Raihan dan Naura telah tiba di restoran yang menjadi tempat berkumpulnya semua orang untuk menyambut kedatangan Rico yang telah lama menempuh pendidikannya di New York selama kurang lebih empat tahun lamanya.
Orang tuanya mengundang saudara dan teman-teman dekat saja untuk berkumpul dan makan malam bersama.
Gadis itu hanya diam berdiri di sebelah mobil Raihan. Ragu. Apakah ia harus masuk atau tidak?
Namun ia telah sampai di sini, tidak mungkin juga ia menolak jika di ajak masuk oleh Raihan.
"Ayo! Kok malah berhenti di sini, sih?" ajak pria tersebut yang telah berdiri di sebelahnya.
Naura tersenyum tipis dan mengangguk kaku. "Iya, kan, aku tunggu Mas dulu," kilahnya seraya nyengir .
Raihan menggelengkan kepalanya pelan, "Ya, sudah ayo, masuk! Mama pasti sudah menunggumu. Adik aku juga penasaran sama kamu. Makanya minta aku jemput buru-buru." Cerita pria tersebut sembari terkekeh dan menggandeng lembut tangan Naura.
Takut jika gadis itu kabur, karena merasa tak enak bukan termasuk keluarga. raihan hanya ingin membuktikan kata-katanya pada Naura, bahwa ia akan mendampinginya hingga acaranya selesai.
"Mas, ini beneran nggak apa-apa aku datang?" tanya Naura entah yang ke berapa kalinya sejak tadi.
"Iya, kamu tenang saja. Jangan sungkan begitu. Anggap saja kamu temani Mas ke acara makan-makan kantor," saran Raihan santai. Sembari menguatkan genggaman tangannya di jemari Naura.
Hanya ingin membuat gadis tersebut nyaman dan percaya diri. Dan yakin kepadanya, bahwa semuanya akan baik-baik saja bersamanya.
Naura mengangguk setuju. Matanya menatap genggaman tangan hangat Raihan. Seakan ingin memberikan rasa nyaman kepadanya.
Gadis tersebut yakin, jika semuanya akan baik-baik saja. Rico pasti sudah lupa kepadanya. Terlebih lagi, ia yang dulu dan dirinya sekarang sudah jauh berbeda. Tidak mungkin laki-laki itu mengingatnya sebagai teman semasa sekolah. Walaupun hanya sekitar delapan bulan kebersamaan mereka kala itu. Sebelum akhirnya, Rico pindah sekolah lagi ke Jakarta. Hingga kuliah.
Naura dengan yakin berjalan di sisi Raihan dan menebarkan senyum ramahnya kepada semua orang yang melihat kedatangannya bersama Raihan.
***
Sementara di dalam sebuah ballroom yang memang berada di atas restoran ini. Khusus untuk acara-acara yang tidak terlalu menampung banyak tamu undangan.
Tampak Ratna dan Rico yang tengah berbincang dengan sanak saudara. Hingga tiba-tiba Ratna melihat kedatangan putra sulungnya dengan gadis yang ia harapkan menjadi menantunya.
Wanita tersebut berbisik di telinga putra bungsunya, "Rico, itu lho gadis yang Mama ceritakan. Dia baru saja datang bersama kakakmu, sekarang sedang menuju ke sini. Bagaimana? Manis, kan?" ujarnya kepada Rico yang tengah memegang gelas soda dan akan meminumnya.
Mendengar apa yang Mamanya katakan, laki-laki tersebut menuju ke arah pintu yang di tunjuk oleh Mamanya.
Seketika saja, ia terbatuk-batuk. Terlalu terkejut melihat siapa gadis yang kini tengah di genggam oleh Kakaknya.
Matanya mengerjap beberapa kali. Memastikan penglihatannya tidak salah malam ini. Mamanya menegurnya yang tidak hati-hati saat minum. Namun Rico mengabaikannya.
Matanya terus menatap lurus ke depan. Di mana dua insan sedang berjalan sembari tersenyum membalas sapaan orang-orang yang mereka lewati.
'Apa itu dia? Tapi kok, beda? Apa dia akan mengenaliku? Dengan perubahanku saat ini?' gumam Rico bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Tatapannya beradu dengan mata indah nan sipit itu. Segera Si gadis mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Entah mengapa, Rico merasa tidak suka akan hal itu. Ia merasa telah di lupakan. Berbeda dengan dirinya yang terus menerus mengingat gadis manis itu sejak dulu hingga saat ini.
"Siapa namanya, Ma?" tanya Rico yang masih terus menatap lurus ke arah gadis yang saat ini terlihat salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah lain saat tak sengaja beradu pandang dengannya.
"Naura. Cantik bukan orangnya," jawab Ratna sambil tersenyum dan juga memandangi putra sulungnya yang ia rasa sangat serasi bersanding dengan Naura.
Sementara degup jantung Rico semakin menggila begitu mendengar nama yang sama dengan seseorang di masa lalunya.
Keyakinannya bahwa gadis yang kini berada di genggaman kakaknya adalah gadis yang sama di masa lalunya.
Raihan dan Naura semakin dekat dengan tempat Ratna juga Rico berdiri. Keduanya menyapa saudara yang berada di sana dan tak lama pergi. Kini hanya tersisa Ratna, Rico dan Raihan serta Naura yang saling berhadapan-hadapan.
Rico berusaha menjaga wajahnya agar tidak terlihat terkejut. Ia hanya ingin melihat, apakah gadis tersebut masih mengingat jelas bahwa mereka pernah berada di satu sekolah yang sama. Bahkan satu kelas yang sama.
"Malam Tante," sapa Naura ramah seraya mencium punggung tangan Ratna.
"Malam sayang, Tante senang kamu datang. Ini perkenalkan, anak Tante yang tempo hari itu Tante ceritakan," jelas Ratna yang menoleh ke arah Rico dan memintanya menjabat tangan Naura melalui tatapan matanya.
Rico mengulurkan tangannya sembari mengucapkan namanya, "Rico," ujarnya dengan senyum tipisnya.
Naura tersenyum terpaksa dan membalas uluran tangan Rico, "Naura," balasnya.
"Ayo, Na! Tante kenalkan ke semua keluarga yang datang. Biar kamu tahu siapa saja keluarga Raihan," ajak Ratna yang langsung menarik tangan Naura agar mengikutinya.
"Eh?" Naura terkejut akan ajakan wanita tersebut. Ia menoleh ke arah Raihan.
"Ma!" Raihan tampak akan protes, namun melihat Mamanya menggelengkan kepalanya. Pria tersebut tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya menatap mata Naura, seolah meminta maaf.
Gadis tersebut pun mengerti dan mengangguk. Lalu mengikuti langkah kaki Ratna yang membawanya ke sebuah meja yang penuh dengan beberapa orang.
***
Sepeninggal Naura dan Ratna. Raihan menoleh ke arah adiknya yang ternyata masih menatap ke arah Naura dan Mamanya yang berjalan menjauh.
"Bagaimana? Cantik, bukan?" tanya Raihan yang juga ikut menatap ke arah depan.
Rico menenggak minumannya dan menggelengkan kepalanya perlahan. "Dia nggak cantik, Bang. Tapi manis, wajahnya itu buat orang suka memandanginya. Kayak bikin pengen terus melihatnya saja," jelas Rico santai.
"Benar. Wajahnya memang buat orang betah menatapnya lama-lama," timpal Raihan seraya terkekeh.
Rico menoleh ke arah Raihan, tatapannya berubah serius. Namun, kakaknya rupanya tidak menyadarinya.
"Apa Abang menyukainya?" tanya Rico serius.
Raihan tersenyum tipis, "Kalau suka, ya, memang benar. Tapi untuk cinta? Rasanya itu masih belum," jelasnya sembari menerawang.
Diam-diam, Rico menghela napas lega. "Lebih baik, Abang pastikan dulu perasaannya, hatinya apa sudah hilang nama Clarissa di dalam sana? Jangan sampai Naura hanya untuk pelarian semata." Nasehat Rico telak yang langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari kakaknya.
Sedangkan Raihan, menatap punggung adiknya dan menghembuskan napasnya panjang. "Ya, kamu benar. Semuanya harus jelas, entah itu perasaan aku, atau pun perasaannya sendiri padaku."
Raihan memutuskan untuk mencari keberadaan Naura yang telah di 'culik' oleh Mamanya entah ke mana. Sebab, ia telah berjanji untuk menjaganya.
Naura pamit ke toilet kepada Ratna. Ia ingin menenangkan dirinya sendiri saat ini. Nyatanya bertemu kembali dengan sosok itu, bukanlah hal yang mudah baginya.
Tak semudah itu bersikap tidak saling mengenal. Debar jantungnya tak bisa ia tutupi.
Naura berjalan mencari tempat yang sepi untuk menyendiri sejenak. Menenangkan hatinya sendiri. Entah, haruskah ia senang karena Rico tidak mengenalinya?
Ataukah ia sedih, karena merasa di lupakan oleh Rico?
Padahal ia selalu mengingat dengan jelas setiap kenangan yang Rico tinggalkan dulu. Sebelum akhirnya, pergi tanpa pamit dan menghilang tanpa kabar hingga hari ini.
Setelah beberapa tahun berlalu. Mereka bertemu kembali, namun dengan keadaan yang berbeda. Bukan lagi sebagai seorang remaja. Namun dengan penampilan dewasa dan banyak sekali perubahan yang terjadi.