Deru motor menghiasi parkiran sekolah. Matahari sudah semakin tinggi posisinya, membuat parkiran yang tadinya kosong satu persatu terisi penuh.
Asap motor menghiasi suasana yang awalnya terbebas dari polusi. Beberapa murid serta guru datang untuk memenuhi kewajiban mereka yang menjadi alasan datang ke tempat ini.
Kuda besi milik Megantara terparkir di ujung area. Itu adalah tempat favoritnya karena dekat menuju pintu keluar. Laki-laki itumelepas helmnya lalu membenarkan sedikit rambutnya yang berantakan. Cewek-cewek yang lewat di sana melihat pria itu dengan tatapan love, sesekali menggodanya dengan mengucapkan 'selamat pagi'. Kemudian, Megantara turun dari motornya, ia membenarkan posisi motornya agar terparkir dengan benar. Setelah selesai, ia berjalan memasuki area sekolah.
"Pagi, Megan," sapa kelas cewek yang berpapasan dengan Megantara.
"Halo, Megan."
"Eh, eh … itu Megan. Ih ganteng banget!"
"Iya, gue mau nyapa tapi takut dicuekin."
"Emang dia cuek kan orangnya? Justru sifat cueknya itu yang menarik perhatian cewek-cewek di sini."
Beberapa orang menyapanya, ada juga yang malu tapi malah membicarakannya secara diam-diam. Tapi, Megantara tidak pernah menggubrisnya. Ia lebih memilih untuk tidak membalas sapaan mereka yang hanya bertujuan untuk mendapatkan perhatiannya.
Bukanya sombong, tapi Megantara tahu mana yang mengajaknya bicara karena memang ingin bicara dan mana yang mengajaknya bicara karena ingin mendapatkan perhatiannya semata. Baginya percuma saja mereka melakukan itu, Megantara tidak ada niat untuk membahas masalah perasaan. Baginya cinta adalah virus berbahaya yang akan merusak masa depannya dan harus dijauhi sebisa mungkin.
"Megan, nanti lo ke ruang OSIS ya," kata Kak Naila menghampirinya. "Kita ada kumpul mendadak soalnya."
"Oh, iya Kak," balas Megan.
"Oke, jangan sampai telat yaaa …."
"Iya Kak, siap!"
Naila pun pergi setelah memberitahu informasi tersebut.
Tuh kan, Megan sebenarnya adalah orang yang ramah. Kalo ada yang mengajaknya bicara dia pasti akan meresponnya, itu pun kalo si bicaranya tidak ada 'tujuan' tertentu.
Bukan berarti Naila tidak suka dengan Megan. Siapa sih, cewek di sekolah ini yang gak suka sama cowok sesempurna Megantara? Kalo ada matanya pasti rabun. Kakak kelas yang menegur Megantara tadi juga sebenarnya menaruh rasa suka sedikit pada laki-laki itu, namun hati gadis itu sudah ada yang memiliki. Ia harus setia dan tidak boleh berpaling hanya karena ada adik kelas yang ganteng parah.
Langkah kaki Megantara sampai di loker. Tepat di depan lokernya seorang gadis berdiri bersandar pada loker tersebut sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Eh, Megan. Gue nungguin lo daritadi," ucap gadis itu.
Alis Megantara bertaut. Ia tidak kenal dengannya.
Mengetahui kebingungan Megantara, gadis itu mengulurkan tangannya sambil berkata, "oh, gue Olivia kelas X.IPA 1."
Mengetahui uluran tangannya diabaikan, Olivia menarik kembali tangannya. Jujur gadis itu sangat tengsin, namun ia berusaha terlihat keren di depan laki-laki itu.
"Kalo lo gak ada urusan sama gue, mending lo menyingkir dari situ," kata Megantara jutek.
"Oh, ini loker lo ya, heheh …."—Olivia segera menyingkir—"Sory gue gak tahu." Lebih tepatnya pura-pura tidak tahu. Gadis itu sebenarnya sengaja menghalangi Megantara agar menarik perhatian laki-laki itu. Tak tik yang mudah terbaca oleh Megantara, makanya ia to the point untuk menyuruh gadis itu menyingkir.
"Megan," panggil Olivia.
Megantara tidak menanggapi, ia membuka lokernya.
"Megan, lo dengerin gue gak sih???"
Megantara tetap tidak mempedulikannya.
"Megan!" karena kesal, Olivia menarik lengan Megantara agar laki-laki itu menghadap ke arahnya.
"Kenapa sih?" kata Megantara risih.
"Gue tuh lagi ngomong sama lo. Lo harusnya respon gue dong. Emangnya lo gak tahu lo lagi diajak ngomong sama siapa? Gue anak dari pendiri perusahaan Orange juice yang cabangnya sudah menyebar di Indonesia."
"Terus?"
"Seharusnya lo bangga dong? Cowok-cowok di sini tuh banyak yang deketin gue."
"Sorry, gue gak tertarik sama lo."
Mata Olivia melebar mendengar ucapan apatis dari Megantara. Ia tidak percaya kalo cowok itu menolaknya mentah-mentah. Padahal banyak laki-laki yang mengantri hanya untuk mengobrol banyak dengannya.
"Iiih, nyebelin banget sih!" kesal Olivia dan pergi dari tempat itu. Kalo sudah tidak dipedulikan, untuk apa masih ada di sana?Jangan seperti orang yang sedang mengemis perhatian!
Kepergian Olivia pun tidak menarik perhatian Megantara sedikitpun. Laki-laki itu segera mengambil buku-buku yang ia perlukan di jam pelajaran nanti.
Sraaak!
Secarik kertas terjatuh ketika Megantara hendak mengambil buku paket Matematikanya. Laki-laki itu penasaran, apa yang terjatuh?
Setelah diambil, ternyata itu sebuah amplop dengan gambar hati di tengah-tengah. Apa ini surat cinta? Pikir Megantara. Tapi, siapa?
Tekstur amplop tersebut mengingatkan Megantara pada paket yang ia terima kemarin. Paket itu juga berisikan surat yang amplopnya sama dengan yang ia terima hari ini. Megantara menimang-nimang surat tersebut, melihat ke kanan dan kiri sambil menerka-nerka siapa dalang dari semua ini.
*****
Lima,
Empat,
Tiga,
Dua,
Satu ...
Suara bel istirahat kalah dengan sorakan siswa/siswi yang senang jam pelajaran habis.
Seperti napi yang baru saja keluar dari penjara, mereka berlarian seolah-olah terbebas dari masa kurungan selama bertahun-tahun.
Mereka berhamburan. Lelarian ke sana kemari, 80% dari mereka bertujuan untuk ke kantin. Belajar selama empat jam lamanya membuat perut mereka meronta-ronta minta diisi. Bukan hanya itu, rasa kantuk pun sempat datang, oleh karena itu sebagian dari mereka ada yang menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka.
"Aya, lo tidur jam berapa sih semalam? Pas pelajaran aja tidur. Untung tadi pas Bu Etik manggis, gue langsung bangunin lo," kata Rena saat ia dan Ayana berjalan menuju kantin.
"Hoaaam … gak tahu," jawab Ayana seadanya.
"Masa gak tahu?"
"Iya kan tidur gak liat jam dulu Ren. Mana ada orang yang kalo mau tidur itu ngeliat jam dulu terus diingat-ingatjam berapa dia tidur. Kalo mau tidur mah ya tidur aja."
"Oh iya, ya."
"Laper banget nih," kata Ayana memegangi perutnya.
"Udah kayak kebo, abis tidur makan," ledek Rena.
Ayana hanya memeletkan lidahnya. Ketika keduanya melintasi kelas X.IPA 3 perhatian Ayana tertuju pada satu cowok yang berjalan sendirian di koridor sekolahdari arah yang berlawanan. Cepat-cepat Ayana menarik Rena untuk bersembunyi dari laki-laki itu.
"Ya, lo kenap—" belum selesai Rena menyelesaikan kalimatnya Ayana keburu membekap mulutnya.
"Sssst …," desis Ayana.
Rena mengangguk mematuhi Ayana. Keduanya diam di tempat persembunyiannya sampai akhirnya Megantara melintas. Mata Ayana tidak terlepas dari laki-laki itu, laki-laki yang pesonanya menarik seluruh perhatian para gadis satu sekolah.
"Ya, Lo kenapa ngumpet pas ada Megantara?" tanya Rena setelah situasi reda.
"Aya gak berani ketemu Megantara."
"Kenapa?"
"Itu …."
*****