"Gimana keadaan Ibunya Sabrina sekarang ya? Apa dia udah melakukan operasi? Terus Sabrina gimana? Kasihan juga dia harus sendirian jagain Ibunya di rumah sakit," pikir Alvin di dalam hatinya.
Mamahnya yang melihat Alvin bersikap aneh langsung mempertanyakan kepadanya.
"Kamu kenapa nak? Seperti ada yang sedang kamu pikirkan? Kamu lagi ada masalah?"
"Engga Mah. Alvin ga kenapa-kenapa."
"Jangan-jangan kamu lagu mikirin restaurant kamu itu ya? Atau kamu mikriin karyawan kamu yang ga tahu diri itu? Tadi Mamah ketemu sama dia di restaurant."
"Apa? Mamah ketemu sama Sabrina? Terus gimana Mah?"
"Ga ga gimana-gimana. Awalnya dia cariin kamu, terus Mamah marahin aja dia. Mamah kasih peringatan ke dia kalo dia seperti itu terus, Mamah yang akan pecat dia. Dan kamu jangan lemah sama dia. Kamu harus bisa bersikap tegas ke Sabrina. Ke semua karyawan kamu yang seenaknya kalo kerja."
"Iya Mah."
Alvin hanya bisa meng-iyakan ucapan Mamahnya itu. Karena Alvin tidak mau ribut dengan Mamahnya sendiri.
"Gua harus ke rumah sakit nanti setelah acara ini selesai," ucap Alvin di dalam hatinya.
Alvin terus mengikuti acara keluarga pada malam ini. Alvin berusaha untuk fokus dengan acara malam ini walaupun pikirannya sedang berada di rumah sakit. Alvin sangat mengkhawatirkan Ibunya Sabrina. Padahal sebelumnya Alvin sangat tidak suka dengan Sabrina. Tetapi sekarang ini Alvin justru sangat peduli dengan Sabrina dan Ibunya.
******
Tepat 30 menit sebelum Ibunya masuk ke ruang operasi, Sabrina sudah tiba di rumah sakit kembali. Suster yang akan menangani Ibunya sedang bersiap-siap di ruang operasi. Karena sebentar lagi Ibunya Sabrina akan melakukan operasi donor darah. Operasi yang merupakan bagian dari operasi besar. Dan sampai sekarang Sabrina belum boleh masuk ke dalam ICU untuk menengok Ibunya sendiri.
"Ibu. Sebentar lagi Ibu akan menjalankan operasi. Semoga setelah operasi ini keadaan Ibu semakin baik ya Bu. Supaya kita bisa cari Ibu dan Ayah kandung aku sama-sama. Supaya aku juga mempunyai kesempatan untuk membalas kebaikan dan kasih sayang Ibu yang udah Ibu berikan ke aku," ucap Sabrina di dalam hatinya.
Tidak lama kemudian seorang Suster datang ke ruang ICU. Dia mendorong tempat tidur milik Ibu angkatnya Sabrina untuk dibawa ke ruang operasi. Sebelum Ibunya dibawa ke ruang operasi, Sabrina memohon kepada Suster untuk bisa mendekati Ibunya walaupun hanya sebentar saja.
"Suster. Suster saya mau ketemu sama Ibu saya Sus. Sebentar aja. Boleh ya Sus."
"Tapi Mba. Pasien sebentar lagi akan melakukan operasi. Operasi akan segera dimulai."
"Saya mohon sebentar aja Sus. Ga sampai lima menit. Saya juga yakin kalo Ibu saya butuh dukungan dari saya. Saya mohon ya Sus."
"Baiklah kalo gitu. Jangan lama-lama ya. Kalo tidak, saya akan bawa paksa pasien ke dalam ruang operasi."
"Iya Sus."
Sabrina memeluk tubuh Ibu angkatnya dengan sangat erat. Sabrina juga mengenggam kedua tangannya dengan sangat erat sambil menangisinya. Kemudian Sabrina bekata, "Ibu. Ibu yang kuat ya. Ibu sebentar lagi akan melakukan operasi. Ibu harus kuat. Setelah ini aku yakin Ibu ga akan sakit lagi. Sabrina akan selalu ada di sisi Ibu. Jadi Ibu harus bertahan untuk Sabrina ya Bu."
Ketika Sabrina sedang mengajak Ibunya yang sedang koma berbicara, Suster langsung membawa Ibunya ke ruang operasi. Karena pasien juga masih belum boleh di jengguk lama-lama. Dengan perlahan Sabrina melepaskan genggaman tangannya dengan Ibunya.
Dan sekarang Ibu angkatnya Sabrina sudah memasuki ruang operasi besar. Sabrina tidak boleh masuk ke dalam. Sabrina harus menunggunya di depan ruang operasu. Lampu yang berada di depan ruang operasi menyala. Itu artinya operasi sudah mulai dilakukan. Selama operasi berlangsung Sabrina merasa tidak tenang. Dia terus mundar-mandir di depan ruang operasi sambil berdo'a untuk keselamatan Ibu angkatnya.
"Ya Tuhan. Semoga Ibu ga kenapa-kenapa. Semoga operasinya berjalan dengan lancar. Semoga Ibu kuat menjalani ini semua. Dan semoga setelah ini Ibu ga akan rasain sakit lagi karena Ibu udah bisa benar-benar lepas dari penyakitnya. Aamiin," ucap Sabrina di dalam hatinya.
Ketika Sabrina sedang kebingungan dan sendirian karena dia tidak mempunyai siapa-siapa, tiba-tiba datang seseorang yang selama ini sudah banyak membantunya. Dia juga sudah ada di setiap Sabrina membutuhkannya. Orang itu adalah Alvin. Sabrina yang melihat kedatangan Alvin seketika berhenti dari kesibukannya yang tidak jelas. Yaitu mundar-mandir karena khawatir dengan keadaan Ibunya saat ini.
"Pak Alvin?"
Alvin juga menghampiri Sabrina. Kemudian Sabrina tiba-tiba saja memeluk Alvin dengan sangat eratnya. Alvin yang merasa kasihan dengannya hanya bisa diam dan membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Sabrina.
"Pak Alvin. Terima kasih banyak Pak. Bapak yang udah selalu ada di saat saya membutuhkan seseorang. Bapak juga yang udah bantu saya selama ini. Sekali lagi saya mengucapkan banyak terima kasih ke Bapak. Saya ga tahu lagi harus membayar hutang budi seperti apa ke Bapak."
Walaupun awalnya Alvin membiarkan Sabrina memeluk dirinya, tetapi lama kelamaan Alvin melepaskan pelukannya. Alvin mendorong Sabrina sedikit dengan perlahan supaya Sabrina tidak memeluknya lagi.
"Kamu bicara apa si? Saya ga ngerti."
"Makasih karena Bapak yang udah antar saya dan Ibu saya ke sini. Bapak juga kan yang udah bayar semua biaya operasi Ibu saya?"
"Kata siapa? Saya ga merasa kalo saya udah bayarin operasi Ibu kamu. Oke kalo tadi emang kebetulan ada saya waktu kamu mau ke rumah sakit. Itu karena saya sedang mencari tahu apa Ibu kamu beneran sakit atau engga. Tapi kalo masalah biaya operasi, untuk apa saya melakukan itu? Saya ga melakukannya."
"Terus kalo bukan Pak Alvin, siapa dong?"
"Mana saya tahu."
Sabrina terdiam karena dia berpikir siapa yang sudah membayar semua biaya Ibunya kalau bukan Alvin. Tetapi akhirnya Alvin bisa mengalihkan pikiran Sabrina.
"Gimana keadaan Ibu kamu sekarang?" tanya Alvin.
"Ibu baru aja masuk ke dalam ruang operasi Pak. Saya takut banget. Saya takut banget Ibu di operasi di dalam. Karena sebelumnya Ibu ga pernah di operasi. Nanti kalo misalnya Ibu kenapa-kenapa gimana? Nanti kalo misalnya operasinya—"
Belum selesai Sabrina berbicara, Alvin sudah memotongnya dengan cara menaruh jari telunjuknya ke atas bubur Sabrina supaya Sabrina tidak berkata yang buruk-buruk tentang operasi Ibunya. Dan cara Alvin berhasil. Sabrina langsung berhenti berbicara.
"Kenapa jantung aku jadi deg-degan kaya gini ketika di perlakukan seperti ini sama Pak Alvin? Apa iya aku udah mulai ada hati sama Pak Alvin? Engga, engga. Aku ga boleh ada hati sama Pak Alvin. Pak Alvin itu orang yang nyebelin, emosian, masa iya aku suka sama dia," ucap Sabrina di dalam hatinya.
-TBC-