Keesokan harinya Anya berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya, namun ketika gadis itu hendak masuk ke kelasnya Dikta menghalangi langkahnya di depan pintu.
Ayana terhentak ketika langkahnya ada yang menghalangi, gadis itu gadi itu mengangkat kepalanya dan mendaati Dikta berdiri di depannya. Ia menghela napas panjang, apalagi yang akan dilakukan pria ini?
"Aya, kamu baru datang?" tanya Dikta.
Tangan pria itu mengarah ke belakang kepala Ayana kemudian muncul lah setangkai bunga secara misterius. Kemudian bunga tersebut ia ulurkan agar Ayana menyimpannya. Dengan senang gadis itu mengambil bunga yang diberikan Dikta.
Ayana mengambil bunga dari Dikta itu, pria itu sangat baik padanya, bahkan ia tahu bunga kesukaannya. tidak ada yang lebih mengetahui hal tersebut selain laki-laki itu.
"M—Makasih, Ka Dikta." Ayana mencium bunga tersebut, sangat harum.
Dikta senang Ayana menyukai pemberiannya.
Mendapat lampu hijau dari Ayana membuat kepercayaan diri Dikta meningkat. Laki-laki itu merangkul tubuh Ayana dan menuntunnya masuk ke kelas.
Mendapat perlakuan seperti itu dari Dikta, Ayana hanya bisa tersenyum paksa. Kini tatapan mata teman-teman sekelasnya tertuju pada sepasang murid itu, keduanya berjalan seperti pasangan yang baru saja menikah.
"Kak Dikta, makasih ya," ucap Mawar sesampainya di tempat duduknya. Ia melepas rangkulan laki-laki itu.
"Oh iya, sama-sama," balas Dikta.
"Yaudah kalo gitu aku ke kelas ya," pamit Dikta, Ayana menganggukinya.
Detik kemudian laki-laki itu berjalan keluar kelas, tepat setelah Dikta pergi Rena datang. Gadis itu heran dengan Dikta yang keluar dari kelasnya, melihat Ayana sudah datang ia berpikir bahwa laki-laki itu pasti melakukan sesuatu pada teman sekelasnya. Ia pun segera menghampiri Ayana dan menanyakan keadaan gadis itu.
"Ya, barusan gue ihat Ka Dikta keluar dari sini. Dia ngapain aja? Lo gak diapa-apain kan sama dia?" tanya Rena bertubi-tubi.
Ayana hanya menggeleng kepalanya sambil mengatakan, "Aya gak apa-apa kok."
Mendengar itu Rena menghela napas lega.
"Syukurlah."
Ayana menaruh bunga mawar pemberian Dikta di atas meja, Rena heran dengan bunga itu. Gadis itu mengambilnya dan bertanya, "ini bunga dari siapa, Ya?"
"Dari Ka Dikta," jawab Ayana membuat Rena menganga. Melihat ekspresi sahabatnya membuat Ayana tertawa kecil. Ia tahu apa yang dipikirkan oleh sahabatnya itu. Lantas Ayana langsung memberikan penjelasan. "Tadi dia ke sini kasih bunga. Tahu gak, cara ngasihnya tiba-tiba muncul gitu bunganya dri belakang kepala Aya. Ternyata Ka Dikta jago sulap juga ya."
"Tapi lo kan gak suka sama dia Ya," kata Rena.
"Iya, sih. Tapi lama-lama Aya kasihan juga kalo nolak dia terus. Sekali-kali kan bikin dia senang."
"Terseah lo deh, Ya." Rena menyerah. Ia tidak mau tahu lagi bagaiman harus berikap. Gadis itu sangat tidak senang jika Dikta mendekatinya, bukanya apa-apa hanya saja ia lebih menyetujui perasaan Aya hanyaah untuk Megantara seorang. Setiap orang pasti punya titik jenuh. Ia takut jika Megantara tidak pernah merespon cintanya, Ayana akan beralih pada Dikta yang terkesan lebay di sekolah.
"Ya, lo udah ngaku ke Megan kalo lo yang kirim surat itu?" tanya Rena.
Ayana menggeleng, itu berarti gadis it belum mengakui suratnya.
Mendengar itu Rena menepuk jidatnya, Ayana selalu memilih mencintai secara diam-diam daripada mengungkapkannya langsung.
Rena sudah sangat gemas dengan secret love yang dilakukan Ayana pada Megantara selama setahun ini. selama satu tahun mereka bersekolah di sekolah yang sama seharusnya Ayana sudah cukup berani untuk mengutarakan perasaannya. Namun yang ia lakukan hanyalah menatap laki-laki itu dari kejauhan. Apalagi ketika berpapasan, Ayana pasti akan mencari tempat sembunyi agar tidak bertatap muka langsung dengan laki-laki itu.
Sifat malu Ayana harus segera di hilangkan. Ia merasa gengsi jika perempuan menyatakan cintanya duluan. Namun setelah dikompor-kompori, akhirnya Ayana menyatakan cintanya juga tapi hanya bisa menyatakannya lewat surat. Rena sedikit lebih senang karena akhirnya gadis itu mau mengungkapkan perasaannya tapi setelah tahu suat tersebut tidak diberi nama dirinya membuatRena kesal setengah mati. Mengirim surat tapi menyembunyikan identitasnya itu sama saja bohong!
*****
Megantara berdiri di lokernya, ia mengambil beberapa buku pelajaran yang akan ia pelajari hari ini.
Tiba-tiba ia teringat dengan pertemuannya dengan Ayana. Gadis yang tidak sengaja bertemu dengannya ini sedikit berbeda dengan gadis-gadis lain. kalau perempuan lain, mereka akan melakukan apapun agar dekat dengannya. Tapi gadis itu beda, tubuhnya yang kaku membuatnya berbeda dari perempuan-perempuan lain.
Meskipun tidak menanyakan, Megantara tahu namanya. Dia menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Aya. Setiap berbicara, gadis itu selalu menyebut Aya tanpa absen sedikitpun. Dan mulai detik itu, Megan mengetahui namanya. Aya. Tapi ketika bertemu Aya mengetahui namanya, apa dia dan dirinya bersekolah di sekolah yang sama? Sebab, selain sekolah tidak ada tempat lain yang didatangi Megantara.
Setelah mengambil semua buku yang diperlukan, ketika hendak menutup pintu Megantara mengurungkan niatnya.
Perhatiannya tertuju pada 3 surat misterius yang ia dapatkan. Pertama, ia mendapatkannya di kolong meja tempat duduknya, kedua seorang kurir mengantarkan surat tersebut ke rumahnya dan yang terakhir ia dapatkan di dalam lokernya. Megantara mengambil satu dari tiga surat yang ia dapat kemudian menatapnya lekat. Ketiga surat itu Megantara dapatkan secara misterius, isinya belum sama sekali ia baca karena laki-laki itu sudah mengetahui isinya. Meskipun tiak tahu apa yang tertulis pada surat tersebut, hanya dengn melihat lambang love di ampopnya saja membuat ia berasumsi bahwa itu adalah surat cinta.
Megantara tidak ingin mengurusinya. Dia sangat ingin menyingkirkan segala sesuatu yang berhubungan tentang cinta. Namun rasa penasaran yang ia miliki tidak hanya untuk ilmu-ilmu yang ingin ia kuasai, tapi juga tentang pengirim surat tersebut. Megantara hanya sekedar ingin tahu siapa pemiliknya. Sudah, hanya itu saja. Jika sudah mengetahuinya, laki-laki itu tidaka kan berbuat apa-apa.
"Megan, cepat masuk kelas 5 menit lagi bel masuk," seru salah satu siswi dari lokernya.
Meskipun sudah mendapat peringatan, Megantara tetap tenang. Jika yang lain sedang berlari kecil menuju kelasnya agar tidak terlambat, Megantara tetap berjalan santai. Sesampainya di kelas, Megantara duduk di kursinya. Ia menaruh buku-buku pelajaran yang akan dipelajari hari ini di kolong mejanya.
Pelajaran pun dimulai. Seperti biasa, Megantara memperhatikan pelajaran. Materi yang dijelaskan oleh guru di depan sangat mudah dicerna olehnya. Tidak seperti murid-murid lain yang merasa bosan, beberapa dari mereka ada yang diam-diam menainkan ponsel untuk berkomunikasi dengan sang kekasih, ada yang menggambar tidak jelas di halaman belakang buku tulis serta yang berbincang dengan teman sebelahnya sambil was-was agar tidak ketahuan guru.
******