Setelah kepergian anak buahnya dari ruang kerjanya, Leo kembali membayangkan kata-kata Andi tentang Zee dan penolong Afzal yang memiliki kemiripan.
"Walaupun Aldi adalah anak buahku yang paling setia, aku tidak akan percaya begitu saja dengan apa yang diucapkan tentangmu, Zee. Dari sorot matamu aku yakin kamu adalah wanita lembut yang tidak memiliki keinginan untuk mengganggu kepentingan orang lain. Aku tidak akan percaya begitu saja kepada ucapan Andi dan Alex yang memfitnah kamu. Ternyata aku sudah terkontaminasi oleh otak bucinku kepadamu. Kalau ada kesempatan kita bertemu lagi aku tidak akan pernah melepaskan kamu selamanya."
Alex tampak tersenyum sendiri membayangkan kebersamaannya dengan Zee, yang meskipun baru terjadi beberapa waktu lalu dan hanya terjadi beberapa saat sebelum Irawan menolong wanita itu dari tangannya, namun perasaan suka yang dimiliki oleh Leo benar-benar sudah sangat dalam. Dia tidak pernah percaya bahwa ada cinta pada pandangan pertama, namun setelah dia mengalami sendiri apa yang saat ini ia rasakan terhadap gadis yang baru ditemuinya, ia benar-benar yakin bahwa ucapan itu benar-benar nyata adanya. Leo meraih ponsel mencoba untuk melihat beberapa wilayahnya. Wilayah dimana anak buahnya ia sebar untuk mengawasi pergerakan Afzal dan klinik Asyifa.
Matanya terus mengawasi beberapa titik yang ia yakini disana ada petunjuk yang bisa ia gunakan untuk menemukan Afzal dan chip yang dibawa oleh laki-laki itu.
"Selamat sore Bos. Kami sudah berhasil membawa dokter Andini ke markas besar dan kami sudah meletakkannya di ruang yang sesuai dengan permintaan bos besar."
Leo tersenyum mendengar laporan yang masuk dari pesan singkat yang dikirim oleh anak buah yang ditugaskan untuk menangkap pemilik klinik Assyifa yang diduga sebagai pelaku utama yang menggagalkan niat mereka mengambil chip yang dibawa oleh Afzal. Leo segera berdiri lalu dia mengambil kunci mobil dan melangkah meninggalkan ruang kerja menuju Range Rover yang di parkir di sudut halaman mention yang dipakai oleh Leo dan anak buahnya untuk tinggal.
Beberapa anak buah yang sedang berdiri menjaga keamanan mansion segera berdiri saat melihat bos besarnya melangkah mendekati mereka. Mereka membungkukkan badan memberi hormat kepada sang pemimpin. Melihat sikap anak-anak buahnya, Leo hanya memandang mereka sekilas lalu melanjutkan langkahnya menuju ke mobil.
Beberapa menit kemudian dia sudah meninggalkan rumah besar menuju ke markas, tempat di mana dia memenjarakan pemilik Assyifa.
Satu jam sudah berlalu dan Leo masih belum mencapai markas besarnya. Dari spion mobilnya dia melihat ada pergerakan beberapa mobil di belakangnya yang seolah sedang mengikuti langkahnya sehingga membuat Leo yang sudah waspada sejak awal segera membelokkan arah untuk mengeja beberapa penguntit. Ia tersenyum saat melihat dua mobil dibelakangnya terus melaju ke arah ah yang berbeda dengan arah yang diambilnya.
"Aku yakin kalian adalah penguntit yang sengaja diutus oleh rivalku untuk mengikutiku. Aku tidak tahu siapa itu namun aku yakin kalian tidak akan pernah bisa menemukan markas besar ku yang menyimpan dokter Andini di sana. Dokter Andini, anak buahku bilang, kamu adalah pemilik klinik Asyifa yang juga penyelamat lawan besarku. Kamu harus bertanggung jawab atas semua yang kamu lakukan. Jangan pernah menghindar dan berharap aku akan melepaskan kamu dengan begitu saja. Walau kamu seorang wanita aku tidak akan pernah memiliki belas kasihan sama sekali karena tindakan yang kamu lakukan benar-benar sudah membuat aku mengalami kerugian besar. Perusahaanku nyaris hancur akibat aku tidak bisa mempertahankan modal awal. Aku gagal mengendalikan sistem perusahaan karena sudah dibobol oleh kelompok Afzal."
Mobil Leo masih terus berputar dan jauh dari markas besar yang akan dituju untuk melihat pemilik klinik Asyifa. Setelah yakin bahwa tidak ada yang mengikutinya, Leo segera mengarahkan mobilnya ke rumah besar kedua yang digunakan untuk melakukan bisnis ilegal nya. Tempat untuk menyimpan benda-benda terlarang, yang dijual melalui beberapa cara dan juga merupakan tempat untuk melakukan eksekusi terhadap lawan bisnisnya tampak berdiri kokoh di tengah hutan. Setelah turun dari mobilnya Leo segera melangkah menuju ke ruang tamu. Di sana sedang duduk seorang wanita dalam kondisi terikat di kursinya.
Leo terpana menyaksikan Andini yang dengan tenang memandang kedatangannya.
Ia terus menatap wajah ayu yang begitu mempesona. Dalam hati sebenarnya Leo takjub dengan penampilan Andini yang sangat sederhana namun saat dia mengingat bahwa dia adalah orang yang sudah menghalangi jalannya untuk sukses merebut chip yang ada di tangan Afzal, Leo kemudian menggelengkan kepalanya.
"Apakah kamu pemilik Asyifa yang selama ini sudah membuat usahaku hancur karena kamu menggagalkan semua rencanaku? Aku sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang menjadi musuhku adalah seorang wanita cantik seperti kamu. Bagaimana mungkin orang akan percaya bahwa orang yang mampu melawan ku hanya seorang wanita lemah sepertimu."
Andini yang tidak tahu posisi dan kedudukan Leo di rumah itu hanya menatap laki-laki tampan di hadapannya dengan mengerutkan keningnya. Dia mencoba untuk menganalisa kemungkinan yang akan terjadi kepadanya ketika dia memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan Leo sehingga Andini lebih memilih untuk diam tanpa menjawab pertanyaan Leo.
Leo yang melihat diamnya Andini kemudian mendekat lalu mengulurkan tangannya dan menyentuh dagu Andini lalu mengangkat wajah gadis itu untuk menatap dirinya. Tidak ada perlawanan apapun dari Andini karena dia yakin saat dia melawan justru akan menambah kesulitan untuknya.
"Mengapa diam dan tidak melawanku, hum? Apakah kamu hanya berani di belakangku? Atau saat kamu melihat wujud asliku kamu sudah mulai ketakutan?"
Andini menggelengkan kepalanya. Dia masih belum bisa mereka-reka kejadian yang sesungguhnya. Dia tidak percaya bahwa tindakannya akan membawanya kepada posisinya saat ini. Diintimidasi oleh orang laki-laki tampan namun mereka sangat arogan.
"Siapa kamu? sebelum aku salah sangka kepadamu, Tuan muda?"
"Hahaha, kamu menyebutku sebagai tuan muda? Apakah kamu tahu siapa aku namun kamu pura-pura tidak mengenal?" Andini menggelengkan kepalanya mencoba meyakinkan Leo bahwa dirinya benar-benar tidak mengenal siapa Leo yang sesungguhnya.
"Jangan pernah berpikir bahwa aku berpura-pura tidak mengenal kamu karena aku memang sama sekali tidak pernah mengenal kamu. Aku sedang bekerja dan orang-orangmu menangkapku lalu memenjarakan aku di ruangan ini. Sekarang jelaskan kepadaku mengapa engkau melakukan hal yang sama sekali tidak manusiawi."
Bukan menjawab pertanyaan Andini, Leo justru melangkah menuju kursi tinggi yang berada di depan gadis itu lalu duduk dan menyilangkan kakinya sambil menopang dagunya. Beberapa kali dia berusaha untuk mengamati Andini secara tidak langsung namun beberapa kali juga dia mengeratkan giginya menahan amarah yang nyaris meledak. Ia ingin sekali memuntahkan semua kekesalannya saat ini juga, namun ia takut Andini justru akan membungkam mulutnya sendiri. beberapa kali bingung dengan sikap yang akan dia mabil, Leo akhirnya hanya fokus memandang ponsel di tangannya