Chereads / Pungguk Tak Merindukan Bulan / Chapter 11 - 11. Permintaan yang Sulit

Chapter 11 - 11. Permintaan yang Sulit

"Ceritakan padaku apa yang terjadi di bawah!" Pesan Zee pada Willy, anak buah yang sengaja ia tempatkan sebagai office boy agar semua orang tidak berpikir bahwa Willy adalah laki-laki yang dipilih Zee untuk memata-matai semua pengunjung.

"Dokter Andini dibawa ke markas Leo, Nona. Beberapa anak buahku sedang mengikuti mereka dan menyamar sebagai petugas kebersihan, kini menggunakan mobil DPU mengikuti mereka."

"Andini ditangkap? Apa yang dia lakukan sehingga membuat Leo marah?"

Willy menceritakan semua kronologi yang terjadi di klinik As Syifa. Meski sebenarnya Zee bisa melihat semua kejadian dari CCTV di ruangannya tentang penangkapan Dokter Andini, namun ia tidak ingin membuka rahasianya kepada anak buahnya.

"Dokter Andini berusaha untuk berperan sebagai direktur Utama klinik Assyifa. Leo dan anak buahnya mencari Nona. Leo orang yang cerdas sehingga dia tidak mudah untuk percaya begitu saja terhadap kenyataan yang ada di hadapannya. Dengan penuh amarah dia akan memilih AC yang sesungguhnya. Dokter Andini yang tahu kalau Nona dalam keadaan terancam akhirnya tutup mulut dan memilih untuk mengikuti perintah Leo terhadap anak buahnya untuk membawa dirinya ke markas."

Zee yang mendengar semua penjelasan Willy hanya bisa menganggukan kepalanya. Konsentrasinya buyar saat ini memikirkan bagaimana menyelamatkan sahabat yang sangat dicintainya. Orang yang sudah banyak berkorban untuk dirinya selama ini. Beberapa kali ia mengelus dahinya dan memikirkan kemungkinan yang bisa ia lakukan.

"Dokter Lia."

Sebuah suara membuyarkan lamunan Zee. Zee yang sudah mulai fokus memikirkan Andini hanya diam, masih sibuk memikirkan bagaimana dia memerintahkan anak buahnya untuk mengambil Andini dari markas Leo. Ia yakin, Leo tidak akan melepaskan sahabatnya dengan mudah. Zee juga yakin kalau Leo memiliki seribu cara untuk membuat dirinya menampakkan diri di hadapan Leo, orang yang selama ini ia hindari.

"Dokter Lia baik-baik saja? Apa yang akan kita lakukan setelah kita melakukan observasi terhadap para pazien? Tentu saja setelah mengetahui penyimpangan mereka?"

Zee memandang layar komputernya sesaat lalu ia mengangguk dan tersenyum. senyum yang sama sekali tidak bisa dikenali oleh para peserta seminar yang menginginkan jawaban gamblang darinya.

"Apakah ada yang akan bertanya?" tanya Zee dengan tenang. semua yang mendengar pertanyaan dokter muda itu saling pandang lalu menggelengkan kepala.

"Dokter Lia pasti sangat lelah. Kami minta maaf karena mengganggu dokter. Kami paham sekali kalau pemilik klinik besar dengan pasien yang sangat banyak, pasti memerlukan banyak tenaga untuk mempertahankan jalannya kehidupan di As Syifa."

Zee mengangguk pelan. Ia ingin sekali menyelesaikan semua kegiatannya siang ini, namun ia belum memiliki alasan yang tepat untuk dia ungkapkan kepada para panitia yang mengundangnya.

"Em, saya mohon maaf, Bapak Ibu. Saya . . . ." Semua mata memandang Zee sambil mengerutkan keningnya menunggu kalimat yang akan diungkapkan wanita itu.

"Apakah Dokter Lia sakit?"

Dokter Irawan, ketua panitia memandang Zee dengan was was. Ia yang awalnya meminta teman-temannya mengundang Zee sebagai narasumber merasa bersalah karena sudah membuat wanita yang dicintainya kini mengalami masalah.

"Apakah saya boleh meminta ijin untuk meninggalkan seminar ini, Dokter? Ada saudara yang membutuhkan bantuan segera."

Semua peserta dan panitia saling pandang lalu bergumam. Gumaman yang memenuhi ruangan membuat dengung di ruang seminar terdengar seperti suara lebah. Beberapa saat kemudian, dokter Irawan mengambil alih kendali.

"Bapak ibu Paztrooper yang saya hormati, kita akan melanjutkan sesi tanya jawab kita, namun saat ini kita harus mengijinkan Dokter Lia untuk meninggalkan arena karena ada hal yang harus didahulukan. Dokter Zee sudah banyak memberi ilmu yang beliau kuasai. Kita doakan semoga segala urusan beliau segera selesai dan sesi akan kita lanjutkan bersama narasumber kita yang kedua."

Semua yang hadir menganggukkan kepalanya lalu melambaikan tangan ke arah Zee yang sudah mulai mengemas semua perlengkapan. Zee segera menutup meeting dan ia melangkah menuju ruangannya. Mengecek CCTV yang ada di sana dan mengamati setiap orang yang hadir di klinik serta membawa Andini. Beberapa kali ia memfokuskan pandangan pada wajah laki-laki yang sudah menghancurkan kegiatannya hari ini lalu meraih ponselnya dan menghubungi Willy.

"Apakah ada perkembangan baru dari Andini?'

"Belum, Nona. Kami masih memantau pelarian mereka menuju markas. Ada banyak rintangan yang kami hadapi dan semua mengandung resiko yang sangat berat."

Zee diam. Ia tahu bagaimana sepak terjang Leo. Laki-laki yang menjadi saingan bisnis ayahnya dan selalu berusaha untuk menghancurkan keluarganya itu memiliki banyak anak buah yang kejam dan tidak akan berpikir dua kali untuk menghancurkan siapapun yang menghalangi jalannya.

"Nona"

"Kirimkan posisi terakhirmu kepadaku!"

Willy mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu mengapa Zee memintanya untuk mengirimkan posisi terakhirnya. Willy tahu Zee memang wanita tangguh, namun ia sama sekali tidak menghendaki bos wanitanya menjadi korban keganasan Leo. Yang Willy inginkan hanya menyelamatkan Andini tanpa melibatkan Zee sama sekali, namun menolak permintaan Zee adalah aib yang selalu ia hindari.

"Tapi Nona . . . ."

"Jangan khawatir. aku akan menampakkan diri seperti yang aku inginkan. Percayalah bahwa aku akan baik-baik saja, Willy, insya Allah."

Willy memandang Andra. Teman sekaligus rekan kerjanya yang kini sedang memegang kemudi melajukan mobil mengikuti mobil sampah yang sedang mengikuti mobil yang membawa Andini.

"Ada apa? Kelihatannya kau bingung? Siapa yang sedang berbicara denganmu?'

"Nona memintaku mengirimkan posisi terakhir kita. Bagaimana pendapatmu?"

Andra diam. beberapa kali ia hanya mampu menarik napas dalam tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Bagaimana pendapatmu? Jangan lama-lama berpikirnya. Aku harus segera memberikan jawaban pada Nona."

"Aku juga bingung Bro. Kalau kita menuruti perintahnya, aku takut akan terjadi apa-apa pada Nona. Tapi kalau menolak . . .."

Willy mengangguk. ia paham apa yang menjadi kekhawatiran Andra yang juga menjadi kekhawatirannya. Ia sama sekali tidak menghendaki terjadi kecelakaan pada Zee.

"Kau menolak memberikan informasi?'

Pesan Zee membuat Willy semakin frustrasi. Ia menganggukkan kepalanya lalu membuka aplikasi peta dan mengirimkan lokasi terakhirnya tanpa menunggu kesepakatan dengan Andra. Willy mendesah. ia remas rambutnya dan mengusap wajahnya kasar. melihat sikap Willy, Andra hanya mampu diam dan kembali fokus pada jalan raya. Ia sudah menebak kalau Willy akhirnya mengirimkan apa yang diminta oleh Zee.

"Kau sudah mengirimkan padanya?'

"Apa boleh buat? Dia sama sekali tidak menerima penolakan. Kau paham itu."

Andra menarik napas dalam untuk kesekian kalinya, membuat Willy tersenyum.

:Kau juga tidak memiliki pilihan lain kan kalau menjadi diriku? Jangan pernah menyalahkan aku kalau kau sama sekali tidak bisa menentukan sikap tegasmu. Bagiku menolak permintaan Nona sama dengan bunuh diri karena dia akan mengirimkan hukuman terberat untuk anak buahnya yang membangkang."

Dorrr

Sebuah tembakan terdengar di telinga Willy dan Andra yang masih membahas permintaan Zee. Mereka segera memandang sekeliling, mencari sumber suara.