kuno itu, rasanya Ilona semakin percaya diri. Atau mungkin dia memang menjadi sangat dan sangat percaya diri?

"O–oh, ya Nona." Pria paruh baya itu seolah tersadar. Bahwa dirinya juga belum menjawab pertanyaan yang Ilona ajukan. "nama saya Ceil, Nona. Panggil saya senyaman Anda."

Ilona mengangguk. "Kalau begitu, sampai jumpa, Tuan Ceil .... Saya permisi." Setelah Ceil mengangguk, Ilona langsung kembali berjalan masuk ke kediaman.

"Kak ... apa kita akan diusir?"

Ilona menghentikan langkahnya. Di balik tembok setengah lurus, dirinya mendengar suara seseorang yang terlihat sedih. Sepertinya berada tepat di samping Ilona, hanya dihalangi oleh tembok penyekat saja. Bukanlah sebuah ruangan tertutup, melainkan ruangan luas jadi satu.

"Tidak akan. Tenang saja, Shilla."

Harus Ilona akui. Jeanne yang memiliki wajah menakjubkan dengan garis-garis tajam seolah mengintimidasi— ternyata dapat berbicara selembut ini.

[Apa aku harus berdiri di sini terus? Sampai kapan?] Ilona bertanya dalam hati. Jika dirinya terus berjalan maju, maka dua saudari itu akan langsung melihatnya. Kemudian terjadi sesuatu yang entahlah— Ilona tidak membayangkan pasti.

Ilona menunggu. Sebut saja dirinya sedang baik hati. Sejak tadi hanya berdiri diam seraya mendengarkan Jeanne yang menenangkan Shilla dengan berbagai caranya. Untunglah bahwa beberapa menit setelahnya, Jeanne langsung mengajak Shilla untuk ke kamar.

Jadi, Ilona langsung berjalan menuju kamarnya kembali. Dia melihat adanya ... Audrey yang telah berdiri di depan pintu.

Oh, Ilona sudah lama tidak melihatnya. Perempuan itu langsung menghampiri. "Audrey?"

Yang dipanggil terlonjak kaget lalu menoleh. Dia benar-benar tidak menyangka akan hal ini. "No–nona!"

"Kenapa kau berdiri di depan pintu kamarku?"

"Tuan Count mengatakan saya harus mengantarkan makanan pada Anda. Karena Nona pasti sangat lelah."

Ilona menatap ke arah nampan yang Audrey pegang. Kelihatannya sangat lezat— jika dibandingkan dengan makanan-makanan sebelumnya di kediaman ini.

"Bukan daging?"

Audrey menggeleng. "O–oh. Apakah Nona ingin daging? Kalau begitu saya akan—"

"Tidak perlu." Ilona menggeleng dan membuka pintu kamarnya. Lalu melenggang masuk begitu saja yang disusul oleh Audrey.

Audrey meletakkan nampan di atas meja. Sementara Ilona sudah duduk di sisi ranjang.

"Apa kabar Nona baik?"

Ilona mengangguk. "Yah. Bagaimana denganmu?"

"Saya juga baik. Sangat senang mendengar banyak kabar positif mengenai Nona." Audrey tersenyum tulus.

"Kabar positif? Apa saja?" Sedikit mata Ilona memicing. Dia ingin tahu, apa saja rumor dan kabar yang bahkan sudah terbang hingga sini.

"Nona tidak tahu?" Suara Audrey semakin mengebu. Seolah sudah berancang-ancang untuk menceritakan semuanya dengan nada semangat.

"Nona Ilona menjadi pembicaraan banyak bangsawan. Mereka sungguh kaget saat mendengar bahwa Nona berjalan berdua dengan Putra Mahkota. Bahkan, Nona tinggal di Kediaman Duke Frederick. Nona seolah merupakan bunga cantik di antara dua pria luar biasa!"

"Apa berita itu begitu besar?" tanya Ilona.

Audrey mengangguk dengan kuat. "Ya, Nona! Semuanya sudah menyebar luas di area kerajaan, bahkan sampai sini."

Ilona mengangguk mengerti. Ujung bibirnya tertarik. "Bagus."

"Kau bisa pergi, Audrey. Aku akan tidur."

Audrey dengan patuh menuruti apa yang Ilona katakan.

Perempuan itu tak lupa menutup pintu secara pelan setelah dirinya keluar.

Sekarang, saatnya bagi Ilona mengisi energi tubuhnya.