"Jangan pernah mencoba untuk melakukan pergerakan yang sama sekali tidak menyukainya. Kepalamu dibungkus agar kamu tidak mengenali jalan yang kita tempuh bukan tanpa tujuan, maka jangan pernah berpikir untuk melepaskan tanpa izin."
"Kalau nanti sampai di markas kami maka kami pun akan melepaskan tanpa kamu minta."
Andi menggangguk. Dalam hati ia ingin bertanya apakah bosnya bersama dengan bos mafia yang kini sedang menculiknya namun ia urungkan.
Beberapa menit kemudian kendaraan yang mereka tumpangi masuk ke sebuah pelataran luas pelataran dengan taman yang sangat indah menghiasi rumah mewah yang berdiri kokoh di atas tanah luas di dalam hutan. Preman yang membawa anda segera melepas tutup kepala Andi dan meminta untuk turun.
"Turun dan ikuti para pengawal itu. Aku hanya bisa mengantar ku sampai disini dan selanjutnya urusanmu adalah bersama dengan bosku."
Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Andi segera turun dari mobil dan melangkah menuju pelayan yang masih berdiri menunggunya.
"Kami siap mengantarkan Anda ke hadapan bos kami."
Andi terus melangkah mengikuti mereka dengan sesekali melirik ke kanan dan ke kiri mencoba mengamati struktur ruangan yang ia lewati. Ia tidak ingin tersesat saat ia melarikan diri dari markas tersebut karena salah langkah saja akan membawa dia ke pada kecelakaan yang sama sekali tidak ia inginkan.
"Tolong lepaskanlah aku. Aku sama sekali tidak ingin melakukan manis seperti saat ini."
Andi mencoba mengenali suara yang ia dengar. Suara seorang wanita yang sangat akrab di telinganya namun ia tidak yakin kalau suara itu milik si orang yang sedang dia cari.
"Sudahlah jangan terlalu sering menolak perhatianmu karena ini sebagai ucapan terimakasih kepadamu karena kamu sudah menolongku melepaskan diri dari para preman yang hendak membunuh dan mengambil chip yang aku simpan di tempat yang aman."
Andini yang masih duduk di hadapan Afzal tetap menggelengkan kepala bersikukuh dengan pengakuannya bahwa dia bukan orang yang membantu agar melepaskan diri dari cengkraman Leo saat malam itu. Berkali-kali ia menolak argumen Afzal namun sama sekali tidak pernah mau menerima penjelasannya.
"Aku tahu orang baik seperti kamu tidak akan pernah mengingat kebaikan yang sudah kamu lakukan. Aku tahu kamu memiliki banyak harta yang kamu simpan di rumahmu. Semua hasil perolehan dari klinik yang kamu jalankan itu mungkin sudah cukup membuat kamu bahagia menjalani hidup selama ini. Tapi aku akan selalu merasa bersalah karena tidak secara langsung mengucapkan terima kasih kepada orang yang sudah membantu."
Andini menggelengkan kepalanya lalu ia mencoba memandang Afzal, meminta laki-laki itu untuk tidak salah paham kepadanya. Andini sama sekali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Afzal selama ini, namun berkali-kali pula Axel mengungkapkan kalimat yang sama tanpa memperdulikan ketidak pengertiannya. Laki-laki itu memberikan fasilitas mewah kepadanya dan pengamanan yang ketat. Andini sama sekali tidak diijinkan untuk melakukan banyak hal saat bersama Afzal di rumah itu. Hal ini membuat Andini merasa sangat tidak nyaman apalagi dia belum sembuh dari trauma yang dialami saat berada di rumah Leo.
"Menikahlah denganku sampai kita akan hidup bahagia selamanya. Aku akan memberikan apapun yang kamu minta tanpa terkecuali. Kalau boleh minta apapun. Apapun kamu boleh minta Maka jangan menolakku. Aku menikahimu karena aku merasa nyaman saat bersamamu dan juga sebagai ucapan terima kasih atas usaha yang kamu lakukan. Aku tidak pernah membayangkan apa yang akan terjadi pada buah Jika kamu tidak menolongku saat itu. Lalu berlebihan yang mana yang kamu maksud? Bagiku kegiatan ini tidak sebanding dengan perjuanganmu. Ku pertaruhkan nyawa mu hanya untuk menolongku dan itu luar biasa Andini. Tidak banyak wanita yang berani melakukan apa yang kamu lakukan kepadaku. Mendengarkan menolong seseorang yang berada dalam cengkraman mafia melihat saja mereka akan berlari menghindar karena ketakutan. Tapi itu tidak kamu lakukan saat kamu melihat aku di siksa sedemikian rupa oleh Leo kamu bahkan memberanikan diri untuk menyapanya dan melawan dia dan membawaku ke klinik mu. Apakah aku salah kalau aku ingin mengabadikan dirimu di hatiku?"
"Sudahlah aku tidak peduli lagi dengan apa yang kamu katakan. Berapa kali aku harus menjelaskan kepadamu bahwa aku bukan wanita yang kamu maksud. Aku pasti akan melakukan hal yang sama ketika melihat kamu diperoleh oleh orang-orang jahat. Aku tidak akan mungkin berani melawan mafia apalagi membantu kamu dan membawa ke klinik. Jangan mengarang cerita karena aku sama sekali tidak akan pernah percaya. Aku katakan kepadamu bahwa sebelum aku bertemu denganmu, aku sudah membuat janji dengan kekasihku untuk menjalin hidup bersama bersatu menjadi sebuah keluarga dalam ikatan pernikahan dan tidak akan lama lagi pernikahan itu akan terjadi. Aku tidak mungkin menerima permintaanmu satu yang aku minta kalau kamu berpikir bahwa aku adalah orang yang sudah berjasa dalam hidupmu. Aku mau minta kembalikan aku ke rumah. Tolong pikirkan bagaimana perasaan kedua orang tuaku saat melihat kenyataan bahwa anaknya tidak pulang beberapa lama. Tolong kembalikan aku itu kalau kamu ingin membalas kebaikan yang sama sekali tidak pernah aku lakukan."
Afzal melangkah mendekati Andini. Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan Andini yang masih berada di pangkuan.
"Jangan pernah menolakku. Tolong terima permintaanku dan jangan membuat aku kecewa."
Andini tampak menggelengkan kepalanya. Ia menolak dan terus berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Afzal. Hal ini membuat Afzal merasa sangat sedih melihat kondisi wanita yang dianggap sudah menolong dirinya. Ia segera melepaskan tangannya dan dia memeluk tubuh Andini mencoba untuk memberikan penguatan kepada wanita itu bahwa dia sama sekali tidak keberatan dengan statusnya yang sudah dilecehkan oleh Leo dan anak buahnya.
Dalam pelukan Afzal, Andini melihat Andi sedang berdiri di pintu sambil menyaksikan kegiatannya. Andini memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan Afzal. Tanpa terasa bibirnya bergumam menyebut nama Andi dan membuat Afzal segera melepaskan pelukannya.
" Andi."
Afzal menoleh ke pintu dan dia terpana menyaksikan laki-laki yang ia anggap sebagai kekasih Andini. Andini akhirnya berlari dan memeluk Andi yang masih berdiri terpaku di tempatnya sambil membisikkan sesuatu ke telinga Andi.
"Tolong berpura-puralah menjadi calon suamiku. Luapkan kemarahan kepada laki-laki itu agar dia mau melepaskan aku." mendengar bisikan Andini, Andi menggangguk. Ia kemudian melepas pelukan Andini dan melangkah mendekati Afzal yang masih terpana di tempatnya. Andi memandang Afzal dengan sorot mata tajam mengintimidasi laki-laki yang ia Anggap tidak memiliki hati karena sudah mengurung Andini selama ini tanpa memberi kabar kepadanya dan kepada keluarganya.
"Apakah kamu yang bernama Afzal? Laki-laki tidak tahu diri yang sudah menculik calon istriku tanpa memberi kabar sama sekali apalagi meminta izin? Kalau melihat penampilanmu, mukamu tampak seperti seorang yang terpelajar. Melihat rumahmu yang mewah ini, aku juga merasa bahwa kamu adalah raja kecil yang berkuasa di wilayah ini. Tapi sikap dan tingkah lakumu benar-benar tidak bisa aku beri toleransi. Kau memaksa wanita untuk tetap tinggal bersamamu hanya karena dia kamu anggap sebagai orang yang sudah menolongmu dari para penjahat. Kamu lupa bahwa wanita itu memiliki harga diri dan hak untuk hidup bebas di alam terbuka dan menikmati kehidupannya dengan aman dan nyaman tanpa rongrongan darimu."