Naura berjalan pelan, mencari balkon untuknya sembunyi sejenak dari keramaian pesta malam ini. Bagaimana pun, bertemu dengan seseorang di masa lalunya, bukanlah hal yang mudah baginya. Dan menganggap jika ini hanya pertemuan dengan lama semata.
Sedangkan, setiap harinya, Naura selalu teringat akan sosok tersebut. Dan malam ini, saat di mana mereka akhirnya bisa bertemu, ia harus berpura-pura tidak mengenalnya. Seakan lupa pada sosok yang setiap malam selalu ia selipkan dalam setiap doa-doanya.
Tidak semudah itu untuk menganggapnya tidak terjadi apa-apa. Mengingat jika sosok tersebut yang telah memberikan pengalaman yang tidak akan pernah ia lupakan sampai kapan pun. Tentang indahnya cinta, namun, ia juga yang memberikan perihnya luka karena kekecewaan.
Setelah bertanya kepada salah satu pelayan yang kebetulan lewat. Akhirnya gadis tersebut menemukan balkon yang lumayan sepi. Mungkin juga karena kebanyakan orang-orang berada di dalam dan menikmati pestanya.
Makanan yang lezat, serta bertemu dan bercengkerama dengan orang lain yang mereka kenal. Itulah yang tidak bisa Naura nikmati. Selepas bertemu dengan Rico.
Makanan yang sebenarnya sangat menggoda pun, terasa hambar. Bahkan kue-kue yang terlihat sangat lucu dan menggoda, tak sanggup jua membuatnya melupakan sejenak pertemuannya.
Gadis tersebut berdiri di sebelah pagar pembatas balkon. Melihat terangnya langit malam ini. Bertaburan bintang di tambah dengan cahaya Rembulan yang indah.
"Akhirnya bisa bernapas lega, hahhh..." Naura menghembuskan napasnya lega.
Kedua tangannya, berpegangan di pagar pembatas. Menengadah, lalu tersenyum kecut, "Apa yang aku harapkan sebenarnya? Hah, lucu!" cibirnya pada dirinya sendiri.
Tanpa Naura sadari, jika sejak tadi ada yang diam-diam mengikutinya hingga sampai di balkon ini. Orang tersebut hanya berdiri di balik pintu. Mengamatinya dalam diam. Menunggu saat yang tepat untuk muncul di hadapan gadis tersebut.
Gadis tersebut, menghela napasnya berulang kali. Lalu terdiam. Pandangannya lurus ke depan. Seolah-olah menerawang kisah masa lalunya.
Tak lama, getar ponsel di dalam sling bagnya terasa. Naura dengan segera melihat siapa yang menghubunginya. Dan mendesah begitu melihat siapa nama yang kini muncul di layar ponselnya. Hal itu tak luput pula dari pengamatan sosok di balik pintu yang menghubungkan balkon dengan ruangan di dalamnya.
"Aduh, Mas Raihan? Apa yang harus aku katakan?" Monolognya bingung sembari menggigiti kuku jari jempol tangannya, hal yang ia lakukan jika tengah bingung. Dan sosok itu telah hapal dengan kebiasaan Nuara yang satu ini.
Hingga ada sebuah tangan yang merebut ponsel yang berada di genggaman tangannya, saat ia akan menjawab panggilan dari Raihan tersebut.
Naura tersentak kaget dan lebih terkejut lagi kala tahu siapa yang merebut ponselnya dan mematikan ponselnya secepatnya. Lalu memasukkannya ke dalam saku jasnya.
"Rico?" seru Naura terkejut dan menatap tak percaya pada sosok yang kini berdiri di hadapannya dengan sorot mata tajamnya. Mengarah ke arahnya yang bingung dengan kehadiran laki-laki ini, di sini, saat ini.
"Katakan padaku! Apa kamu dulu pernah satu kelas denganku? Saat SMA? Atau aku salah mengenali wajah seseorang yang aku anggap sebagai temanku?" tanya Rico dengan tatapan tajam dan nada seriusnya.
Naura gelagapan dan terlihat salah tingkah. Ia bimbang, akankah ia mengakui bahwa mereka memang berteman dulu? Atau berpura-pura tidak saling mengenal saja?
Melihat gadis di depannya ini hanya diam dan raut wajahnya seolah tengah berpikir keras. Serta salah tingkah. Rico semakin yakin, jika Naura adalah sosok yang ia cari selama ini.
"Naura Divya Zanitha? Itu nama panjang kamu, bukan?" tanya Rico lagi. Seraya bersedekap di depan. Sorot matanya menatap lurus gadis yang tampak terkejut mendengar nama panjang yang baru saja ia sebutkan.
"Da-dari mana kamu tahu nama panjangku?" Naura tidak ingat ia pernah memberitahukan kepada Rico akan nama panjangnya.
Tentu saja Rico tahu, sebab ia menyelidiki semuanya tentang Naura saat itu dan meminta informasinya dari Kantor Guru. Dengan kekuasaan Papanya kala itu, bukan hal sulit memang untuk sekedar mengetahui informasi tentang seorang gadis.
Laki-laki tersebut tersenyum miring, lantas berjalan mendekati Naura yang mengerutkan keningnya. Namun juga melangkah mundur. Kakinya reflek mundur, saat melihat Rico semakin maju ke arahnya.
"Jadi, kamu Naura, yah? Gadis yang selalu mengikat rambutnya dengan ekor kuda, atau menggulungnya dengan pulpen jika kau lupa membawa ikat rambut. Apa aku salah, hm?" beber Rico yang rupanya masih mengingat dengan jelas kebiasaan Naura saat di kelas.
Gadis tersebut tentu saja sangat terkejut. Bagaimana laki-laki di depannya ini masih mengingat dengan jelas semua kebiasaannya saat di sekolah dulu?
Tubuh Naura tak bisa mundur lagi. Karena terbentur pagar pembatas balkon. Ia tak lagi bisa bergerak, kala laki-laki di depannya ini juga mengungkungnya dengan kedua tangannya di sebelah kanan dan kiri tubuh gadis tersebut hingga tak bisa lagi kabur.
"Kenapa? Terkejut, Hm? Apa kamu lupa sama aku, Nana?" bisik Rico lirih di dekat telinga Naura. Embusan napasnya yang hangat menerpa pipi Naura.
Membuat gadis tersebut terbeliak kaget dengan mata yang membola lebar. "A-aku, a-aku, iya, aku Nana," jawab Naura pada akhirnya. Menyerah. Tidak ada alasan lagi baginya untuk menghindar lagi.
Wajah Rico masih belum mau pergi dari sisi Naura. Seakan mengamati dari dekat, kecantikan gadis yang tidak berubah dari dulu.
Senyum manisnya dengan dua lesung pipi. Lalu bibirnya yang tipis dan berwarna merah muda alami. Rona merah yang alami ketika ia malu.
Matanya yang memang sedikit sipit, seperti gadis Cina kebanyakan. Kulitnya memang bukan putih, namun kuning langsat, khas warna kulit perempuan Asia. Hidungnya yang sedikit mancung, seolah sesuai dengan wajah perempuan Asia kebanyakan. Rambut hitam legamnya yang tampak tebal dan terawat, menguar sampo beraroma anggur. Sama seperti dulu.
Meski tampak dewasa, akan tetapi, Naura selalu sederhana. Tidak pernah berlebihan dalam hal berdandan. Juga berpakaian. Itulah yang menjadi daya tariknya. Inner beauty.
"Lalu kenapa kamu tadi seolah tidak mengenaliku? Apa kamu lupa padaku, karena perubahanku, Hm?" tanya Rico pelan, seraya menghirup aroma sampo dari rambut panjang Naura yang ia pegang ujungnya.
Perbuatan Rico membuat Naura semakin kaku. Pasalnya, saat ini detak jantungnya seakan melompat-lompat ingin keluar dari tempatnya. Dan ia malu jika sampai laki-laki tersebut mendengarnya.
"A-aku hanya takut salah orang. Kan, nggak lucu kalau aku sok kenal sama kamu. Nanti di kiranya aku cari perhatian lagi," jelasnya sedikit kesal.
"Oh," sahut Rico yang masih berada sangat dekat dengan Naura.
"Ehm, anu. Tolong, menjauhlah dariku! Aku takut akan ada orang yang salah paham jika melihat posisi kita seperti ini," pinta Naura yang berusaha mendorong dada Rico agar sedikit menjaga jarak darinya.