Dalam bangunan tua yang sudah tidak terawat itu sekumpulan orang tengah berkumpul. Di tengah mereka seorang pria tengah terikat dengan beberapa penjagaan. Terlihat sekali tawanan yang berharga.
"Mereka sudah di luar." Bima yang tadi memantau pergerakan lawannya mematikan rokoknya seraya bangkit menyambut tamunya dengan seringaian. Setelah ucapan Bima, masing-masing dari mereka juga melakukan hal yang sama. Terutama pria yang sedari tadi asik mengotak atik motornya.
" Mari kita sambut tamu kita," ucapnya sembari menyambar jaketnya. Benar saja begitu mereka menginjakkan kaki, di luar sana sudah berdiri segerombolan orang dengan bandana dilengan bajunya. Lambang yang sama juga tampak dibeberapa bagian, ada yang digelang namun ada pula yang menjadikannya tato dibagian tubuh tertentu seperti leher dan segala macamnya.
"Wow! Cukup cepat juga datangnya untuk menyelematkan bos kalian hah?!" Pria yang tengah mencengkram kuat bahu tawanannya tersebut menarik sudut bibirnya.
" Apa kita selesaikan bersama atau cukup perwakilan saja?" tanya Andreas. Lawan yang mengambil posisi paling depan. Orang nomor dua setelah laki-laki yang disandera tersebut.
"Terserah kau saja. Yang jelas kami menolak perdamaian," ucap laki-laki beralis tebal itu. Selanjutnya mereka sudah saling serang, tidak ada lagi perundingan seperti tadi. Kedua kelompok benar-benar membabi buta. Dua kelompok ini sudah sering bertarung sedari dulu.
Tentu saja untuk memperebutkan kekuasaan wilayah. Sama-sama anggota mafia dengan jumlah yang terkuat dan terbanyak tentu saja membuat mereka saling adu kekuatan. Terlebih lagi dua organisasi itu tumbuh di kota yang sama membuat mereka haus akan posisi ke pemimpinan.
"Bos Tara!" Miko kacungnya menyusup diantara banyak kekacauan. Melemparkan laki-laki itu sebuah pisau lipat sebelum dia habis dihajar oleh lawan-lawannya. Miko memang tidak memiliki kemampuan untuk berkelahi meskipun dia merupakan anggota mafia terkuat disana.
Tara tidak sempat untuk mempedulikannya. Laki-laki itu segera membuka tali yang mengikat lengan dan kakinya untuk menyelamatkan pasukannya. Sialan Marvel. Menyanderanya saat laki-laki itu tengah lengah. Sekarang tidak ada ampun lagi bagi laki-laki itu.
Namun saat akan bergerak, sebuah todongan pistol langsung mengacu pada dahinya. Tara terdiam sesaat menatap Bima, lawannya yang cukup tangguh. Wakil dari Marvel. Mata Tara sama sekali tidak menunjukkan raut ketakutan sama sekali. Dia sedang mencari celah untuk menyerang. Benar saja, begitu dia menemukannya dengan cepat Tara berkelit dan melumpuhkan Bima. Well, Bima memang bukan tandingannya.
Marvel melihat sebagian pasukannya yang mulai tumbang. Laki-laki itu mengumpat kesal dengan kecerobohan bawahannya yang membebaskan Tara. Harusnya dia memang langsung membunuh saja laki-laki itu saat mereka berhasil menangkapnya. Tidak perlu menunggu pasukan lawan untuk melihat kelemahan bosnya. Rencan Marvel untuk melumpuhkan Tara di depan mata anak buah Tara hancur sudah.
Janu Reymond Kastara namanya. Laki-laki yang tidak pernah mengenal takut bahkan sangat menginginkan kematian. Semenjak Tara masuk dalam kelompok mafia yang berlambang serigala tersebut kelompok itu menjadi sangat kuat. Membuat Marvel menjadi kelabakan. Terlebih lagi setelah pemimpin sebelumnya meninggal hingga Tara yang menggantikannya. Kepemimpinan Tara jelas sekali membuat kelompok Marvel makin berada di bawah tekanan. Perang kekuasaan untuk menentukan siapa yang lebih memimpinpun tidak terhindarkan.
Pertempuran ini bukan kali pertamanya terjadi. Kendatipun mereka tidak akan sering melakukannya. Sebagai kelompok mafia, bertarungan dengan otot sangat jarang mereka lakukan. Hanya dalam kondisi tertentu ketika menuntaskan suatu masalah pemberontakan. Namun dengan Tara pengecualian. Hal ini menyangkut harga diri masing-masing kubu. Menghancurkan dengan otak saja. tidak cukup. Membunuh salah satu akan membuat mereka lebih puas.
Tara keluar dari bangunan itu begitu juga dengan yang lainnya. Suatu saat nanti pertarungan ini akan kembali terjadi. Entah dia sendiri yang akan bertarung melawan laki-laki itu atau pun dengan kelompoknya. Yang jelas untuk sekarang mereka sudah seri. Namun satu hal yang pasti harga dirinya akan dikembalikan lagi suatu saat nanti.
Melewati jalan pulang Tara mampir sebentar ke apotik sekedar membeli obat merah dan alkohol untuk membersihkan lebamnya. Pria itu sudah akan melajukan kendaraanya saat seseorang tiba-tiba naik ke atas motornya.
"Tolong pergi sekarang!! Please!!" Gadis itu sangat jelas sekali menunjukkan raut ketakutan. Jika saja Tara dalam kondisi yang santai mungkin dia akan menurunkan gadis itu saat itu juga. Mau tidak mau Tara terpaksa membawa gadis itu untuk sementara. Beberapa kali Tara juga turut melihat ke kaca spion memastikan apa benar-benar tidak ada yang mengikuti mereka.
"Terima kasih," ucap gadis itu berbinar-binar menatap Tara setelah pria itu sudi menurunkannya di halte bus terdekat. Tara masih memastikan gadis itu naik bus barulah setelah itu ia benar-benar melajukan motornya ke kediamannya. Beberapa menit perjalanan Tara sampai di tempat yang jauh dari hingar-bingar, benar-benar sepi dan sunyi.
Tidak ada siapa-siapa dirumah megah ini semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Semua pekerjanya pasti sudah pulang ataupun tertidur kecuali penjaga yang berada di luar gerbang. Tara sudah terbiasa dengan suasana seperti ini hingga ia tidak perlu untuk mendramatisasinya.
Setelah beberapa waktu, sekarang Tara sudah cukup mampu untuk belajar bangkit dari keterpurukannya. Tara membersihkan lukanya dengan obat-obatan yang tadi dibawanya. Perlahan-lahan ia mulai menempelkan ke bagian yang sakit. Suara-suara ringisan Tara menjadi pengisi suara sepi malam ini, pun juga sering terjadi dimalam-malam sebelumnya.
"Persiapkan diri secepat mungkin. Kita harus mengirimkan balasan secepatnya." Bisa tertangkap oleh kelompok itu kemudian disandera tentu saja melukai harga diri Tara. Nyaris saja dia kehilangan nyawanya.
"Anda baik-baik saja, boss?" Andreas bertanya pada tuannya tanpa mengiyakan terlebih dahulu titah Tara.
"Kau tidak perlu tahu keadaanku. Cukup lakukan semua perintahku!" Tara menggeram pada Andreas yang bersikap kurang ajar. Laki-laki itu buru-buru meminta maaf lalu mengiyakan ucapan Tara. Takut kalau atasannya tersebut mengamuk.
"Juga periksa kondisi Miko. Pastikan dia selamat." Begini-begini Tara masih tahu dengan kata terima kasih. Terlebih lagi dengan orang yang sudah menyelamatkan nyawanya. Meskipun tetap saja tindakan Miko termasuk tolol dalam hitungannya.
***
Pintu pagar langsung dibuka tergesa-gesa begitu melihat siapa yang tengah berlari menuju kediaman itu. Tidak lupa pula sebuah payung berada di tangan masing-masing wanita dan pria itu. Dia langsung menggiring nona muda itu ke dalam rumah, memastikan bahwa tidak ada air hujan yang akan menyentuh majikannya sedikitpun.
"Akhirnya kamu pulang juga," ucap laki-laki yang wajahnya penuh dengan memar tersebut. Bagaimana tidak khawatir sudah jam 10 malam lewat namun anak gadis satu-satunya keluarga itu belum pulang juga. "tadi ada orang jahat waktu aku jalan pulang, untung ada yang bantuin," Ucapnya menceritakan situasi yang terjadi.
"Orang jahat? Siapa? Apa kamu ingat wajahnya?" Sudah pasti abangnya itu langsung naik telinganya. Menjadi pemimpin dari kelompok mafia membuatnya harus mewanti-wanti keselamatan adiknya.