August duduk di bangku kelasnya. Semuanya tampak diam dan fokus pada pekerjaan mereka masing-masing. Kemudian August menoleh ke mejanya dan tampak selembar kertas. Dia baru teringat kalau hari ini ada ujian, jadi dia bersiap dan mulai mengerjakan.
Soal 1: Rudi meminjam uang di bank sebesar 100 juta dengan bunga sebesar 35% .......
Belum selesai membaca soal, August sudah terhenti. Dia kebingungan dan menangis. Bagaimana caranya agar Rudi bisa mengembalikannya? Bunga itu terlalu besar. Dia meminjam karena butuh uang tetapi jika seperti ini maka sama saja seperti perampokan.
"August…. August…." Khan memanggil August.
"Apa?!" August teriak.
"Kenapa kamu menangis?" Tanya Khan.
"Menangis?" August memperhatikan sekitar. "Ooohh…. Ternyata itu hanya mimpi." August merasa lega.
"Mimpi? Mimpi apa?" Tanya Hilda.
"Ada seseorang yang meminjam uang di bank dengan bunga sebesar 35%" Jawab August.
"Pantas saja, aku juga akan menangis jika seperti itu." Khan memahami perasaan August.
"Sebaiknya kamu coba hitung tekanan batin yang diterima olehnya." Sahut Hilda.
"Tidak terima kasih….. Sebenarnya apa yang kulakukan sehingga bisa mendapatkan mimpi itu." August sedikit trauma.
"Hahaha...." Hilda dan Khan sedikit tertawa kecil.
"Kenapa kalian seperti itu?" Tanya August.
"Kamu dan Ellen sudah demam selama dua hari." Jawab Hilda.
August bingung dan masih belum bisa memprosesnya. Dia tidak percaya dan masih berpikir kalau dia hanya tidur biasa. Lalu Khan mengeluarkan suatu obat dari sakunya. Seketika melihat obat itu, August mulai mengingat apa yang terjadi. Segera setelah meninggalkan Yeonhong dan kelompok musuh, August dan kelompoknya berlari mencari tempat untuk bersembunyi. Hari sudah malam dan mereka tidak ingin berseteru dengan kelompok lain. Akhirnya mereka menemukan sebuah gua di bukit berbatu dan disanalah mereka bersembunyi.
Lalu mereka tidur dan bergantian untuk berjaga. Saat Hilda berjaga, dia mendapati Ellen dan August yang demam dan menggerang kesakitan. Awalnya dia mengira kalau August dan Ellen hanya kelelahan karena kehabisan Mana mengingat mereka menggunakan sihir yang luar biasa tadi. Jadi dia hanya memberi mereka minum dan mengompres kepala mereka dengan kain basah. Pagi menjelang tetapi demam mereka tak kunjung sembuh, jadi Khan pergi seorang diri dan mencari bahan makanan. Khan dan Hilda memutuskan untuk beristirahat sehari sampai August dan Ellen cepat sembuh.
Saat siang hari kondisi August dan Ellen sudah mulai membaik dan untuk mempercepat proses kesembuhan mereka, Hilda meminumkan obat yang dibawa oleh Ellen. Alhasil August dan Ellen bisa bangkit untuk sesaat namun kembali jatuh pingsan dan kembali demam. Walaupun terlambat menghentikan, tetapi Khan melihat apa yang Hilda lakukan. Dia pun menyita obat itu dan membawanya. Merekapun kembali menetap di goa itu sampai August dan Ellen kembali pulih.
"Apa?! Kamu meminumkannya pada kami saat kami sakit?! Itu gila! Itu pembunuhan berencana!" August sangat terkejut dengan apa yang terjadi.
"Maaf!! Maafkan aku!" Hilda membungkuk kepada August.
"Cepat bakar benda itu!" August dendam pada obat milik Ellen.
"Ini obat milik Ellen, aku tidak bisa membakarnya begitu saja." Jawab Khan.
"Itu bukan obat, itu racun." August mulai berdiri dan mencoba meraih obat itu.
"Bakar saja Khan, aku tidak apa." Sahut Ellen.
"Ellen kamu sudah bangun?" Hilda terkejut dengan Ellen.
"Iya, maaf aku telah memberimu obat seperti itu." Ellen menyesal akan perbuatannya.
August yang awalnya marah menjadi tenang karena ucapan Ellen. Ellen benar-benar menyesal dan meminta maaf dengan tulus. Ellen pasti melakukannya tanpa niatan buruk karena dia juga meminumnya. Dia pasti juga tidak tahu efek samping obat itu. August kembali duduk dan meminta agar obat itu dibakar namun kali ini dengan nada yang pelan. Khan memahami perasaan August dan mulai membakar obat itu dengan sihirnya.
"Tapi kenapa kamu membawa obat seperti ini? Apakah ini tidak dilarang?" Tanya Khan.
"Entah dilarang atau tidak tetapi kita diperintahkan untuk membawa peralatan kita sendiri bukan?" Jawab Ellen.
"Benar, kita boleh membawa apapun asalkan muat dengan tas yang sudah disediakan bukan?" Sahut August.
"Memangnya apa saja yang kalian bawa?" Khan mulai menginterogasi temannya satu persatu.
Hilda dan Ellen sudah bekerja sama sedari awal. Walaupun dengan tas selempang kecil, mereka berdua mampu membawa minuman, kapas, pematik api, pisau, baju tidur? Garam dan juga obat-obatan. Sementara August membawa barang-barang yang sama seperti Khan yaitu tali dan tempat minum. Namun August membawa barang tambahan yaitu kartu sihir milik ayahnya.
"Kenapa kamu tidak menggunakannya saat kita diserang?" Tanya Hilda.
"Aku lupa kalau aku membawanya, aku baru saja mengingatnya." Jawab August.
"Baiklah, kartu apa saja yang kamu bawa?" Tanya Khan.
Kartu sihir adalah kartu biasa yang diberi lingkaran sihir di dalamnya. Biasanya kartu itu dilapisi oleh plastik agar tidak mudah rusak. Dengan merapalkan mantra yang tertulis pada kartu, maka kartu itu akan aktif dan sihir yang telah disimpan bisa keluar. Namun semua itu tergantung dengan sihir apa yang disimpan. Bisa saja selain merapal, perlu langkah-langkah lebih lanjut baru bisa mengaktifkan sihir tersebut. Lalu warna kartu biasanya berbeda-beda tergantung sihir apa yang disimpan. Bukan hal yang wajib namun hanya untuk memudahkan.
Kartu sihir yang dibawa oleh August ada empat. Pertama adalah kartu untuk membuat sebuah kolam lumpur. Lumpur itu akan menghisap siapa yang ada diatasnya dan menjebak mereka selama beberapa waktu. Kedua adalah kartu untuk membuat bambu. Bambu-bambu akan tumbuh secara mendadak disertai dengan tenaman menjalar. Semua itu akan membuat musuh terjebak dan tertahan pergerakannya untuk beberapa saat. Yang ketiga adalah kartu sihir yang dapat digunakan untuk membuat danau. Musuh yang tidak bisa berenang akan kesulitan karenanya.
"Dan yang terakhir adalah….." August membaca label kartu terakhir.
"Adalah?" Teman-teman August menunggu ucapan August.
"Sepertinya ini menggunakan aksara kuno, aku tidak bisa membacanya." Jawab August.
"Lalu kenapa kamu membawanya?" Tanya Ellen.
"Aku mengambilnya secara acak dari lemari ayahku." Jawab August.
"Sebaiknya jangan menggunakan kartu itu." Ujar Hilda.
"Kamu benar, lebih baik kusimpan saja di tempat yang berbeda." August menyimpannya di saku belakangnya.
Setelah cukup beristirahat, August dan kelompoknya memulai petualangan mereka lagi. Mereka berjalan keluar goa dan melihat matahari terbit dengan indahnya. Mereka menarik nafas dalam-dalam untuk menikmati udara segar pagi hari. Dibabak kedua ini, mereka diperintahkan untuk mencari gulungan yang tersebar di area hutan. Sesaat mereka mulai membuka peta, mereka mulai depresi dan frustasi. Mereka baru sadar kalau peta yang diberikan panitia sangat aneh dan tidak membantu sama sekali.
"Bagaimana kalau kita coba ke merah?" Ujar August.
"Kamu bisa membacanya?" Teman-teman August terkejut.
"Tidak, peta ini tetaplah menyebalkan. Tapi kuanggap merah adalah daerah timur dan sepertinya itu paling dekat dengan tempat ini." Jawab August.
"Otakmu menjadi lancar setelah minum obat. Mungkin sebaiknya aku memberimu lebih banyak lagi." Ujar Khan.
"Tidak, terimakasih." Jawaban yang singkat padat jelas dari August.
Diatas langit ada langit dan diatas bukit berbatu masih ada bukit berbatu lainnya. Cukup lama mereka mendaki perbukitan dan sampai di dataran tinggi yang cukup luas. Mereka seharusnya sudah sampai di zona merah namun mereka belum menemukan petunjuk baru. Sebelum August kembali marah, Khan memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Dia mendengar suara gemercik air dan dia pikir itu adalah sungai. Dimana ada sungai, pasti ada ikan disana.
Mereka berjalan mengikuti suara gemercik air dengan hati-hati. Air adalah sumber kehidupan dan sungai adalah awal peradaban. Mereka khawatir kalau tidak hanya mereka yang sedang mendekati sungai jadi mereka berjaga-jaga kalau saja bertemu dengan musuh. Di balik pepohonan dan semak-semak, mereka mengintip kearah sungai. Mereka tidak ingin ceroboh dan diserang duluan. Setelah menengok kanan kiri dan tidak ada musuh yang lewat, barulah mereka berani terjun ke sungai.
Khan mencoba memburu ikan dengan melemparkan pedangnya. Namun karena pedangnya adalah pedang api, jadi ikan-ikan merasa was-was dan tidak ada yang keluar. Di sisi lain, Ellen dan Hilda merangkak diatas bebatuan yang ada ditengah sungai dan menunggu. Saat mereka menunggu, mereka diam tak bergerak sama sekali dan fokus memperhatikan kedalam air. Saat ada ikan yang bergerak, dengan cepat mereka mengayunkan tangan mereka ke air. Khan yang melihat itu mencoba melindungi matanya dari cipratan air dengan tangannya. Lalu setelah Khan menurunkan tangannya, dia mendapati Hilda dan Ellen yang mencengkram Ikan.
Setelah mendapatkan makanan, Khan menggunakan sihirnya untuk menyalakan api dan merekapun membakar ikan diatas api yang menyala sembari memberinya garam. August menancapkan ranting ke tanah agar tidak perlu memegangnya. Sepertinya tanah itu lemah karena tiba-tiba tanah itu ambles dan mereka terperosok kedalam lubang. Kejadian itu terjadi dengan sangat cepat dan mereka tidak sempat bereaksi apapun. August dan kelompoknya, hilang dilahap bumi.
"Aaaaahhhhh!!!" Semuanya berteriak.
"Apa ini? Serangan musuh?" Pikir August yang mencoba meraih sesuatu.
Keadaan sangat kacau, masing-masing dari mereka mencoba berpegangan pada sesuatu walaupun jadinya saling menarik satu sama lain. Mereka mencoba tenang dan berpikir jernih tapi saat mereka sudah tenang, mereka sudah jatuh ke dasar lubang.
"Selamat datang di zona merah!" Terdengar suara gemuruh yang keras.
Lubang di tanah mengantarkan cahaya matahari ke dalam tanah. Cahaya itu menyinari lubang dan bebatuan yang ada di dalamnya. Batu yang terkena cahaya matahari mulai bersinar dan batu-batu di dekatnya ikut bersinar pula. Seperti efek domino, puluhan bahkan ratusan batu mulai bersinar dan setelah semuanya bersinar, tampak jelas dimana mereka berada. Mereka ada di Goa bawah tanah dengan batu yang bersinar sebagai dinding dan langitnya. Sinar batu-batu itu memberikan mereka pengelihatan tentang apa yang menyebabkan suara gemuruh tersebut.
"Laksanakan tantanganku! Niscaya kalian akan mendapatkan gulungan merah." Raksasa Gunung Umbaraka telah menyambut mereka.
Mahluk yang dekat dengan tanah dan batu, anak dari bumi. Itulah yang sering digunakan sebagai deskripsi dari Raksasa Gunung. Tingginya sekitar 12-20 meter dan biasanya semakin tua umurnya maka akan semakin kuat dan tinggi. Umbaraka adalah raksasa yang sama yang telah dihadapi oleh Ganymede. Jadi inilah yang dimaksud Gany untuk bekerja sama, yaitu menjadi salah satu tantangan pada Mana Spirit babak kedua
"Kenapa kami harus menurutimu? Apa kamu benar-benar memiliki gulungan? Apakah kamu benar-benar bisa mengantarkan kami menuju kemenangan?" August tidak percaya pada Umbaraka.
"Sini, berikan petamu! Akan kutunjukkan cara menggunakan gulungan." Umbaraka mengeluarkan gulungan.
Umbaraka adalah raksasa setinggi 15 meter. Bahkan saat duduk, dia sudah sangat besar dibanding dengan manusia biasa. Saat August memberikan peta kepada Umbaraka, tampak peta itu tidak sampai menutupi telapak tangannya. Kemudian Umbaraka meletakkan gulungan merah diatas peta tersebut. Gulungan itu terbuka dengan sendirinya dan menutupi peta milik August. Peta dan gulungan telah tersinkronisasi, muncullah peta baru yang lebih Up To Date yaitu peta versi 2.0. Peta yang menunjukkan jalan kemana mereka harus menuju.
Umbaraka menjelaskan bahwa setiap gulungan menunjukkan tempat rahasia yang berbeda-beda. Di tempat rahasia itu terdapat pintu rahasia yang mana siapapun yang berhasil masuk kedalam akan dianggap lolos babak kedua. Penjelasan itu cukup sederhana sampai-sampai menimbulkan keraguan. Karena bisa saja seseorang tidak sengaja menemukan pintu itu dan masuk begitu saja tanpa perlu gulungan untuk membimbing mereka.
"Lihatlah di pojok kanan atas peta! Disana ada sandi yang perlu kalian masukkan untuk membuka pintu." Jawab Umbaraka.
"Oh begitu…. Jadi tetap harus memiliki gulungan untuk membuka pintu itu." Sahut Lapis.
Terkejut, August dan yang lain langsung melompat menjauh. Mereka bersiaga akan kedatangan Lapis yang entah dari mana.
"Sayang sekali bagi kalian karena akulah yang akan mendapatkan gulungan itu." Lapis mengeluarkan pedang cahayanya.
"Kamu hanya sendirian! Kamu tidak akan bisa mengalahkan kami." Sahut Hilda.
"Aku tidak perlu mengalahkan kalian, aku hanya perlu mengalahkan raksasa ini." Tanpa ragu Lapis menodongkan pedangnya kepada Umbaraka.
"Hahaha…..Ide bagus!" Umbaraka tersenyum sembari memberi peta 2.0 kepada August. "Kalahkan saja mereka dan ambil peta itu dari mereka." Ujar Umbaraka.
"Apa maksudnya ini? Bukankah harusnya kami menerima tantanganmu?" Khan bingung dengan sikap Umbaraka.
"Sudah seminggu aku di dalam Goa, aku butuh hiburan. Jadi aku ingin melihat kalian bertarung saja." Ujar Umbaraka.
Penilaian tentang layak atau tidaknya suatu kelompok untuk mendapatkan gulungan diserahkan sepenuhnya kepada Umbaraka. Dia bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Sekarang dia lebih memilih untuk melihat kedua kelompok bertarung. Entah dia memang butuh hiburan atau dia takut kepada Lapis. Karena mungkin saja dia tahu kalau Lapis adalah istri dari Ganymede yang sudah mengalahkannya. Selain itu, August sudah memegang peta 2.0 jadi Lapis benar-benar harus mengalahkan Kelompok August agar bisa mendapatkannya.
Sejenak Kelompok August berpikir bahwa pertarungan akan mudah karena Lapis hanya sendirian. Tetapi pemikiran itu cepat sirna karena teman-teman Lapis sudah berjalan mendekati mereka. Sebenarnya sejak awal August sudah merinding untuk menghadapi Lapis. Selain kuat, teman-teman sekelompoknya juga tidak kalah mengerikan. Lapis satu kelompok bersama Gameciel yang telah menjadi penyelamat di babak pertama. Dia juga satu kelompok bersama Seara yang juga sangat kuat dan cerdas. Dan anggota terakhir sekaligus yang paling August takuti adalah Temujin. Dia adalah anak dari Panglima Jendral Europa dan sudah terkenal akan kekuatannya.
"Lama tak berjumpa Khan." Temujin menyapa Khan dari balik kegelapan.
"Temujin….." Tidak bisa berkata banyak, Khan mulai terbakar amarah.
"Ada apa dengan Khan?" Bisik Hilda.
"Mereka musuh bebuyutan." Jawab August.
"Entah darimana kalian datang, Kalian Terlambat!" Seru Hilda. "Kami sudah dapat gulungannya dan lebih baik kalian mencari di tempat lain!" Hilda mencoba menghindari pertikaian.
"Kami datang dari jalan itu." Gameciel menunjuk ke suatu lorong yang gelap.
"Aneh sekali, baru saja aku dengar kalau kita harus memperebutkannya." Sahut Seara.
"Ada apa Khan? Kenapa teman-temanmu menghindari kami? Apa kamu takut akan kematian?" Tanya Temujin.
"Sejak kecil kamu selalu bertanya itu kepadaku tetapi aku tidak paham apa maksudnya." Khan mulai mendekati Temujin. "Apa kamu ingin membunuhku?" Tangan Khan mulai mengalirkan sihir.
Tidak seperti rakyat Tetra, rakyat Faola seperti Hilda dan Ellen sudah biasa akan pertikaian dan pertarungan. Mereka melakukannya bukan karena benci namun mereka hanya suka bertarung. Jadi walaupun sering bertarung, mereka masih bisa makan bersama saat kelelahan. Tetapi setelah melihat Khan, Hilda dan Ellen merasa ngeri. Selama ini mereka melihat rakyat Tetra yang cinta damai namun tidak lagi. Khan dipenuhi dengan amarah dan dia tidak berhenti berdebat dengan Temujin. Situasi mulai memanas dan pertarungan akan pecah kapanpun.
"Haaahhh? Jadi begitu!" Ellen berteriak. "Kalau kamu memang merasa sangat kuat dan perkasa, apa kamu bisa menyentuh langit-langit itu?" Ellen menunjuk keatas.
Ellen berteriak untuk mendapatkan perhatian dari semua yang ada disana. Ellen mencoba memprovokasi Temujin agar dia bisa berhenti berdebat dengan Khan. Namun sayang Temujin menganggap Ellen seperti anak burung yang sedang menunggu induknya (Berkicau tidak jelas). Tapi walau Temujin tidak menghiraukannya, Gameciel malah tertarik dengan ucapan Ellen. Gameciel malah balik menantang Ellen untuk menyentuh langit-langit itu terlebih dahulu.
Ucapan Gameciel membuat semua orang menatap kearah Ellen. Ellen yang merasa provokasinya berhasil menjadi senang. Dengan berbahagia dia menunjukkan kemampuannya. Dia berjalan mendekati dinding gua dan memperhatikannya. Tampak dinding gua adalah perpaduan antara bebatuan dan tanah. Setelah cukup yakin, Ellen mulai menempelkan kakinya pada dinding itu. Dia memantapkan langkahnya dan Ellen mulai berjalan secara vertikal pada dinding goa
"Oh iya…. Kenapa aku tidak memikirkannya…" August tercengang melihat Ellen.
"Dia adalah pengguna Elemen Tanah, tentu saja berjalan diatas tanah adalah kelebihannya." Ujar Hilda.
"Dengan mudahnya dia bisa berjalan vertikal seperti itu. Bahkan Gany harus meminta bantuan Arche agar bisa menaiki menara." Lapis bergumam sendiri.
"Wooww…. Jika sudah seperti itu, kamu akan menerima tantangannya kan Temujin?" Gameciel kagum dengan Ellen.
Goa itu sangat besar dan langit-langitnya sangat tinggi. Buktinya Umbaraka yang merupakan Raksasa bisa berada di dalamnya tanpa merasa sesak. Setelah berada di langit-langit Goa, Ellen kembali menantang Temujin. Setiap pria pasti pernah melompat dan mencoba menyentuh kusen pintu atau yang lainnya. Itulah yang sedang dimanfaatkan oleh Ellen. Dan sepertinya Temujin terpancing oleh Ellen. Temujin berbalik dari Khan dan menatap kepada Ellen. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tiba-tiba matanya bersinar merah dan tubuhnya terselimuti oleh jubah api. Konon katanya Panglima Jendral Europa bisa membakar seluruh tubuhnya dan menjadi sangat kuat. Sepertinya kemampuan itu menurun kepada anaknya.
Memang jika manusia biasa tidak mungkin bisa melompat setinggi itu maka dari itulah Temujin mengeluarkan jubah api. Sebagai pengguna elemen api, dia memperkuat dirinya dengan jubah tersebut agar bisa meraih langit-langit Goa. Temujin mulai menekuk lututnya dan melompat sekuat tenaga. Angin di sekitar temujin terhempas karena gerakannya itu. Secara tidak langsung, Temujin sedang memamerkan kekuatannya dihadapan semua orang disana. Dengan cepat Temujin meluncur keatas dan akhirnya dia berhasil menyentuh langit-langit goa.
"Sekarang!!!" Ellen berteriak.
Muncul tangan raksasa dari langit-langit goa dan tangan itu menangkap Temujin. Tangan raksasa itu adalah bagian dari golem tanah milik Ellen dan seketika Temujin tertangkap, Tangan itu kembali masuk kedalam tanah. Temujin terperangkap di dalam tanah di langit-langit Goa. Di sisi lain, Hilda mengeluarkan tombak dari sihir anginnya dan memukulkannya sekuat tenaga di kepala Gameciel. Pukulan itu sangat keras sampai-sampai Gameciel pingsan hanya dengan satu pukulan. Taktik licik Ellen berhasil. Disaat yang bersamaan, dua orang di dalam kelompok musuh telah ditaklukan.
"Hahaha!!! Ini baru hiburan!" Umbaraka tertawa melihat kelicikan Ellen.
Tidak ada lagi negosiasi, Seara dan Lapis langsung berlari untuk menyerang. Sebenarnya August dan Khan tidak tahu menahu akan rencana Ellen jadi mereka berdua hanya bisa menghindar dan menjauh. Sementara itu Hilda sudah berhadapan dengan Lapis. Jika pertarungan fisik dari manusia biasa maka Hilda akan dengan mudah mengalahkan Lapis. Hilda menggunakan tombak yang mana jangkauan serangnya lebih jauh daripada pedang milik Lapis. Apalagi pedang milik Lapis kecil dan tipis yang dikhususkan untuk menusuk dan bukan untuk beradu dengan senjata jenis polearm.
Khan pergi menjauh untuk mengambil ancang-ancang. Dia butuh persiapan untuk mengeluarkan pedang apinya dan memasang kuda-kuda. Tetapi pertarungan berlangsung sangat cepat. Hilda memang lihai dalam menggunakan tombaknya namun dia seakan tidak bisa berbuat apa-apa melawan Lapis. Kecepatan Hilda kalah jauh dengan kecepatan serang Lapis. Di mata Khan, Hilda hanya bisa bertahan. Tanpa berpikir untuk kedua kalinya, Khan langsung menerjang kearah Lapis. Selagi ada kesempatan, Khan ingin mengeroyok Lapis.
August sebenarnya juga ingin ikutan mengeroyok Lapis tetapi tidak bisa. Didepannya ada Seara yang juga tidak kalah menakutkannya. August menyentuh tanah dan membuat pilar batu untuk menghindari Seara. Lingkaran sihir mulai bercahaya diatas tanah dan pilar itu keluar secara tiba-tiba dan hendak menghantam Seara. Namun dengan satu tangannya, Seara dapat dengan mudah mengatasinya. Dia menampar pilar batu itu dan meledakkannya. Itulah yang membuat Seara cukup mengerikan. Telapak tangannya bisa meledakkan apa-apa saja yang disentuhnya.
Satu sentuhan maka kamu akan tamat. Sekarang August paham akan kekuatan dari Seara. August berusaha sekuat tenaga untuk menjauh darinya namun Seara juga pelari yang handal. Perlahan tapi pasti Seara mulai mendekati August. Satu persatu August mengeluarkan pilar batu untuk menghambat Seara tetapi semuanya gagal. Lebih dari itu, Seara sepertinya sudah terbiasa dengan pola serangan August. Sebelum August berhasil mengeluarkan pilar batu, Seara telah meledakkan lingkaran sihir milik August. Lingkaran sihir hancur, Sihir August batal diaktifkan dan tidak ada pilar batu yang keluar. Seara sudah berada dihadapan August. August yang masih belum bersiap terpaksa mengeluarkan jurus andalannya.
NATURIA BAMBOO
August mengeluarkan salah satu kartu sihirnya yaitu Naturia Bamboo. Kartu itu menumbuhkan bambu-bambu di sekitar August dengan cepat dan disertai semak belukar. Seakan tahu akan keinginan penggunanya, bambu-bambu itu tumbuh tinggi dan menutupi jalan antara August dan Seara. Tidak hanya itu, semak belukar juga tumbuh dan hendak menjerat Seara. Seara terpaksa mundur dan menjauh dari serangan semak-semak belukar tersebut. Seara berlari menjauhi August dan mencoba mendekati Lapis.
"Hey!!! Apa yang seperti itu diperbolehkan?" Seara protes kepada Umbaraka.
"Kalian bertahan hidup selama seminggu disini. Akan sangat aneh jika kalian tidak punya perbekalan." Umbaraka memperbolehkan penggunaan kartu sihir.
Seara yang mundur membuat Lapis juga ikut mundur. Mereka berdua menghindari Naturia Bamboo dan mengamati keadaan. Di sisi lain August, Khan dan Hilda juga kembali berkumpul dan bersiap untuk ronde kedua. Namun tidak seperti teman-temannya, Ellen sudah mengamati keadaan cukup lama. Dia cukup lama menggantung di langit-langit dan ketika August mengeluarkan Naturia Bamboo, sebatang bambu tumbuh tinggi sampai ke langit-langit. Segera Ellen menggunakannya sebagai tangga untuk turun dan tanpa memberi musuh waktu untuk beristirahat, Dia langsung menerjang menyerang Lapis dan Seara.
Ellen paham kalau Seara dan Lapis sangat ahli dalam pertarungan jarak dekat. Saat turun Ellen langsung mengeluarkan gundukan tanah disekitarnya. Sebenarnya itu adalah bagian dari golem tanahnya namun dia tidak mengeluarkannya dengan sempurna. Dengan cepat Seara meledakkan gundukan pengganggu itu lalu Lapis mengikuti dengan menebas dan menusuk-nusukinya. Namun tidak seperti batu yang pecah karena ledakan, Tanah akan semakin memadat karena tekanan dan getaran tinggi. Dan lagi pedang Lapis yang dia tusukkan kepada Ellen malah tertancap dan tidak bisa keluar karena tertahan oleh gundukan tanah itu.
Ellen tidak bisa menyerang Seara dan Lapis tetapi itu sudah lebih dari cukup. Dia turun dari langit-langit bukanlah untuk menyerang namun untuk memecah barisan musuh. Segera setelah pedang lapis tersangkut, Khan dan Hilda langsung melompat dan menyerang dari belakang. Sungguh mereka benar-benar ingin menghabisi Lapis. Tetapi kemampuan dan kecepatan Lapis sangatlah luar biasa. Dia masih bisa berkelit dari serangan itu yaitu dengan melepaskan pedangnya dan langsung memukul mereka berdua.
Semakin panas pedang api milik Khan, maka pedang itu juga memberi tambahan kekuatan pada Khan. Dan panas atau tidaknya pedang tersebut tergantung dari seberapa jauh tarian Khan berlangsung. Lapis mengetahui prinsip kerja itu dan maju menghadapinya. Sepertinya Gany melatihnya dengan sangat baik. Dia berani menghadapi Khan dengan tangan kosong dan bahkan berhasil melampauinya. Pada saat Khan akan melanjutkan tariannya, Lapis langsung memukulnya mundur sehingga Khan harus melakukan tariannya sekali lagi. Padahal ada Hilda yang ikut mengeroyoknya tetapi Lapis tidak terlihat akan kalah.
Sementara itu August hanya bisa melihat pertarungan Lapis dari jauh. Dia ingin membantu untuk mengalahkannya tetapi tidak bisa. Kemampuan bertarung jarak dekatnya sangat lemah dibanding dengan mereka yang sedang dilihatnya. Selain itu masih kebingungan bagaimana caranya menghadapi Seara. Dengan kemampuan ledakan seperti itu, dia sama sekali tidak bisa disentuh.
"Heyy... kenapa kamu melamun begitu saja?" Seara sudah berada dibelakang August dan memegang pundaknya.
"Seara…." August merinding dan hanya bisa melirik kebelakang.
"Lihatlah kemari!" Dengan lingkaran sihir yang tertempel padanya, Seara meledakkan August.
August terhempas jauh karena ledakan dari Seara. Kepala pening dan telinga berdengung, August mulai kehilangan kesadarannya. August terlalu lengah dan sudah tersentuh oleh Seara. Walau Ellen melihat kejadian itu, dia tidak tahu bagaimana cara menghentikan ledakan itu.
"Tenang saja, ledakan itu hanya akan membuatnya pingsan." Ujar Seara.
"Pingsan? Bukannya kamu telah meledakkan pilar batu dengannya? Ledakan seperti itu seharusnya bisa menghancurkan seseorang." Gumam Ellen.
"Sekarang menyerahlah dan beri kami peta itu!" Ujar Seara.
"Tidak…. Kenapa dia repot-repot mengatakan itu? Dia sengaja memperlemah ledakannya?" Ellen mencoba mengamati keadaan. "Bukan, ledakannya memang seperti itu. Dia hanya menangkis pilar batu dari August dan pilar itu patah karena serangan dari samping." Ellen melihat pilar-pilar batu yang berantakan.
Moral adalah hal utama dalam pertarungan. Kecoa salalu berhasil membuat manusia kalang kabut padahal ukurannya jauh lebih kecil. Sekarang Ellen tahu seberapa kuatnya ledakan milik Seara. Walau kuat tetapi tidak akan membuat manusia hancur tak bersisa. Merasa cukup percaya diri, Ellen berlari secara terang-terangan kepada Seara. Seara menganggap itu tantangan dan berlari kearah Ellen.
Beradu pukulan? Tentu saja tidak. Satu sentuhan bisa membuat seseorang pingsan jadi beradu pukulan adalah hal yang sangat buruk. Sama seperti sebelumnya, Ellen mendekat sama sekali bukan untuk menyerang namun untuk hal lain. Dan kali ini dia mendekat untuk menakut-nakuti Seara. Matanya tajam seperti elang dan semangatnya terpancar jelas. Segera setelah berada dalam jangkauannya, Seara menyentuh Ellen dan memasang lingkaran sihir. Lingkaran sihir itulah yang dia gunakan untuk meledakkan sesuatu dan lingkaran sihir itu terpasang di dada Ellen.
"Sempurna." Ellen tersenyum dan langsung memeluk Seara.
"Apa? Apa yang dia lakukan?" Seara terkejut dengan tindakan Ellen.
"Lakukan saja jika kamu berani." Ellen mengancam Seara.
Tentu saja Seara tidak bisa meledakkannya begitu saja. Dia tidak bisa mengambil resiko dan ikut meledak bersama Ellen. Dia meronta dan mencoba melepaskan diri tetapi sayang Ellen jauh lebih kuat dari Seara. Sebagai rakyat Faola, fisiknya sudah lebih terlatih dibanding dengan Seara. Jadi Sekarang Seara hanya bisa menikmati dipeluk oleh Ellen.
"Kalian semua!! Aku berhasil mengalahkannya! Sisanya kalian yang urus!" Ellen mencoba mendukung teman-temannya.
Benar saja Khan dan Hilda menjadi semangat setelah mendengar ucapan Ellen. Mereka berdua menjadi lebih cepat dan lebih kuat dari sebelumnya. Seakan tidak takut terluka, mereka berdua maju menyerang dengan sangat agresif. Yang awalnya Lapis mengendalikan keadaan, sekarang Lapis hanya bisa bertahan. Dengan kata lain Lapis sekarang terpojok.
Boomm….. Boomm…..
Suara gemuruh datang dari langit-langit goa. Sepertinya Temujin berusaha keras untuk keluar dari kuburan tanah tersebut. Selain mengeluarkan suara gemuruh, langit-langit goa juga bergetar. Harus cepat! Khan dan Hilda harus cepat-cepat mengalahkan Lapis sebelum Temujin berhasil keluar. Kali ini Hilda siap untuk berkorban. Dia maju sendiri menyerang Lapis sementara Khan mundur dan menjauh dari mereka berdua. Hilda melakukannya untuk memberi Khan waktu. Hilda melakukannya agar Khan bisa melakukan tariannya tanpa hambatan.
Waktu terus berjalan, Lapis memang terpojok tetapi dia masih belum kalah. Sungguh Lapis adalah wanita yang tangguh. Selain itu langit-langit goa terus bergetar dan mulai retak. Bahkan air mulai menetes dari retakan di langit-langit goa tersebut. Air yang menetes adalah air yang merembes dari sungai. Mengingat bahwa Khan dan yang lain sedang makan ikan di pinggir sungai sebelum terperosok dalam goa.
"Sebaiknya kamu menyerah sebelum air membanjiri kita semua." Ujar Hilda.
"Air? Kamu ingin memecah konsentrasiku bukan?" Lapis tidak percaya.
"Ada sungai diatas goa ini dan kami terperosok didekat sungai itu." Hilda mencoba menjelaskan keadaan.
"Oohhh…. Jadi begitu." Lapis tersenyum mendengar ucapan Hilda. "Kalau ada air, maka yang harus kalian khawatirkan adalah dia." Lapis melirik kebelakang Hilda.
"Aaarrgghhh….. sakit sekali kepalaku." Gameciel bagkit dari pingsannya.
Air menetes mengenai Gameciel dan membangunkannya. Selain itu Gameciel memiliki elemen air jadi dia punya ikatan sendiri dengan air. Air yang merembes dari langit-langit melayang dan bersatu diatas telunjuk Gameciel. Air-air itu berkumpul membentuk bola air. Matanya menyala biru pertanda bahwa dia mulai serius. Khan merasakan bahaya dan langsung menyerang Gameciel. Entah apa yang akan Gameciel lakukan, Khan tidak akan membiarkan itu terjadi. Tetapi semuanya sudah terlambat. Gameciel menunjuk kearah Khan dan bola air melayang kearahnya. Bola air itu memadat dan menerjang dengan cepat. Tanpa disadari, bola air itu sudah menembus tubuh Khan seperti peluru.
Gameciel mengayun-ayunkan telunjuknya dan bola air itu berbelok mengikuti arahannya. Bola air itu menyerang Khan secara bertubi-tubi dan membuat banyak lubang di tubuhnya. Khan jatuh dan sekarang giliran Ellen dan Hilda. Mereka berdua sedang sibuk dengan lawan mereka masing-masing jadi menyerang mereka adalah hal yang mudah. Selain itu bola air melayang dan meluncur dengan kecepatan tinggi sehingga mereka berdua tumbang dengan cepat.
"Sekarang tinggal membebaskannya." Gameciel menyerang langit dan mencoba mengeluarkan Temujin.
"Akan kuikat mereka." Ujar Lapis.
Lapis dan Seara masing-masing membawa Hilda dan Ellen di dekat Khan. Lapis mendudukkan mereka dan mengikatnya bersama-sama. Sementara itu Umbaraka hanya tersenyum dan bertepuk tangan. Dia menyambut kemenangan yang diraih oleh kelompok Lapis.
"Dimana petanya?" Tanya Lapis.
"Mereka tidak membawanya." Seara menggeledah Khan, Hilda dan Ellen.
"Oh iya! Pasti August yang membawanya." Lapis baru teringat akan August.
"Kamu benar, kenapa kita bisa melupakannya." Seara juga lupa mengikat August.
Saat Lapis dan Seara berjalan kearah August, tampak August yang bergerak-gerak. Mereka berdua langsung berhenti dan memperhatikan keadaan.
"Sudah kubilang jangan pinjam uang di bank!!!!" August berteriak.
"Bank?" Lapis bingung.
"Oh!" August langsung lompat dan memasang kuda-kuda.
"Tenanglah August, kalian sudah kalah." Ujar Lapis. "Berikan saja kepada kami petanya dan kami akan pergi." Tambahnya.
"Atau kamu ingin melawan kami berempat sendirian." Sahut Seara.
"Empat? Bukannya cuman kalian berdua?" August masih belum memperhatikan sekitarnya.
"Aku, Seara dan Gameciel ada disini." Jawab Lapis. "Lihatlah! Gameciel sedang mencoba mengeluarkan Temujin." Lapis menunjuk kearah Gameciel.
"Dia mencoba menggali tanah dengan setetes air? Jangan bercanda." August masih belum menyerah.
"Kamu benar, bodohnya aku." Gameciel mendengar ucapan August.
"Searahkan peta itu!" Seara tidak ingin berbasa-basi lagi.
"Seharusnya aku melakukan ini dari tadi!" Seru August.
August melemparkan kartu sihir kepada Seara dan Lapis. Kali ini kartu sihir yang dia gunakan adalah kolam lumpur. Ketika kartu itu menyentuh tanah, dengan segera juga tanah disekitarnya berubah menjadi lumpur. Lumpur itu menjadi semakin dalam dan menghisap mereka berdua. Gameciel terkejut dan langsung berlari kearah Seara dan Lapis. Sementara itu August pergi kearah Khan dan yang lainnya untuk membebaskannya. Sebenarnya perjalanan August cukup dekat dan tidak memakan waktu lama tetapi nasib sedang tidak berpihak kepadanya. Temujin berhasil keluar dan mendarat di tempat teman-temannya berada.
"Lihatlah dirimu Khan….. kamu terlihat begitu menyedihkan." Temujin sangat marah kepada Khan dan teman-temannya.
"Hey!!! Jangan dekat-dekat dengan mereka!" Seru August.
"Orang selemah dirimu tidak pantas menjadi saudaraku!" Tanpa menghiraukan August, Temujin menendang kepala Khan.
"Baiklah! Aku menyerah!" August tidak tega.
"Kalau begitu mana peta versi 2.0-nya?" Sahut Temujin.
"Disana! Aku menjatuhkannya disana!" August menunjuk ke tempat dia pingsan.
"Bawakan padaku!" Ujar Temujin.
"Kenapa tidak kamu ambil sendiri saja? Kamu berjalan ke peta dan aku berjalan ke teman-temanku." August mencoba bernegosiasi.
"Bodoh sekali." Temujin menggeleng-gelengkan kepala "Gameciel! Ambilkan peta itu!" Seru Temujin.
"Maaf, aku sedang repot." Jawab Gameciel.
Gameciel sedang menarik Seara dan Lapis dari lumpur hisap. Kedua tangannya sedang sibuk dan tidak bisa bergerak kemana-mana. Tidak ada pilihan lain, Temujin akhirnya menuruti permintaan August. Semua berjalan lancar, Temujin berjalan kearah peta dan August berjalan kearah teman-temannya. Mereka berdua berjalan kearah yang berlawananan dan segera setelah melewati Temujin, August langsung mempercepat langkahnya. Mungkin dia merasa iba kepada teman-temannya. Karena setelah sampai, dia langsung memeluk teman-temannya itu.
"Sayang sekali pertemanan kalian itu tidak membawa kalian kepada kemenangan." Ujar Temujin. "Lihat! Akulah yang telah mendapatkan petanya." Temujin mengangkat peta 2.0 tinggi-tinggi.
"Kamu benar, kami telah kalah." Jawab August. "Seara! Lapis! Walaupun kita musuh, tapi aku tetap suka pada kalian!" August berteriak dengan keras.
Saat terkena ledakan, August bermimpi hal yang sama seperti pagi tadi. Namun kali ini soal yang dia dapat bukan menggunakan tulisan biasa. Mimpi yang dia dapat menggunakan aksara kuno sama seperti kartu keempat. Akhirnya dia bisa mengingat apa yang bisa dilakukan oleh kartu keempat itu.
FOOLISH BURIAL
Sebuah lubang tiba-tiba muncul diatas August dan teman-temannya. Lubang itu langsung membawa mereka jatuh kedalamnya. Lapis yang baru saja keluar dari lumpur langsung berlari kearah lubang itu. Walaupun musuh, tetapi dia masih peduli dengan teman-temannya. Namun di sisi lain Temujin merasa tidak peduli dan membuka peta itu.
"Sialan!!!!" Tanpa sadar tubuh Temujin menjadi terbakar.
August telah merusak peta 2.0 sampai-sampai tidak bisa terbaca. Temujin sangat marah dan langsung berlari kearah lubang milik August itu. Dia ingin terjun namun Gameciel menghentikannya. Tidak hanya Gameciel, Umbaraka juga menyarankan agar mereka tidak masuk kedalam lubang itu.
"Tidak ada dari kalian yang mempunyai elemen tanah, jadi kalian bisa saja terjebak selamanya disana." Ujar Umbaraka.
"Diam kau!!!" Temujin melompat dan hendak menyerang Umbaraka.
"Lemah." Umbaraka menepis Temujin dengan tangannya dan membuatnya terpental jauh.
"Temujin tenanglah!" Gameciel mencoba menenangkan Temujin.
"Benar, mereka melakukan trik-trik licik selama ini. Mungkin saja peta yang asli masih ada pada mereka." Lapis mencoba berpikir positif.
"Dia benar, lebih baik kalian mengejar mereka atau mencari gulungan di tempat lain." Ujar Umbaraka.
"Jadi pertarungan kami sia-sia?" Seara sedikit depresi.
"Bukan sia-sia, kalian kalah melawan mereka." Sahut Umbaraka.
Walau sempat salah, Sekarang Umbaraka mendeklarasikan kemenangan adalah milik August. Tiba-tiba lubang milik August tertutup dengan sempura tanpa bekas. Tidak punya pilihan lain, Temujin dan kelompoknya keluar dari Goa itu. Mereka pergi dengan tangan hampa.
.
.
.
.
.
.
.
"Hey August, bukankah sudah kubilang agar tidak menggunakan kartu itu?" Hilda merasa kesal.
"Maaf saja, aku tidak punya pilihan lain." August juga sedikit kesal.
"Aaaahhh….. berapa lama lagi kita harus terjatuh?" Ellen mengeluh kepada August.
"Benar, kita sudah jatuh selama beberapa jam dan dari awal kita belum sempat makan." Mereka jatuh cukup lama sampai Khan yang pingsan bangun lagi.
"Itu bukan salahku….. dituliskan pada kartu itu bahwa kartu itu cocok digunakan untuk kabur." August tidak tahu harus berbuat apa.
"Hey…. Apa kamu pikir kita akan jatuh sampai bertemu Penyu raksasa?" Tanya Ellen.
"Jangan bicara seperti itu, bagaimana kalau kita tidak bisa naik ke permukaan lagi?" Ujar Hilda.
"Nanti biar gajah itu saja yang mengantarkan kita ke permukaan dengan belalainya." Jawab Ellen.
August dan Khan hanya bisa menggaruk kepala setelah mendengar pembicaraan Ellen dan Hilda. Sepertinya kedua wanita itu masih percaya kalau planet yang mereka tinggali adalah datar. Dan juga ada gajah dan penyu yang membawa planet ini untuk mengelilingi alam semesta. Tidak ingin berdebat, Khan langsung mengalihkan pembicaraan. Dia bertanya kepada August dimana dia menyembunyikan peta yang asli.
"Tidak, aku tidak menyembunyikan peta yang asli." Jawab August.
"Apa? Lalu peta yang kamu rusak itu adalah peta yang asli?" Khan terkejut dengan jawaban August.
"Jangan khawatir Khan…. Semua rute, semua sandi dari Peta versi 2.0 sudah aman disini." August menunjuk ke kepalanya.
"Kamu menghafal peta itu?" Ellen dan Hilda ikut terkejut.
"Jangan remehkan jiwa petualang laki-laki." Jawab August dengan tersenyum.
Akhirnya setelah beberapa jam terjun, mereka tiba-tiba keluar dari lubang yang sama. Entah kenapa mereka yang awalnya jatuh, sekarang seakan terlempar keluar dari lubang sama. Umbaraka kembali menyambut mereka namun kali ini dengan makanan. Dia merayakan kemenangan August dan kelompoknya serta berterimakasih telah memberi tontonan yang luar biasa. Mereka sudah kelaparan sedari awal jadi mereka dengan senang hati menerima jamuan itu. Dan setelah beristirahat dengan tenang, mereka melanjutkan perjalanan ke pintu kemenangan. Dengan demikian, August, Khan, Hilda dan Ellen, mereka berempat menjadi peserta pertama yang lolos babak kedua.