Chereads / Pungguk Tak Merindukan Bulan / Chapter 31 - 31. Sikap Lembut Leo

Chapter 31 - 31. Sikap Lembut Leo

Waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa 3 jam sudah berada di kamar milik Leo.Beberapa kali dia mencoba untuk menggerakkan kakinya, namun semakin ia mencoba semakin ia gagal. Ia memandang para pelayan yang sedang memandangnya dengan trenyuh. Mata mereka mengerut menyaksikan usaha Zee.

"Biar saya urut Nona, untuk sedikit mengurangi rasa sakit"

Zee menggelengkan kepalanya.

"Bantu aku dengan mengayunkan kaki ini perlahan, " Zee segera menyilangkan kaki dan meluruskan. Meski sakit, ia tetap memaksakan diri melakukan gerakan yang ia yakini akan sangat mengurngi rasa sakit di kakinya. Para pelayan sigap membantu Zee melakukan gerakan yang ia minta. Beberapa kali tampak Zee meringis kesakitan, dan pelayan segera menghentikan kegiatannya. Mereka takut Leo datang dan akan memarahi mereka karena menganggap mereka sedang melakukan penyiksaan pada gadis istimewa itu.

"Mengapa berhenti?Ayo lakukan terus, jangan pedulikan aku meringis. Aku bisa tahan."

"Tidak Zee. Jangan. Aku sama sekali tidak mengijinkan mereka menyiksamu seperti tadi. Aku sudah membawa seorang terapis untuk menyembuhkan kakimu."

Zee memandang leo yang datang sambil membawa seorang perempuan yang kini tersenyum menatapnya.

"Salam, Nona. Saya Mutia. Saya akan memijat kaki Nona."

"Tidak, jangan! Aku tidak mau kau pijat."

Leo mendekati Zee dan mengulurkan tangannya mengelus kepala gadis yang dicintainya dengan lembut. Semua yang menyaksikan kelembutan Leo terpana, terutama Mutia, sahabat Leo yang sudah hafal benar bagaimana tabiat sahabat masa kecilnya yang sama sekali tidak pernah bersikap lembut kepada siapapun.

"Jangan menolak ya? Aku akan sangat tersiksa menyaksikan kau tidak bisa bergerak seperti ini. Aku akan membawamu berkuda kalau kau sudah sembuh."

Zee terpana mendengar Leo akan mengajaknya berkuda. Selama ini ia ingin memiliki kesempatan menunggang binatang itu namun ia sama sekali tidak memiliki waktu. Untuk melakukannya.

"Bagaimana? Apakah kamu mau aku ajak berkuda? Aku tidak akan pernah membiarkan kamu diam sendiri dalam kamar ini tanpa melakukan aktivitas yang berharga. Aku sangat menyayangimu dan aku ingin membuat kamu bahagia di sisiku, Zee."

"A-aku . . . ."

Zee menatap Leo lalu menunduk. ia sama sekali tidak pernah menyangka kalau laki-laki yang selama ini ia anggap sebagai seorang mafia, ternyata memiliki sisi lembut saat bersamanya. Meskipun demikian, dia tidak boleh terlalu gegabah. Ia tidak boleh terlena pada kelembutan Leo karena bisa jadi kelembutannya bukan datang dari hati yang paling dalam mencintai dia apa adanya.

"Katakan apa yang membuat kamu ragu padaku."

"Entahlah. Aku merasa . . . tidak pantas."

Leo menggeleng. Frustrasi pada apa yang dia hadapi. Ia bingung bagaimana menjelaskan pada wanita yang selama ini selalu mengganggu konsentrasi kerjanya. Ia ingin Zee paham atas keinginannya namun dia sama sekali tidak bisa memaksa wanitanya.

"Aku berharap kau akan menerimaku perlahan-lahan. Aku tidak ingin kamu gegabah dalam memutuskan. Kuhargai semua prinsip yang kau pegang erat, namun ijinkan aku menunggu jawabanmu."

Zee menunduk. dalam diam ia mencoba mencari cara agar dia tidak lagi berada di dalam kungkungan kekuasaan Leo. Bagaimanapun ia harus waspada saat identitasnya terkuak, Leo pasti membuangnya karena ia yang menyebabkan dirinya kehilangan Afzal.

"Sayang"

Zee terpana mendengar Leo memanggilnya sayang. dia tatap Leo sesaat lalu menatap para pelayan dan terapis yang masih berdiri menatap interaksinya dengan Leo. Kalau boleh jujur, ia sebenarnya malu pada mereka. Ia jarang sekali bertemu laki-laki dan mendapatkan perhatian semanis perhatian Leo.

"Bagaimana, Nona? Apakah aku boleh melakukan terapi pada kaki Nona? Aku akan pelan-pelan dalam memijat. Jangan khawatir sakit, Ok?"

Leo memandang Zee dengan wajah cemasnya seolah dia memohon agar dia mengabulkan permintaan terapis itu. Zee mengangguk perlahan membuat Leo menarik nafas dalam.

"Terima kasih."

"Untuk apa? Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih karena kau sudah mau bersusah payah untukku. Aku tidak tahu bagaimana membalas semua kebaikanmu."

Leo mengulurkan tangannya, mengelus kepala Zee sambil tersenyum. ia segera duduk di sebelah Zee dan meminta terapis yang ia bawa untuk segera melakukan kegiatannya, menerapi dengan lemah lembut.

:"Jangan berpikir balas budi, Ok? Aku tidak akan membebanimu dengan yang namanya balas jasa atau balas budi. Aku ikhlas melakukannya untukmu karena aku ingin kau berpikir terlalu berat." Leo segera memandang terapis yang sudah bersiap melakukan pekerjaannya. Terapis muda yang dipanggil oleh Leo melangkah mendekati Zee dan meminta ijinnya untuk melakukan terapi pijat.

"Mohon maaf, Nona. Aku harus menerapimu sesuai perintah Tuan Muda."

Zee hanya diam. ia tidak mau terlalu banyak memprotes apa yang akan dilakukan oleh sang terapisnya. Mutia mengambil obat gosok dan mulai membalurkannya ke seluruh kaki Zee. Ia mencoba menyibak rok yang dipakai gadis itu, namun Zee menolak.

"Jangan!"

"Sayang kenapa?"

"Keluarlah dari sini dan biarkan para pelayan menungguku."

Leo menggeleng. ia sama sekali tidak ingin meninggalkan Zee bersama dengan Mutia karena ia ingin meyakinkan bahwa Mutia melakukan terapi dengan prosedur yang tepat dan tidak membuat Zee sakit.

"Tidak, Sayang. Aku akan menunggumu di sini."

"Apakah kau ingin aku sembuh? Kalau kau ingin, aku minta kau keluarlah. Aku sama sekali tidak nyaman ketika ada laki-laki melihat kakiku. Tolonglah!" Leo mengangguk. dia benar-benar frustrasi pada kenyataan dimana Zee selalu menolak uluran tangannya. Berbeda dengan para gadis yang ada disekelilinganya yang selalu berebut perhatiannya.

"Baiklah. Aku keluar"

Leo melangkah meninggalkan Zee dengan langkah gontai. Wajahnya ditekuk sedih saat menyadari dirinya mendapat penolakan luar biasa dari gadis yang sangat dikaguminya. Entah mengapa hatinya selalu berharap bisa selalu ada di sebelah Zee, menguatkan dia saat meringis menahan sakit.

Setelah Leo eninggalkan ruangan, Mutia segera meminta para pelayan untuk menyibak rok yang dikenakan Zee dan menjaganya agar ia bisa leluasa melakukan treatment. Beberapa kali Zee meringis membuat semua pelayan berkeringat. Mereka khawatir Leo akan marah saat melihat Zee mengalami kesakitan dan mereka tidak melakukan apapun. Para pelayan yakin Leo menyaksikan kehiatan mereka dari kamera CCTV yang dia pasang disetiap sudut ruangan.

"Sudah cukup, Nona. Coba sekarang kau gerakkan kaki perlahan."

Zee mengangguk lalu melaksanakan perintah Mutia. Ia menggerakkan kakinya dan ia takjub. Rasa sakit yang tadinya sangat menyiksanya kini sama sekali tidak dia rasakan. Ia mengangguk.

"Alhamdulillah sudah tidak sakit lagi"

"Alhamdulillah. Aku ikut senang Nona. Kelak ketika kalian menikah, undanglah aku sebagai ganti dari jasa yang sudah kuberikan kepadamu."

Zee hanya diam. dia sama sekali tidak ingin membayangkan akan menikah dengan Leo. Jangankan menikah dengannya, saat ini saja ia ingin segera meninggalkan mansion dan kembali ke klinik.

Leo segera masuk saat semua sudah selesai. Dia memeluk Zee dan mencium keningnya lembut membuat semua terpana termasuk Zee.

"Jangan kau lakukan itu padaku lagi.' Ucap Zee sambil mengusap kening yang baru saja mendapat ciuman lembut Leo membuat Leo tersenyum.

"Jangan dibuang bekasnya. Biarkan . . . ."

"Leo"

Leo, Zee, dan semua yang ada di dalam ruangan tersebut memandang ke pintu masuk, mereka sama sekali tidak pernah menyangka kalau akan ada penyusup masuk ke rumah mewah tersebut tanpa ijin pemiliknya,