Chereads / BACK IN YOURS HUG / Chapter 13 - Belum Siap Bertemu

Chapter 13 - Belum Siap Bertemu

Rupanya Raihan keluar untuk menghubungi Naura. Pria tersebut duduk di teras depan rumah Mamanya. Seraya menghubungi gadis manis yang sejak tadi ingin sekali ia dengar suaranya.

Dering ke tiga, barulah panggilan telepon darinya di jawab oleh gadis tersebut. "Hallo, Mas? Ada apa?" sapanya yang terdengar jelas jika ia sangat ramai.

"Na, kamu ada di mana? Kenapa ramai?" tanya Raihan yang penasaran.

"Oh, aku lagi jalan mau beli bakso, Mas. Ada apa? Kok Mas telepon aku?" jelas Naura sambil berjalan seorang diri menuju ke warung bakso yang terletak tak jauh dari rumah kontrakannya.

Naura memang hanya ikut makan siang di rumah Raihan. Karena saat sore harinya, gadis itu pulang. Maka dari itu tidak ikut makan malam di rumah pria tersebut.

"Tunggu, Mas di situ. Mas ke situ sekarang, sharelock, ya?" ujar Raihan sembari masuk ke dalam mobilnya.

Naura tentu saja terkejut mendengarnya. "Eh? Mas Raihan mau ke sini? Belum makan malam juga? Iya, aku chat alamatnya," sahut gadis itu yang entah mengapa tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Belum, ya, kamu kirim, Mas ke sana sekarang," dusta Raihan.

Panggilan telepon pun terputus. Raihan tergelak sendiri mengingat sikapnya barusan. Kenapa ia harus berbohong jika belum makan dan lagi, kenapa juga ia harus menyusul Naura ke warung bakso.

"Kayaknya udah mulai bucin," ujarnya sambil terkekeh geli mendengar kata-katanya sendiri.

Tak perlu waktu lama, mobil Raihan berhenti di sebelah warung bakso yang Naura tunjukkan. Memang hanya warung bakso sederhana dengan tenda yang berada di pinggir jalan.

Raihan mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang membuatnya harus makan dua kali malam ini.

Di lihatnya seorang gadis yang mengenakan cardigan berwarna hitam tampak melambaikan tangannya ke arahnya saat ini.

Raihan berjalan menghampiri gadis manis yang telah duduk di sana. "Belum pesan, yah? Biar Mas pesankan?" tawar pria tersebut yang akan berjalan lagi.

"Nggak usah, Mas. Sudah kok, sebentar lagi juga di anterin, duduk aja," ajak Naura yang mempersilahkan Raihan duduk di sebelahnya.

"Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Raihan membuka percakapan.

"Eh? Ya, kan aku nggak tahu kalau Mas juga belum makan malam? Memangnya nggak makan di rumah Tante Ratna?" balas Naura sambil tertawa kecil.

"Tadi ada kerjaan di luar. Makanya belum makan, kan telepon mau ngajak kamu makan di luar," kilah Raihan terdengar sempurna.

Naura hanya ber-oh ria saja menanggapinya. Sebab ia juga tak curiga sama sekali. Keduanya akhirnya menikmati semangkuk bakso dengan segelas es teh sambil berbincang hal yang ringan.

"Oh, iya. Kemungkinan tiga hari lagi kami sekeluarga mau ke Jakarta untuk menjemput adik Mas yang baru saja pulang dari kuliah. Mama pasti sudah cerita bukan?" Beri tahu Raihan kepada Naura.

Gadis tersebut terkesiap, namun segera mencoba untuk tersenyum. "Oh, iya. Kata Tante Ratna mau bikin acara makan-makan sama keluarga, dan minta aku datang buat bantuin masak. Tapi emang nggak apa-apa kalau aku datang, Mas? Aku ngerasa nggak enak," tukas Naura yang sebenarnya ingin menghindari pertemuannya bersama Dia.

Raihan tersenyum tipis, "Nggak apa-apa kok. Lagi pula, Rico ingin bertemu denganmu. Penasaran sama kamu, gara-gara cerita Mama yang bilang kalau masakan kamu enak," bujuk Raihan yang menduga jika Naura malu, karena tidak memiliki alasan yang kuat Untuk berada di dalam acara keluarga orang lain.

Mereka akhirnya selesai makan dan pulang ke rumah Naura. Gadis tersebut rupanya maish terus berusaha agar tidak datang ke rumah Raihan saat Rico pulang. Ia belum siap bertemu dengan laki-laki itu.

"Tapi, Mas? Aku malu kalau ada di sana dan lagian itu kan acara keluarga. Nggak enak aku kalau nanti malah menganggu bagaimana?" desak Naura yang keras kepala.

Raihan hanya bisa menghembuskan napasnya mendengar alasan Naura yang tak ingin hadir dalam acara yang akan di siapkan oleh Mamanya untuk menyambut kepulangan anak kesayangannya.

"Jadi, kamu maunya gimana? Harus punya alasan dulu supaya nggak malu ada di sana? Gimana kalau nanti kamu bilang aja, kamu pacar Mas. Bagaimana?' tawar Raihan yang membuat Naura terkesiap.

"Aduh, kalau kasih saran yang benar dong, Mas? Itu malah akan semakin membuatku malu. Karena pastinya akan di tanya-tanya sama keluarga Mas. Kok bisa Mas Raihan pacaran sama karyawan Mall biasa kayak aku? Kan nggak lucu," gerundel Naura kesal.

Membuat Raihan terkekeh geli, "Memangnya kamu nggak pantas sama Mas hanya karena pekerjaanmu? Itu artinya yang berpikiran seperti itu masih kolot. Orang itu yang di nilai sikap dan perilakunya. Bukan hartanya atau kedudukannya," jelas pria tersebut. Seraya menoleh sekilas ke arah gadis di sebelahnya tak lupa senyuman tipisnya ia sematkan.

"Sudahlah, datang aja. Anggap saja kamu datang, karena di undang sama Mama. Masalah yang lainnya, biar Mama nanti yang beresin. Kamu harus kenalan sama adikku yang dulu aku ceritakan itu, dia lebih ganteng dari aku. Kamu pasti akan kesengsem sama dia," bujuk Raihan lagi.

Namun Naura hanya tersenyum tipis menanggapinya. Sejujurnya ia masih tidak ingin pergi ke acara itu. Ia belum siap bertemu dengan seseorang dari masa lalunya yang entah apakah masih mengingatnya atau tidak.

Naura hanya tidak ingin kembali berharap. Sedangkan ia tahu dan paham, bahwasanya pasti di New York sana, Rico juga memiliki kekasih yang cantik.

"Iya, akan aku usahakan untuk datang, Mas. Tapi nggak janji, yah? Soalnya kan pasti harus ijin dulu, malam kan acaranya?" sahut Naura yang membuat Raihan tersenyum lega.

"Iya. Kamu kan bisa tukar shif sama teman yang lain. Cuman satu hari ini aja, masa nggak boleh, sih?" sarannya yang hanya di jawab anggukan kepala oleh Naura.

Raihan mengantarkan Naura pulang lebih dulu, sebelum kembali ke rumahnya sendiri.

Naura merebahkan tubuhnya di ranjang, begitu masuk ke dalam kamarnya. Meletakkan ponsel dan dompetnya di meja kecil yang ada di kamarnya.

Menatap langit-langit kamarnya yang di dominasi warna putih ini. "Kenapa kita harus bertemu lagi dalam keadaan yang tidak pernah aku sangka. Jika ternyata, Ibu itu adalah Mamamu dan Dia adalah Kakakmu," keluh Naura dengan helaan napasnya yang panjang dan berat. Seberat beban hati yang harus ia terima.

"Akan seperti apa respons yang kau tunjukkan, jika tahu bahwa aku adalah gadis yang membuatmu penasaran? Apa kamu akan mengenali aku? Jika kita bertemu nanti?" tanya Naura entah kepada siapa.

Lagi, hanya helaan napas yang terdengar menghiasi kamar kecil ini. Tak ingin terlalu memikirkan hal itu. Naura memilih untuk menyibukkan dirinya dengan tugas-tugas dari tempatnya kuliah yang harus segera ia selesaikan.

"Lebih baik aku mengerjakan tugas, itu sudah pasti. Mikirin dia yang nggak pasti itu malah bikin pusing kepala aja," ujarnya yang bangkit berdiri dan duduk di meja belajarnya. Mulai fokus pada lembaran-lembaran kertas yang menumpuk di depannya.

Naura ingin agar ia bisa menyelesaikan pendidikannya ini dengan cepat. Agar bisa segera mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi ke depannya. Untuk membantu membiayai pendidikan dua adik kesayangannya itu.

Serta meringankan beban orang tuanya. Walaupun tidak banyak juga yang bisa ia lakukan untuk membantu.

Sama seperti Naura yang memilih berkutat dengan tugas-tugasnya dari kampus. Raihan juga kembali mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda oleh acara makan malam bersama Naura tadi.

Karena ia akan pergi selama beberapa hari ke Jakarta. Maka dari itu, semua pekerjaannya harus secepatnya selesai dan bisa di kerjakan oleh wakilnya di kantor.

Raihan memang bukan seorang yang kaya raya. Papanya mendirikan sebuah pabrik yang awalnya kecil hingga semakin berkembang. Dan lebih besar lagi atas bantuan dari Raihan yang memberikan ide-ide barunya untuk pabrik.