Irawan berdiri lalu melangkah ke belakang kursi Zee, mencoba mengintip apa yang sedang membuat Zee fokus pada kertasnya. Dia memandang beberapa tulisan yang berhubungan dengan kasus salah satu pasien yang saat ini sedang menjadi topik pembicaraan mereka.
"Apakah ada yang membuatmu gelisah?"
Zee menggeleng. Ia terus memandang rekam medis Afzal setelah mendapatkan perawatan khusus di kliniknya.
"Aku hanya ingin memastikan kalau kondisinya sudah membaik. Jangan sampai dia keluar dari klinik dalam keadaan masih cedera."
Irawan menggeleng. Dia yakin bahwa dia sudah menemukan Zee yang berbeda dari sebelumnya. Selama ini dia sama sekali tidak pernah menunjukkan perhatian khusus kepada pasien manapun, namun sekarang, dia justru memeriksa rekam medis pasiennya yang sudah pergi meninggalkan Assyifa dengan kecemasan berlebih.
"Aku sudah mengeceknya dan aku yakin dia seratus persen dalam keadaan baik. Tidak ada cedera serius. Jangan khawatir."
Zee mengangguk. Ia meletakkan catatan perkembangan Afzal ke dalam laci dan mengalihkan perhatian pada rekam medis pasien lain. Keningnya berkerut melihat sebuah laporan tentang seorang laki-laki yang mengalami penyakit auto imun.
Sekali lagi Irawan ikut fokus memperhatikan catatan kelainan pasien di klinik milik Zee. Dia tersenyum. Dalam hati ia bersorak karena akhirnya ia bisa memiliki kesempatan untuk belajar banyak dari wanita yang menjadi kesayangan gurunya. Zee adalah siswa pertama dari guru yang sangat mereka cintai yang diberikan amanah tentang beberapa teknik menerapi penyakit langka dengan melakukan diagnosa khusus dan jarang yang mendapatkan amanah tersebut.
"Auto imun? Apakah kau memiliki cara untuk mengatasi penyakit itu?"
"Tentu saja, insya Allah."
"Apakah aku boleh melihat bagaimana kau melakukan diagnosa dan memberikan tindakan pada pasienmu? Aku banyak memiliki pasien autoimun, namun aku belum memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan apapun."
Zee menarik napas dalam. sebenarnya dia kesal dengan keberadaan Irawan yang pura-pura tidak mengetahui bagaimana mengatasi pasien dengan keluhan auto imun. Beberapa kali mereka belajar bersama dan beberapa kali pula guru mereka memberikan kasus yang sama, namun Irawan mengatakan belum memiliki kapasitas melakukan pertolongan kepada pasien dengan kasus yang sama bagi Zee adalah kebohongan besar.
Zee memang tahu kalau ada beberapa siswa yang mendapatkan pendidikan tentang mendiagnosa dan menerapi autoimun dan penyakit lain, namun ia tidak habis pikir dengan pengakuan laki-laki itu saat ini.
"Aku bahan yakin kalau dokter muda di hadapan saya memiliki jam terbang lebih banyak dariku. Bohong besar kalau dia mengatakan belum memiliki kapasitas. Aku menyarankan kepadanya agar tidak terlalu merendahkan diri dan mengejek kemampuanku."
"Aku benar. Sama sekali tidak berbohong kepadamu. Please, tularkan sedikit saja ilmu yang kau miliki kepadaku juga. Apapun yang kau mau, aku akan memberikan dengan ikhlas. Please, aku mohon"
Zee menggeleng. Dia tatap Irawan sesaat lalu terus fokus pada kertas di hadapannya. Ia segera berdiri dan melangkah meninggalkan Irawan di tempatnya.
"Hei tunggu aku! Jangan ditinggal begini. Mana bisa aku mencarimu di klinik besar yang selalu ramai pengunjung, bisa-bisa aku tersesat di kamarmu."
Zee menghentikan langkahnya. Ia memandang sekeliling, mencoba mencari sosok Diana, sahabatnya yang bekerja di klinik miliknya dan mencintai Irawan sejak lama. Dia ingin sekali menjodohkan mereka dan memberikan kesempatan kepada dua insan itu untuk bekerja sama, namun sayang, beberapa kali mengedarkan pandangan, Zee belum menemukan sosok yang dicarinya,
"Selamat siang, Dokter Lia. Kami siap mengawal dokter Lia untuk melakukan observasi pada Tuan Raharja."
"Apakah sudah ada keluarga yang menunggu?"
"Hanya ada dua orang pembantunya, Dokter. Itupun semua perempuan. Istri dan anaknya sedang sibuk melakukan perjalanan bisnis."
"Ya sudah. Kalau begitu mari kita ke sana. Kasihan sekali Tuan Raharja. Kaya tapi tidak mendapatkan perhatian keluarga."
Sazkia, perawat andalan di Assyifa mengangguk. Ia segera membawa berkas berisi semua catatan perkembangan pasien kelas VIP dan mengikuti Zee ke ruang Raharja. Irawan masih terus mengikuti mereka dalam diam. Ia sama sekali tidak ingin kehilangan momen. Beberapa kali ia memasang ponselnya untuk merekam semua tindakan yang dilakukan oleh Zee saat menerapi Raharja. Sampai di ruang perawatan Raharja, Zee masuk dan menyapa beberapa pelayan yang sedang duduk di sofa sambil mengobrol.
"Assalamualaikum, Tuan Raharja. Bagaimana kabar hari ini?"
Zee segera mengambil posisi duduk di sebelah pasien. Dia ingin melakukan wawancara sejenak sebelum melakukan eksekusi. Ia ingin menggali beberapa masalah terkait penyakit yang diderita pasiennya.
"Waalaikum salam, Dokter Lia. Alhamdulillah saya baik. Aku berharap dokter Lia juga dalam keadaan baik." Raharja memandang Zee dengan senyum yang mengembang membuat Irawan mengeratkan rahangnya. Walaupun sudah berumur, Raharja adalah laki-laki tampan yang tetap memiliki perasaan suka saat melihat wanita cantik mendekatinya.
"Tuan seperti orang yang sehat." Sapa Irawan membuat semua yang ada di ruangan itu menatap dokter tampan itu dengan mengerutkan keningnya. Mereka tidak mengetahui kalau dokter Irawan sedang cemburu pada kedekatan Zee dan Raharja.
"Alhamdulillah, berada di klinik ini rasa sakitku sedikit berkurang, Dokter. Pelayan di sini ramah dan aku tidak pernah kekurangan perhatian dari para petugas yang ramah dan tampan serta cantik. Hari ini semangatku bertambah saat mendapat kunjungan dari dua orang cantik yang menyapaku dengan ramah."
Raharja sengaja menekankan kata cantik karena ia tahu Irawan sedang kesal kepadanya. Ia bicara sambil menggigit bibir menahan sakit yang menyerang beberapa bagian tubuhnya. Wajahnya yang pucat kini tetap tersenyum, membuat Irawan menatapnya lebih intens.
Zee yang melihat semua kelakuan Irawan yang di luar batas segera meminta Sazkia untuk memanggil beberapa petugas laki-laki agar membantunya melakukan diagnosa dan tindakan. Ia mengulurkan tangannya, menyentuh beberapa titik di bagian tubuh Raharja.
"Apakah ini sakit?"
Raharja menggeleng. Beberapa titik yang disentuh Zee tidak ada yang sakit, namun entah mengaoa ia merasa semua tubuhnya bermasalah. Zee menghentikan sentuhannya dan mengangguk sambil memandang Raharja sekali lagi.
"Apakah selama ini Tuan rutin meminum obat? Aku merasakan beberapa titik kelemahan di tubuh Tuan sangat aneh. Tidak ada yang sakit dan itu ada dua indikasi. Indikasi pertama, Tuan sebenarnya sehat dan indikasi kedua pasien sudah terlalu lama mengonsumsi obat sehingga beberapa syaraf mati akibat pengaruh overdosis."
"Aku pasti yang kedua, dokter. Aku yakin tidak ada yang beres dengan tubuh ini. aku makan namun masih sangat lemas, tubuhku perlahan-lahan mengecil seolah tidak ada asupan makanan yang membuat aku menjadi sehat."
Zee meminta beberapa perawat laki-laki yang baru datang untuk membantu Raharja duduk. Dia sendiri mengulurkan tangannya, menyentuh tulang belakang pasien. Ia mendesis, merasakan betapa parah kondisi Raharja berdasarkan struktur tulang belakangnya.
'Beri booster energi agar pasien memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan terapi."
"Siap, dokter."
Semua bersiap melakukan perintah atasannya. Satu perawat di bagian kepala dan satu di bagian kaki. Beberapa kali mereka melakukan treatmen ke pasien dan membuat wajah yang semula pucat menjadi sedikit bersinar.