Di markasnya Zee segera melakukan koordinasi dengan berapa anak buahnya tentang pencarian Andini yang sudah beberapa hari ini tidak berhasil. Dia memimpin rapat dan dalam rapat tersebut ia menugaskan beberapa anak buah untuk memata-matai beberapa mafia yang masuk ke dalam daftar hitamnya salah satunya adalah markas Leo.
"Kami mendengar berita tentang dokter Andini. Beberapa anak buah kami bahkan sudah melaporkan kejadian yang saat ini sedang dialami oleh dokter Andini. Dia mengalami trauma hebat dan sekarang sedang dibawa oleh Tuan Afzal ke markasnya. Katakan apa yang harus kami lakukan?"
Zee menatap Andi yang kini juga menatapnya menunggu perintah.
"Tangkap mereka dan masukkan ke dalam markas bawah tanah. Bawa Andini ke klinik dan lakukan perawatan dengan maksimal agar dia tidak mengalami trauma yang berlebihan. Aku tahu yang diincar oleh Leo sebenarnya adalah aku dan aku memberi apresiasi tertinggi kepada Andini atas loyalitas yang luar biasa yang dilakukan untukku. Demi melindungiku dia mau mengorbankan dirinya ditangkap oleh anak buah Leo dan mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari orang-orang yang tidak tahu diri itu."
"Saat ini dokter Andini sedang berada di luar bersama dengan orang lain dan tidak dengan Leo dan anak buahnya. Apakah saya harus menangkap oramh yang membawa dokter Andini juga Nona?"
Zee memandang Andi, mencoba meminta konfirmasi. Dia menjadi bingung dengan apa yang dikatakan oleh Andi. Awalnya dia mengatakan bahwa Andini bersama Leo namun kini dia mengatakan bahwa Andini bersama dengan orang lain dan tidak diketahui siapa dia sebenarnya dan motif Apa yang membuat dia membawa Andini ke markasnya.
"Cari tahu posisi Andini saat ini dan jangan pernah lengah. Bawa dia ke klinik Assyifa dan Jangan biarkan orang melihat kalian masuk ke klinik ini agar mereka tidak bisa menangkap Andini lagi."
"Baik semua yang diperintahkan oleh Nona akan kami lakukan dengan maksimal. Saya mohon Nona mau berdoa agar kami tidak menerima halangan apapun di jalan."
"Doaku selalu menyertai langkah kalian. Laksanakan perintah dengan baik dan segera selesaikan tanpa harus mengulur waktu."
Anak buah Zee segera berdiri lalu meninggalkan markas. Dengan sigap mereka menuju ke mobil dan meninggalkan markas diiringi oleh tatapan Bos wanita yang sangat mereka segani.
Setelah anak buahnya meninggalkannya Zee kembali duduk di posisinya, membayangkan apa yang kini sedang dialami oleh Andini. demi menyelamatkan dirinya. Beberapa kali ia membuka gambar Andini di ponselnya dan mencoba untuk bermonolog.
"Terima kasih karena kamu sudah mau mengorbankan dirimu demi aku. Tidak akan ada penghalang untukku dan untukmu menjadi saudara sampai di surga Andini. Semoga Allah mengabulkan apa yang aku inginkan. Semoga kamu tetap dalam lindunganNya. "
Setelah puas dengan kegiatannya akhirnya Zee melangkah meninggalkan markas menuju ke klinik Asyifa. Dia ingin menjadi orang pertama yang menerima kedatangan Andini dan membawanya ke ruang pribadinya. Tidak boleh ada orang lain yang melihat kedatangan sahabatnya. Dia ingin menjadi orang pertama yang merawat Andini sampai sembuh sehingga mereka bisa bersama-sama menyelesaikan semua masalah.
"Maaf, Dokter Lia. Di ruang gawat darurat ada seorang pasien yang sedang menunggu dokter. Dia sama sekali tidak mau dirawat oleh kami."
Zee memandang perawat yang sedang berdiri sambil menunggu reaksinya. Ia selalu heran dengan beberapa pasien yang menolak perawatan dari anak buahnya. beberapa kali dia sudah memberikan penguatan kepada mereka bahwa hak prerogatif sembuh ada di tangan Tuhan dan mereka para paztrooper hanya sebagai perantara saja.
"Baiklah. Tunggu sebentar dan kau berjagalah di pintu gerbang. Laporkan segala kejadian yang ada di sana kepadaku. Jangan sampai terlewat."
"Maksudnya bagaimana, Dokter?'
"Laporkan siapapun yang keluar masuk klinik. Jangan sampai terlewat. Aku butuh informasi detail."
"Baik, Dokter."
Perawat baru yang mendapat tugas dari Zee segera melangkah meninggalkan Zee yang masih terpaku menyaksikan kepergiannya.
"Tunggu!"
Gadis perpakaian Biru tua itu berhenti lalu membalikkan tubuhnya menatap Zee.
"Iya, Dok."
"Jangan pernah ada seorangpun yang tahu tugas baru yang kuberikan kepadamu."
"Siap."
Zee melangkah menuju ke ruang gawat darurat sedangkan perawat itu melangkah menuju ke gerbang klinik sambil duduk di sebelah ruang security.
Zee baru saja sampai di ruang gawat darurat ketika sebuah jeritan sampai di telinganya. Beberapa orang yang berada di depan ruang tersebut memandang Zee yang sangat mempesona . Tidak ada yang tahu siapa gadis itu dan mereka mencoba menghalangi di untuk masuk ke ruangan.
"Mohon maaf, izinkan saya masuk." Dua perempuan yang kini sedang berjaga di pintu menoleh ke sumber suara lalu mereka saling pandang . Keduanya menggelengkan kepala seolah menolak keinginan Zee untuk masuk ke ruangan tersebut. Zee yang tidak tahu mengapa 2 perempuan itu melarangnya masuk, kemudian mencoba untuk menerangkan kepada pengunjung yang memblokir jalannya .
"Maafkan saya Nona, saya dipanggil oleh dokter jaga untuk menemuinya sekarang juga. tolong minggir dan Izinkan aku masuk."
"Memangnya siapa kamu bisa menyuruh aku untuk minggir dan mempersilahkan kamu masuk? Kami saja yang dari tadi berdiri di sini tidak pernah diijinkan masuk sama sekali oleh petugas yang ada di dalam. Aku yakin kalau aku mengijinkan kamu masuk mereka akan mengusir dan menyuruhmu untuk meninggalkan rumah sakit ini."
Zee menghela nafas dalam. Dia tahu 2 orang yang ada di depannya benar-benar sedang salah paham terhadap dirinya yang menganggap bahwa dia adalah orang asing di kliniknya. Dia segera memutar otak mencari jalan keluar tanpa harus membuat orang yang ada di depannya meremehkan dia. Dia segera mengambil ponsel yang ada di saku roknya dan mencoba menghubungi salah satu petugas yang ada di dalam.
"Ya, Dokter"
"Tolong keluar sekarang juga karena aku mendapat halangan yang luar biasa dari pengunjung." ucap Zee kepada Zaskia yang kini juga sedang menunggu kedatangannya. Zaskia yang mendapatkan telepon dari Zee segera meminta izin kepada dokter Adrian untuk menemui Zee diluar ruang gawat darurat.
Sampai di depan ruang gawat darurat, Zaskia memandang dua wanita yang masih memegang handle pintu mencoba menghalangi Zee untuk masuk.
"Maaf Nona, haandle pintu ini bukan untuk dipegang oleh pengunjung. Kami sedang menanti kedatangan dokter senior yang akan memberikan pertolongan kepada pasien yang gawat darurat di dalam. Ini adalah dokter Lia dan dia yang sedang kami tunggu untuk melakukan eksekusi terakhir kepada pasien yang benar-benar sedang membutuhkan perawatan intensif. Mohon kiranya Nona mau menyingkir agar dokter Lia bisa masuk."
Dua orang gadis yang sejak tadi melarang Zee kini membungkukkan kepalanya. Mereka sangat malu dengan apa yang baru saja mereka lakukan terhadap wanita yang ia anggap remeh.
Zee yang melihat dua wanita itu wajahnya memerah, hanya tersenyum lalu melangkah meninggalkan teras ruang gawat darurat. Sampai di dalam ruangan, dia memandang pintu yang biasa digunakan untuk masuk ke ruangan tersebut tanpa melalui pintu pengunjung. ia menepuk dahinya
Ia merasa bodoh dengan apa yang baru saja ia lakukan. Andaikan dia tidak lupa dengan pintu tersebut mungkin saat ini dia sudah bersama dengan pasien yang membutuhkan pertolongannya.
Melihat Zee tersenyum sendiri, Zaskia hanya bisa mengerutkan keningnya. Ia ingin bertanya panjang lebar tentang apa yang saat ini sedang dirasakan oleh Zee, namun ia urungkan setelah mendengar erangan kesakitan dari tuan Raharja.
"aaaaaaaeeeggghhh"
Zee memandang ke pasien yang kini masih telentang di dipan dikelilingi beberapa orang paztrooper yang siap untuk membantunya. Tampak sekali laki-laki itu sedang meronta berusaha melepaskan tangan salah satu terapis yang sedang memegang kakinya. Zee mendekat lalu dia menyibak beberapa paztrooper yang masih sibuk memberikan treatment kepada Tuan Raharja.
"Mohon maaf boleh saya melihat kondisi Tuan Raharja saat ini?
Semua orang yang ada di sekeliling Tuan Raharja segera menghentikan aksinya. Mereka memandang Zee dan Tuan Raharja secara bergantian.
"Dokter Lia? Alhamdulillah akhirnya dokter bisa datang tepat waktu. Kami sudah merasa kewalahan karena penolakan dari tuan Raharja. Awalnya Tuan Raharja hanya ingin bertemu dengan dokter Lia dan tidak mau mendapatkan treatment dari kami namun saat kami melihat bahwa dokter Lia masih belum kembali ke klinik ini, kami memutuskan untuk memberikan terapi sesaat agar mengurangi rasa sakit yang ada dirasakan oleh Tuan Raharja."
"Terima kasih karena kalian sudah mau memberikan pertolongan pertama kepada Tuan Raharja. Selanjutnya mari kita evaluasi apa progres yang dialami oleh pasien."
"Tidak ada progres apapun dokter Lia. Rasa sakit yang kurasakan dari rumah masih sangat terasa bahkan kini bertambah sakit. Aku merasakan orang-orang ini tidak bekerja dengan maksimal dan mereka hanya melakukan terapi sembarangan. Ingin sekali aku menuntut klinik ini agar bertanggung jawab pada sakit yang aku rasakan, namun saat aku teringat dokter Lia, aku mengurungkan niat. Aku benar-benar ingin bertemu denganmu dan terkontrol konsultasi tentang penyakit yang aku alami. Mengapa tidak kunjung sembuh dan aku merasa malah justru semakin bertambah parah."
Zee menganggukan kepalanya mendengar semua penjelasan dari tuan Raharja kepadanya. Dia tahu Tuan Raharja berlebihan dalam memberikan keterangan namun dia tidak memilih untuk melakukan observasi lebih jauh karena ia yakin laki-laki itu akan semakin menjerumuskan teman-temannya.
"Maaf Tuan, Sebelum saya melakukan treatment apapun, bolehkah saya bertanya?"
Tuan Raharja menganggukkan kepalanya lalu dia memandang dokter Adrian dan beberapa paztrooper yang masih setia berada di sampingnya.
"Dokter Lia mau bertanya apa silakan saja. Nanti akan saya jawab sebisa mungkin dengan jujur."
Zee menganggukan kepalanya. bibirnya tersenyum mencoba untuk membuat pasiennya tidak terlalu tegang menanti jawab pertanyaan darinya.
"Satu pekan yang lalu Tuan baru saja keluar dari klinikku. Saat itu Tuan mengatakan bahwa Tuan sudah merasa sangat baik dan tidak ada keluhan apapun di tubuh Tuan kan?
"Iya itu betul dokter."
"Lalu pertanyaan saya, selama Tuhan berada di rumah apakah PR yang kami berikan dikerjakan dengan rutin?"
Tuan Raharja ingin membuka mulutnya mencoba meyakinkan si bahwa apa yang diminta oleh dokter muda tersebut benar-benar dilakukan di rumah namun dia tidak bisa membuka mulut karena dia khawatir apa yang dia ucapkan akan membuat nama baiknya semakin tercoreng. selama di rumah dia sama sekali tidak pernah melakukan apapun petunjuk yang diberikan oleh dokter Lia kepadanya.
"Bagaimana tuan? Apakah selama Tuan berada di rumah, Tuan melaksanakan PR yang kami berikan?'