Chereads / Surat untuk Megan / Chapter 6 - Pesta ulang tahun

Chapter 6 - Pesta ulang tahun

"Ya, nanti pulang sekolah mau ikut gue gak?"

"Kemana?"

"Ke acara ulang tahun sepupu gue. Seharusnya gue datang bareng bokap tapi dia sibuk kerja, cowok gue juga sibuk katanya, gue males kalo dateng sendiri. Temenin yaaa, gak lama kok." Rena memang memiliki orang tua yang sibuk bekerja. Bahkan kadang dalam sebulan hanya tiga hari pria itu ada di rumah. Rena memang seperti anak yang kesepian, tapi ia tidak merasakannya karena Ayana selalu ada di sampingnya.

"Oh, yaudah tapi Rena jemput Aya ya hehe, sekalian ijin ke Ka Aurel," kata Ayana. Kalau tidak di jemput pasti tidak akan boleh pergi.

"Ish, gue udah kayak cowok lo aja Ya, pake jemput plus minta ijin segala."

"Hehehe …."

Keduanya kembali menyantap makanan masing-masing. Jam istirahat tinggal lima belas menit lagi, mereka masih punya waktu untuk bersantai.

Detik kemudian, seorang cowok duduk di depan Ayana. Ya itu Dikta, dengan gayanya yang selangit laki-laki itumenyodorkan segelas minuman dingin ke gadis itu. Ayana dan Rena saling tatap, Dikta selalu saja merusak momen mereka.

"Aya, kamu pasti haus. Nih, aku beliin minum," kata Dikta.

Aya tersenyum hambar kemudian berkata, "makasih Ka Dikta. Tapi Aya udah punya minum." Gadis itu menunjukkan segelas teh manis miliknya pada Dikta.

"Itu teh manis ya, Ya? Ih, Aya jangan minum ini Aya."

"Emangnya kenapa?"

"Kamu tuh udah manis jangan minum yang manis-manis. Kalo diabetes gimana? Lagian, teh aja minder tuh sama kamu."

Ayana dan Rena saling tatap lagi, keduanya tidak tahu harus berekspresi apa di depan laki-laki aneh ini. Dikta memang memiliki backingan di sekolah ini, tidak ada yang berani menyentuh laki-laki itu sedikit pun. Kalo dia bukan anak dari komite sekolah, habis sudah diledekin satu sekolah karena sifatnya yang aneh.

Ayana dan Rena juga sudah ingin memaki-maki laki-laki itu. Namun, niat baik itu harus dikurung.

"Makasih ya Ka Dikta," ucap Ayana.

"Iya, sama-sama," balas Dikta. "Oh ya, Ya. Aya nanti malam mau gak jalan jalan sama Ka Dikta? Ka Dikta punya sesuatu yang mau dikasih ke Aya."

"Hmm … maaf Ka Dikta, Aya udah ada acara nanti malam."

"Acara apa?"

"Ulang tahun sepupunya Rena. Aya pergi sama Rena."

Dikta melirik ke arah Rena sekilas kemudian menatap Ayana kembali. "Oh, yaudah. Gapapa kalo Aya acaranya sama teman cewek Aya. Yang penting Aya jangan jalan sama cowok lain ya."

Ayana hanya bisa tersenyum mendengar itu.

"Kak Dikta," panggil seseorang yang menghampiri mereka.

Dikta menoleh, ternyata hanya seorang siswi biasa. Dikta menghela nafas lega. Pasalnya kalo yang memanggipnya itu cewek cantik, ia bingung bagaimana menjelaskannya pada Ayana.

Tapi, mau secantik apapun cewek yang manggil lo juga Ayana gak bakal peduli, Bambank!

"Ada apa?" tanya Dikta pada siswi itu.

"Tadi Pak Deddy manggil Ka Dikta buat ke ruangannya." Mendengar itu Dikta menggangguk mengerti, sementara merasa sudah melaksanakan tugasnya dengan benar siswi itu pun pergi

"Aya makanannya udah di bayar?" tanya Dikta.

Baru saja Ayana ingin menjawab. Mulutnya di tutup oleh Rena yang berkata, "belum. Belum dibayar makanannya."

"Oh, yaudah. Kalo gitu biar aku yang bayar ya."—dikta mengeluarkan selembar uang seratus ribuan—"Tapi, Aya bayar sendiri. Dikta mau ke ruangan Papa soalnya tadi dipanggil." Setelah itu Dikta pergi dari hadapan Ayana dan Rena.

"Oh iya, makasih Ka Diktaaa …," ucap Rena.

Karena sulit bernafas Ayana menyingkirkan telapak tangan Rena yang menutupi mulutnya. "Renaaa, kenapa sih nutupin mulut Aya?" kesan Ayana. Sahabatnya hanya cengengesan. "Padahal kan Aya mau bilang kalo makanan kita udah dibayar "

"Justru karena lo mau bilang itu makanya gue tutupin," ucap Rena.

"Kenapaaa?"

"Ya ampun Ayaaa, lo tuh jadi cewek licik dikit napa? Gak apa-apa kalo lo bilang makanannya belum dibayar. Kan lumayan dapet duit seratus ribu." Rena mengambil uang pemberian Dikta di atas kemudian memasukkannya ke dalam saku. "Nanti bagi dua ya," katanya menepuk pelan ujung kepala Ayana.

Dikta keluar dari kantin dan berjalan menuju ruang Papanya.

Laki-laki itu heran tidak biasanya Papanya memanggil dirinya untuk ke ruangan. Padahal, Dikta tidak melakukan apa-apa. Ia tidak berkelahi dengan anak laki-laki dan tidak mengganggu anak perempuan, meskipun Ayana sebenarnya merasa terganggu dengan aksinya yang berlebihan.

Namum, apa yang ia lakukan untuk Ayana adalah tindakan yang melambangkan rasa sukanya terhadap gadis itu, ia ingin mendapatkan hati gadis itu bagaimana pun caranya.

Atau Papa akan memberinya hadiah? Tiba-tiba saja pikiran itu muncul dari pikiran Dikta. Ia langsung bersemangat untuk segera sampai di ruangan papanya.

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi dalam rangka apa Papanya akan memberikannya hadiah? ia tidak mendapatkan peringkat kelas sama sekali, jadi tidak mungkin Ayahnya akan memberikannya sebuah hadiah. Namum, apa pun itu Dikta akan menemui Papanya terlebih dahulu, ia yakin beliau tidak akan memarahinya dan mengatakan hal buruk kepada anaknya di sekolah.

Namun ternyata,

"MAKANYA, KAMU TUH BELAJAR YANG BENAR!"

Semua orang yang ada di ruangan tidak tahan dengan suara lantang Pak Deddy. Semua orang kecuali Dikta keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Dikta yang harus menelan pahitnya bentakan Papanya.

Kalo sudah marah tidak ada yang berani padanya. Semua ciut.

ternyata apa yang ada dipikiran Dikta tidak benar, Papanya memarahinya di sekolah. padahal dirinya sudah percaya diri tidak akan dimarahi di lingkungan sekolah oleh Papanya. namun apa yang terjadi sangatlah berbeda.

"LIHAT INI!" ucap Deddy melempar beberapa kertas ke muka Dikta. "LIHAT! APA-APAAN ITU NILAI SEGITU? APA INI NILAI DATI ANAK KOMITE SEKOLAH? IYA? BIKIN MALU!"

"Ta—tapi, Pah …."

"Papa gak mau tau, pokoknya semester ini nilai kamu harus diatas KKM semua. Gimana pun caranya," kata Deddy menahan marahnya. Terus berteriak membuat kepalanya pusing karena umurnya yang sudah tidak lagi muda.

"Iya Pah," ucap Dikta.

"Dikta."—Deddy duduk di kursinya—"Kamu itu anak satu-satunya Papa. Tolong jangan kecewakan Papa. Semua yang kamu ingin akan Papa berikan, jadi tolong, Papa hanya minta satu saja. Lulus dengan nilai yang baik. Jangan mentang-mentangkamu anak Papa, kamu seenaknya sekolah. Papa gak bisa bantu kalo memang kamunya yang salah."

"Iya, Pah."

"Jangan iya Pah, Iya Pah aja!"

"Iya Paaah, tapi jaman sekarang kan kalo kita punya tujuan itu kita harus punya motivasi," kata Dikta.

"Motivasi bagaimana maksudnya?" tanya Deddy tidak mengerti.

"Motivasi Pah. Semacam reward atau hadiah kalo aku bisa mencapai tujuan itu."

"Memangnya kamu mau apa?"

"Aku Dikta mau …."

*****