Afzal yang melihat Zaskia meninggalkan dirinya tanpa pamit segera mengepalkan kedua tangannya. Iya ingin memukulkan kepala ya ke pasien tempat dia merebahkan tubuhnya namun ya urungkan karena kekuatan yang masih belum maksimal membuat tangan kekarnya kesakitan.
"Aw, shit, Mengapa selalu saja engkau seperti menggodaku wahai para perawat dan dokter di rumah sakit apa ini. Suka kepadaku atau kalian memang memiliki kebiasaan yang sama satu sama lain terhadap pasien?"
Afzal mengamati pintu kamarnya, mengharap Zaskia datang untuk yang kedua kalinya menemui dirinya. Saat itu terjadi, ia ingin meminta konfirmasi terkait anak buahnya yang dirawat di rumah sakit lain. Namun sudah hampir setengah jam berlalu, Saskia sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya di depan Afzal.
"Tuhan mengapa aku harus dibuat kesal seperti ini? Sebagai seorang pasien aku berhak untuk mendapatkan kebahagiaan yang terjadi saat ini. Sungguh sangat menyebalkan. Mereka membiarkan aku sendiri di ruangan ini tanpa ada pemberitahuan kepada keluargaku sama sekali. Aku sangat bersyukur karena pihak rumah sakit ini sama sekali tidak memberitahu keluargaku, namun apa tidak lebih baik kalau mereka menyediakan sangat bersyukur karena pihak rumah sakit ini sama sekali tidak memberitahu keluargaku, namun apa tidak lebih baik kalau mereka menyediakan satu orang pegawainya untuk menjagaku? Sungguh, sungguh menyebalkan dan tidak bisa di rekomendasikan kepada pasien lain."
Afzal masih terus bermonolog. Hingga beberapa saat ia tidak sadar ada seseorang yang sedang berdiri di pintu menatap kekesalannya. Setelah sekian lama menunggu akhirnya Zee melangkah mendekati laki-laki yang masih terbaring lemah di bed pasien.
Melihat kedatangan Zee yang tiba-tiba, Afzal melotot seolah dia memprotes kehadiran wanita yang sejak kemarin membuat kekesalannya semakin meningkat.
"Hei, mengapa kamu suka datang ke ruangan ini tanpa meminta izin? Apakah itu memang kebiasaan? Kamu lebih suka datang tanpa diundang dan tanpa memberitahu aku terlebih dahulu?" Zee menghentikan langkahnya, dia memandang Afzal tanpa berkedip. Ia mencoba membuka catatan yang diberikan oleh Zaskia yang kini sedang mengambil beberapa perlengkapan di ruangannya.
"Apa kabar, Tuan? Aku mungkin memang ditakdirkan untuk menjadi petugas yang dibenci pasiennya. Aku sama sekali tidak sengaja melakukan hal yang sama yang akhirnya membuat tuan memandang aku sebagai petugas yang selalu mengejutkan pasien. Aku tidak sengaja, maafkan aku."
Zee masih mencoba melakukan observasi terhadap kondisi Afzal sambil menunggu beberapa petugas datang menghadapnya. Ia ingin sekali melakukan terapi selanjutnya, membetulkan posisi tulang Afzal yang menggeser akibat beberapa pelintiran yang dilakukan oleh lawannya.
Zee mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Afzal, namun dengan sombongnya Afzal menarik tangannya dan menyembunyikannya di balik selimut. Melihat sikap kekanakan Afzal, Zee tersenyum tipis. Ia sama sekali tak menyangka kalau Afzal akan seektrem itu menerima dirinya.
"Mengapa kau tersenyum? Apakah kau menghinaku? Jangan bilang kau akan melakukan hal aneh yang membuat aku bisa mengubah pola pikir dan cara pandangku untukmu."
"Aku tidak akan pernah membuat siapapun menerima semua tindakanku. Aku hanya berusaha melakukan yang terbaik, terlepas dari bagaimana orang lain menilaiku."
" Aku tidak percaya denganmu. Kamu selalu marah kepadaku karena kau selalu memarahimu. Aku yakin, kau memegang tanganku untuk membuatnya semakin sakit bukan?"
"Terserah apapun penilaianmu. Yang jelas aku sama sekali tidak seperti yang Tuan pikirkan."
Afzal diam. Ia mencoba mencerna apa yang dimaksud oleh Zee, namun ia segera menggelengkan kepalanya. Ia terlalu lelah untuk memikirkan orang lain. Selama ini ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu peduli pada siapapun. Hanya dia yang boleh menghabiskan pikiran dan emosinya.
Melihat Afzal diam, Zee diamdengan meneliti beberapa dokumen tentang pasien yang akan di periksa bersama para tenaga kesehatan yang dipekerjakan sambil duduk di sofa penunggu pasien. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Zaskia dan teman-temannya datang. Mereka menganggukkan kepalanya kepada Zee yang kini sedang duduk sambil menatap kehadiran mereka.
"Apakah semuanya sudah siap?" Tanya Zee pada Zaskia.
"Sudah dokter, kita akan memberikan layanan terbaik untuk Tuan Afzal. Kami menemukan ada beberapa penyimpangan di tubuhnya pada tulang yang menyimpang tidak pada tempatnya dan membuat Tuan Afzal masih belum bisa duduk seperti semula."
Zee mengangguk lalu meletakkan dokumen yang ada di tangannya di meja. Dengan dibantu beberapa asisten dia meneliti kondisi Afzal dengan menyentuh beberapa bagian tulang.
"Aw, jangan bilang kamu akan membunuhku dengan menyentuh bagian-bagian yang sakit. Aku yakin kamu tidak ingin memberikan treatment tetapi ingin memberi banyak hukuman kepadaku karena aku selalu membuatmu kesal kan?"
Zee hanya bisa memandang Afzal sejenak lalu melanjutkan kegiatannya. Ia melakukan observasi dengan tak menyentuh beberapa titik sentuh di beberapa bagian tubuh yang semakin membuat laki-laki itu meringis.
"Booster energi"perintah Zee kepada anak buahnya yang langsung membuat mereka yang tadinya berdiri di belakangnya mengangguk dan melangkah mendekati Afzal. Beberapa laki-laki memberikan energi booster kepada Afzal dengan memangku kepala pasien dan menggoyangkan kedua kaki Afzal. Mendapatkan perlakuan dari beberapa petugas Afzal mencoba untuk menolak karena merasakan tulang-tulang di tubuhnya sangat sakit pada awalnya. Namun setelah beberapa kali mereka melakukannya, Afzal bisa merasa ada sedikit pencerahan. Kepala yang awalnya pusing berangsur-angsur membaik. Pandangannya menjadi terang dan beberapa bagian tubuhnya yang pegal kini kembali seperti normal, namun bukan Afzal namanya kalau ia tidak membuat marah Zee. Ia kibaskan tangannya mencoba memukul Zee, namun Zee segera menangkap tangannya.
"Jangan pernah melakukan itu kepadaku apalagi dengan memerintahkan anak buahmu untuk menyiksa. Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu yang membuat kondisiku lebih parah. Aku akan menuntut balas kepadamu,"
Yudha melotot mendengar ucapan Afzal. Ia sama sekali tidak tahu mengapa laki-laki yang sudah mendapatkan perawatan dari pemilik klinik As syifa yang sudah berbuat banyak untuk menyelamatkan dirinya, justru marah dan seolah ingin menghancurkaan Zee.
"Tuan seharusnya berterima kasih karena . . . ."
"Yudha, pergilah!"
Yudha masih belum selesai mengucapkan kalimatnya, namun ia harus melaksanakan perintah Zee. Wanita lemah lembut yang selalu menampilkan sikap tegasnya di hadapan para pasien.
"Baik, Dok. Maaf."
"Jangan pernah mengatakan apapun kepada siapapun tanpa seijinku."
"Baik, Dokter. Saya minta maaf."
"Pergilah. Bawa beberapa temanmu untuk menunggu Tuan Afzal dan pastikan kalian merawatnya dengan baik. Seseorang tidak menghendaki dia dibawa ke rumah keluarganya."
"Baik, Dokter."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Zee mengajak Sazkia dan anak buahnya meninggalkan Afzal yang mengerutkan dahi mendengar perintah Zee pada Yudha. Zee terus melangkah menuju ruang perawatan lain dan memberikan beberapa tindakan pada pasien yang menginap di As Syifa tanpa pilih kasih, sedang Afzal yang kini bersama dengan Yudha sedang mencoba mengorek informasi tentang wanita yang menolongnya dari cengkeraman penjahat yang menghadang dirinya.