Andi masih sibuk mengamati pergerakan di beberapa titik, memastikan bahwa bos wanitanya benar-benar sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Beberapa kali matanya menyipit memastikan bahwa apa yang ia lihat adalah nyata adanya. Andi mendesah.
"Mengapa selama ini aku tidak pernah mengecek CCTV yang ada di ruangan ini? Aku benar-benar merasa bodoh karena tidak mengetahui bahwa Nona sedang dalam keadaan yang sangat berbahaya. Dia mengalami kecelakaan dan ternyata dibantu oleh mafia yang selama ini menjadi musuh bebuyutan organisasi kami."
Andi menyugar rambutnyam, frustrasi dengan kegagalan yang bertubi-tubi dialaminya. Awalnya ia meminta Zee untuk menemuinya di markas karena ia memiliki informasi yang sangat penting untuk digynakan untuk menjadi bahan diskusi tentang penyelamatan dokter Andini.
"Aku sama sekali tidak bisa membayangkan kalau sejak tadi melihat gambar ini namun aku tidak bisa mengenali Nona. Nona benar-benar berteu dengan Leo dan laki-laki itu bisa mengenali Nona dan akhirnya dia membalas dendam atas perbuatan yang sudah dilakukan dan merugikan Leo. Benar-benar tidak bisa membayangkan."
Andi memijat kepalanya yang terasa sakit secara tiba-tiba. Kebodohan yang benar-benar sangat fatal dan dia tidak bisa mentolerir kesalahannya sendiri.
Sebuah pesan masuk dan Andi segera menerima tanpa menunda. Ia berharap ada berita baru dari anak buahnya yang sudah menemukan posisi saat ini.
"Kami sedang mengawasi sebuah rumah bercat biru yang berada di pinggir danau yang diduga dipakai sebagai tempat untuk menyembunyikan Nona Tuan."
"Bagaimana kamu bisa mengetahui kalau menang Nona ada di dalam? Apakah ada tanda-tanda khusus yang membuat kalian yakin? Kalau memang bisa meyakinkan diriku bahwa Nona benar-benar ada di sana, tetaplah awasi rumah itu dan aku akan segera meluncur ke tempatmu."
Anak buah Andi mengirimkan emoticon jempol memberi kepastian bahwa dugaannya benar-benar tepat. Andi bersiap untuk meluncur ke lokasi yang sudah di bagi oleh anak buahnya.
Ia baru saja meraih jaket yang ada di sandaran sofa sebelum akhirnya sebuah pesan selanjutnya masuk ke ponselnya Dengan mengatakan hal yang sama bahwa mereka memiliki keyakinan bahwa Zee ada di dalam rumah bercat merah yang ada di tepi hutan.
Andi menghentikan kegiatannya lalu ia duduk di kursi malasnya. Dalam hati ia menyesalkan kecerobohan anak buah yang sudah ia percaya mampu menemukan posisi bos wanitanya.
"Katakan kepadaku apa yang membuat kamu yakin kalau Nona ada di dalam rumah bercat merah itu."
Pesan Andi masih belum terkirim. Ia yakin ada yang salah dengan ponsel yang ada di tangannya. Dia mencoba untuk menghubungi anak buahnya namun ia sama sekali tidak bisa terhubung dan hal ini membuat anda merasa ada hal aneh yang terjadi di sekelilingnya. Ia segera menyalakan semua alarm yang ia pasang di markasnya untuk mendeteksi kehadiran orang asing di sekitarnya. Setelah memastikan bahwa tidak ada penyusup yang masuk ke wilayahnya, akhirnya Andi duduk di sofa sambil terus mengamati pergerakan yang ada di CCTV laptopnya.
"Apakah ada seseorang yang menyabotase sinyal sehingga aku sama sekali tidak bisa mendeteksi kehadiran orang asing di wilayahku? Kalau itu sampai terjadi aku sungguh benar-benar menjadi seorang yang teratur karena tidak bisa mendeteksi kehadiran mereka lebih awal." Gumamnya.
Andi terus saja melakukan kegiatannya tanpa memperdulikan bahwa di sekelilingnya ada orang-orang yang masih berdiri menatap kegiatannya. Orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal ini benar-benar menyusup ke ruangannya bahkan tidak ada yang bisa mencegahnya sama sekali dan tidak ada yang mengetahui satupun.
'Sial mengapa aku sama sekali tidak bisa melihat sekelilingku semuanya gelap dan seolah ada orang yang masuk ke ruanganku.'
'Apakah sejak tadi kamu sama sekali tidak menyadari kehadiran kami Tuan?" Andi mana menyaksikan beberapa orang berseragam hitam sudah mengepungnya di ruangan pribadinya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau semua anak buah yang ia perintahkan untuk menjaga keamanan mereka, benar-benar tidak berdaya dan membiarkan orang asing sampai di ruang kerjanya.
"Siapa kalian dan apa hubungannya kalian denganku? Apa ada urusan yang penting sehingga kalian masuk tanpa izin?"
"Hahaha, apakah aku harus memiliki kepentingan yang sangat penting untuk bertemu dengan orang sepertimu? Kamu bukan siapa-siapa. Kamu bukan orang penting dan kamu bukan pemimpin negara ini sehingga aku bebas melakukan apa."
"Apa yang kamu ucapkan benar bahwa aku bukan orang penting bukan pemimpin negara dan bukan orang yang memiliki urusan apa pun dengan kalian. Tapi sebagai seorang manusia yang beradab, aku protes atas tindakan yang baru saja kalian lakukan. Masuk ke rumah orang tanpa permisi bahkan kamu sudah sampai di ruang pribadi."
"Hahaha apakah itu penting? Apapun yang kamu ucapkan bagiku sama sekali tidak ada hal penting sama sekali karena kamu hanya manusia biasa seperti ku. Oh ya kedatangan kami kesini untuk menjemput dan mempertemukanmu dengan seseorang yang aku yakin benar-benar akan membuat kamu merasakan kerinduanmu terobati."
Andi mengerutkan keningnya, mencoba menganalisa apa yang diucapkan oleh laki-laki yang berdiri di hadapannya. Dia masih belum mengerti arah yang sedang ditempuh oleh tamu tak diundangnya, namun ia mencoba untuk diam menyembunyikan kebodohannya dari para tamu asing itu.
"Apakah kamu masih belum mengetahui isi kalimatku? Kalau seperti itu kamu benar-benar orang yang sangat bodoh yang tidak bisa memecahkan teka-teki dengan cepat."
Andi diam sesaat lalu dia mencoba untuk menyentuh tombol yang ada di laci meja kerjanya. Tombol yang menghubungkan dirinya dengan beberapa asisten pribadi yang saat ini sedang berada di luar markas untuk meminta bantuan kepada mereka, tanpa menggunakan suara. Beberapa kali ia mencoba namun gagal, hingga tubuhnya sedikit bergetar dan keringat mulai membasahi kening dan tubuhnya. Tamu tak diundang yang melihat reaksi tubuh Andi hanya tersenyum lalu mengalihkan wajahnya agar tidak diketahui oleh Andi. Mereka benar-benar ingin tertawa karena melihat ketidakberdayaan Andi saat ini. Mereka tahu Andi sedang meminta bantuan kepada orang lain, namun mereka juga tahu bahwa usaha Andi hanyalah sia-sia.
"Apakah kamu sedang berusaha untuk mencari bantuan kepada orang lain? Jangan berharap semua usahamu akan berhasil karena kamu sudah memutus semuanya."
Andi menganggukkan kepalanya lalu ia mengangkat kedua tangannya. Ia beranggapan bahwa menyerah untuk menang lebih baik daripada dia terus berusaha namun gagal dan kegugupannya diketahui oleh musuhnya.
"Apa maksudmu dengan mengangkat kedua tanganmu, pengecut? Apakah kamu pikir kami percaya begitu saja kalau kau menyerah? Tidak. Aku tahu akal bulusmu karena pikiranmu sudah mampu kami baca. Lihat!"
Salah satu laki-laki di hadapan Andi menunjukkan sebuah layar yang menayangkan sinyal yang diyakini sebagai sinyal peta pikiran Andi, dan hal ini membuat ia semakin frustrasi.
Andi menggelengkan kepala ia sama sekali tidak pernah menyangka kalau musuhnya memiliki perangkat lebih canggih untuk mengetahui peta pikiran yang saat ini sedang ia jalankan.