Pagi ini, SMA Nusa Bangsa masih sepi. Meskipun masuk jam tujuh, jam setengah tujuh pun hanya beberapa orang saja yang baru datang.
Sebuah mobil menurunkan kecepatannya dan berhenti di depan sekolah tersebut. Di dalamnya Ayana sedang menciumi kedua pipi kakak-kakak nya setelah itu pamit turun dari mobil untuk berangkat sekolah. Gadis itu berjalan memasuki gerbang sekolah,rambutnya bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti tempo langkahnya.Tas warna pink milik Ayana membuat gadis itu terlihat lebih imut dibanding siswa seusianya.
"Aya!" panggil seseorang.
Ayana menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh ke sumber suara.
Ternyata itu adalah Dikta, laki-laki yang mengaku telah menyukainya dihadapan satu sekolah saat masa Orientasi Sekolah.Semenjak itu, nama Aya dikenal oleh satu sekolah, perempuan yang membuat heboh satu sekolah karena ada salah satu cowok yang menembaknya saat MOS.
Mendapat posisi sebagai anak Komite Sekolah membuat Dikta memberanikan diri untuk menyatakan cintanya pada Ayana saat itu. Laki-laki itu berpikir, Aya akan menerimanya karena ia memiliki sedikit jabatan di sekolah ini, meskipun yang sebenarnya memiliki jabatan Ayahnya. Dikta memang type cowok yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, apa pun akan ia lakukan meskipun harus menarik perhatian orang-orang sekelilingnya.
Baru saja Aya ingin melangkah menghindari pertemuannya dengan laki-laki itu namun, secepat kilat Dikta menghalangi langkahnya. "Aya, kamu mau kemana? tanya Dikta. "Aku punya sesuatu buat kamu. Sesuatu yang akan membuat hati kamu berbunga-bunga di pagi yang cerah ini."
Dalam sekejap satu butget bunga muncul di hadapan Ayana. Gadis itu sedikit risih dengan tingkah Dikta yang berlebihan.
"Hmmm … Ka Dikta," panggil Ayana.
"Kenapa, Ya?" kata Dikta lembut. "Kamu pasti mau bilang makasih ya?"
"Ah, ini gak seberapa Aya sayang."
"B—bukan begitu," kata Aya tidak enak mengatakannya pada Dikta. "Aya gak bisa terima bunga dari Ka Dikta."Aya sebisa mungkin mengatakannya dengan halus, ia tidak ingin menyakiti hati Kakak kelasnya itu.
Mendengarperkataan Ayana membuat wajahDikta memurung.
"Kenapa?"
"Aya gak bisa bawa bunga ini ke rumah."
"Kenapa?"
"Aya gak boleh terima hadiah apa pun dari cowok."
"Kenapaaa?" tanya Dikta mendramatisirkan keadaan. "Aya, aku udah susah payah cari bunga ini buat kamu. Kamu gak mau menghargai sedikiiit aja usaha aku?"ia memegang pundak Aya, matanya berharap gadis itu akan luluh dengan perjuangannya.
"Tapi, Ka Dikta …," ucap Ayana memotong kalimatnya. "Aya pasti di omelin Ka Aurel kalo Aya pulang-pulang bawa bunga yang dikasih Ka Dikta. Pasti nanti bunga itu di patahin, di injak-injak kemudian di buang di tempat sampah. Aya gak mau begitu."
"Oh, iya?"
"Iya, Ka Aurel galak banget."
Dikta membayangkan jika hal tersebut terjadi. Perlakuan Ka Aurelie lebih sadis daripada tidak diterima sama sekali.
Ayana pernah menceritakan tentang Ka Aurel pada laki-lakiitu. Ketika Dikta menembak gadis itu di hadapan semua orang, dengan mudahnya ia ditolak. Namun, beberapa hari kemudian Ayana menemui Dikta dan menjelaskan kenapa ia menolak Dikta yang sudah susah payah mengumpulkan keberanian untuk menyatakan Cintanya.
Aya gak boleh pacaran sama Ka Aurel. Ka Aurel itu galak, jadi Aya juga gak berani buat bantah kata-katanya. Aya minta maaf ya kalo udah buat Dikta malu. Seperti itulah yang dikatakan Ayana.
"Kalo gitu, bunganya gak jadi aku kasih, tapi aku bakal kasih kamu satu tangkainya aja."
"Mau ya, Ayana sayang?"
Ayana menghela nafas panjang. Laki-laki ini sangat pantang menyerah. Namun, untuk menghargai sedikit usaha Dikta membuat Ayana menerima satu tangkai bunga tersebut.
"Makasih ya Ka Dikta," ucap Aya menerima satu tangkai bunga dari Dikta.
"Kamu suka?"
"Suka, Aya suka bunganya."
"Bagus deh. Kalo gitu, aku ke kelas ya, have a nice day cantik."
Setelah mengatakan hal tersebut Diktapergi dari hadapan Ayana, gadis itu melambaikan tangannya menandakan perpisahan mereka. Setelah itu, Ayana melanjutkan langkahnya ke depan kelas.
Sebulan yang lalu SMA Nusa Bangsa memberi fasilitas murid-muridnya untuk meringankan barang bawaan ke sekolah, yaitu dengan memberikan satu loker untuk satu murid. Ruang loker ada di pintu masuk utama sekolah. Jika posisi kalian ada di gerbang, kalian hanya tinggal lurus saja dan di situlah letak ruang loker.
Aya mencari beberapa buku paket dari lokernya. Buku-buku bertuliskan judul pelajaran yang akan ia pelajari sepanjang ia berada di sekolah. Setelah selesai mengambil buku-buku yang diperlukan, gadis itu menutup loker tersebut dan menguncinya kembali. Nama Ayana berawal dari huruf A. Ka mendapattentang loker nomor 21 di pintu kecil itu bertuliskan 'Ayana Caroline Pradita' juga tak ketinggalan bacaan 'X IPA 2' sebagai jenis kelasnya takut-takut-takut ada nama yang sama.
Detik kemudian, perhatian Ayana tertuju pada loker nomor 267. Si pemiliknya tidak ada, namun entah kenapa gadis itu senang melihat loker tersebut lama-lama. Seperti ada sesuatu yang membuat matanya memantekkan pandangannya pada objek tersebut.
Tatapan Ayana seperti berharap. Berharap pada sesuatu yang rencananya sudah ia susun sedemikian rupa.
Setelah puas melihat, Ayana memutuskan untuk pergi ke kelasnya.
"Aya," sapa Rena, teman sebangku Ayana. "Hari ini lo bangun jam setengah tujuh lagi ya?" tanya Rena setelah Ayana sampai di tempatnya.
"kok tahu sih? Cenayang yaaa?" canda Ayana.
"Tahu lah, rumah deket juga telaaaat mulu."
"Hehehe … semua orang punya hak untuk telat."
"Tapi gak setiap hari juga kaleeee."
Ayana hanya mengeluarkan cengiran khasnya. Jarak dari rumah gadis itu ke sekolah hanyalah 500m. Tapi ia selalu saja datang diatas jam tujuh pagi. "Habis gimana, drama Korea yang Rena rekomendasiin ke Aya itu seru banget!"
"Huh, seharusnya lo itu dateng pertama. Lo lihat tuh yang rumahnya jauh aja datengnya pagi."
"Yaelah, Ren. Ini juga pagi kok, kalo siang mah jam dua belas. Lagian, selama datang sebelum bel masuk bunyi mah gak apa-apa kan."
"Huh, yaudah deh sakarepmu Maemunah …."
Sementara di kelas lain Megantara duduk di kursinya. Ia mengenggenggam surat yang ditemukan di loker beberapa menit lalu. Dalam hatinya masih bertanya-tanya, dari siapakah surat ini?
Pelajaran pertama sudah berlalu dan pelajarab kedua sudah hampir habis. Satu menit lagi, bel istirahat akan berbunyi.
Beberapa cara dilakukan murid-murid untuk menanti bunyi bel tersebut. Seperti menahan guru agar tidak melihat jam, hal seperti ini dilakukan agar guru tersebut tidak memberikan tugas atau PR di detik-detik akhir jam pelajaran. Atau sekedar iseng menghitung mundur waktu sahabis, biasanya mereka yang begini memakai jam digital atau type murid yang sepanjang pelajaran melihat ke arah jam dinding setiap lima menit sekali.
Berharap bel istirahat berbunyi meskipun belum waktunya.
*****