Chereads / Orange And Lemon / Chapter 5 - Personality Personification

Chapter 5 - Personality Personification

 Prahitchronicon adalah sebuah buku yang mencoba menjelaskan sejarah dari Praha dari awal penciptaan dunia sampai zaman modern. Buku tersebut berbentuk kumpulan puisi dan catatan – catatan. Salah satu puisi yang ada di dalamnya adalah puisi tentang dewa api Igni. Satu kunci untuk memahami puisi tersebut yaitu dengan memperhatikan suku kata yang digunakan.

 

Igni anak matahari

Yang terkuat tanpa tanding

Segera ditarikan kebinasaan

Perang kebajikan untuk kejayaan

 

Bulan memberi rahmat kearifan

Padanya Hukum kosmis ditetapkan

Sungguh diberkahi pengantin ini

Berikan selamat yang paling tinggi

 

Kamu suamiku

Ku genggam tanganmu

Bimbing dan tuntunlah diriku

Hidup selamanya denganmu

 

 Bait pertama memiliki pola suku kata 8 – 8 – 12 – 12 menceritakan tentang dewa Igni. Bait pertama adalah awalan dari sebuah puisi. Bait pertama dijadikan sebagai keadaan awal dunia. Diceritakan pada awal dunia dewa api Igni bertarung melawan Sorin setiap harinya. Sorin adalah sosok dari angkasa luar yang datang dan merusak bumi. Meski begitu kedatangan Sorin bisa dikendalikan oleh Igni berkat kekuatannya.

 

 Bait kedua memiliki pola suku kata 11 – 11 – 11 – 11 menceritakan tentang dewi bulan Shaina dan Sabrina. Bait kedua menjelaskan kalau dewi – dewi bulan takjub akan ketangguhan Igni sehingga mereka memberikan anak mereka untuk dinikahkan kepada Igni. Bait ketiga memiliki pola 6 – 6 – 9 – 9 menceritakan tentang dewi air Tilasha. Bait ketiga menceritakan tentang pernikahan Tilasha dengan Igni. Sebagai istri yang baik, Tilasha meminta bimbingan kepada suaminya dan meminta berkah agar bisa hidup selamanya bersamanya.

 

Kebingungan apa ini?

Kesulitan apa ini?

Mengapa hilang segala kemampuan?

Jiwanya diselimuti ketakutan

 

Yang terkuat telah jatuh

Matahari akan malu

Darah mendidih, hilang iba di mata

Bakar semua, api adalah murka

 

Malang dan kasihan

Air ketakutan

Telah banyak dia berkorban

Tetapi takdir menggariskan

 

 Seperti bait pertama, Bait keempat dan kelima memiliki pola suku kata 8 – 8 – 12 – 12. Yang berarti bait keempat dan kelima menceritakan tentang Igni. Sudah hukum alam kalau air melemahkan api. Pernikahannya dengan Tilasha menyebabkan Igni menjadi lemah. Melemahnya Igni membuatnya menjadi takut melawan Sorin. Dia merasa malu kepada ayahnya jikalau melihat keadaannya sekarang. Dulu tak terkalahkan sekarang jatuh tak berdaya. Kemudian Igni sadar kalau yang membuatnya jadi lemah adalah Tilasha. Igni menjadi marah dan ingin membakar semuanya.

 

 Bait keenam memiliki pola 6 – 6 – 9 – 9 menceritakan tentang dewi air Tilasha. Kemarahan Igni sampai pada dirinya. Seperti yang dikatakan pada Bait kelima yaitu darah mendidih, hilang semua iba. Igni benar – benar tidak lagi memiliki iba kepada Tilasha. Tilasha sendiri merasa ketakutan akan kemarahan Igni. Padahal Tilasha telah memberikan seluruh kebaktiannya kepada Igni. Naas, Igni membalas dengan cara yang paling buruk. Melemahnya api karena air memang takdir atau hukum alam. Tilasha bukan untuk disalahkan.

 

Angin datang melawan

Angin siap berkorban

Murka api membakar setinggi gunung

Murka api membakar sedalam laut

 

Tetapi di dunia

Langit selalu ada

Langit hadir dalam segalanya

Awan petir mampu menghukumnya

 

 Bait ketujuh memiliki pola 7 – 7 – 12 – 12. Sebelumnya ketika memiliki suku kata 8 atau 12, hal itu berarti menceritakan tentang Igni. Namun Bait kedelapan memiliki dua kalimat dengan 7 suku kata. Yang berarti bait tersebut tidak sepenuhnya menceritakan Igni. Kemudian bait tersebut bergabung antara 7 suku kata dan 12. Hal itu berarti terjadi interaksi dahsyat antara yang memiliki 7 suku kata dan yang memiliki 12 suku kata.

 

 Yang memiliki 7 suku kata adalah tentang dewi angin Sia. Sia adalah anak dari dewi bulan dan merupakan saudari dari Tilasha. Mengetahui keadaan Tilasha dan Igni, Sia datang untuk membantu saudarinya tersebut. Penggabungan dua pola suku kata yang berbeda pada satu bait menyatakan perlawanan. Tidak seperti Tilasha, Sia lebih tegas melawan Igni. Tapi meski Sia rela berkorban, dia tidak berdaya terhadap Igni. Api Igni mampu membakar gunung dan laut. Sia terbakar oleh api Igni.

 

 Akan tetapi dewi angin Sia adalah kasus yang spesial. Dewi angin sia memiliki sisi lain yaitu dewi petir Lumirecia. Mereka memiliki tubuh yang sama tapi memiliki dua kepribadian yang berbeda. Kepribadian yang berbeda tersebut merepresentasikan dua kemampuan yang berbeda pula. Bait kedelapan memiliki pola suku kata 7 – 7 – 10 – 10. Yang berarti bait tersebut secara dominan dimiliki oleh Lumirecia. Dalam bait kedelapan diceritakan kalau dewi Lumirecia mampu mengalahkan Igni. Pada kalimat terakhir diceritakan kalau Lumirecia menghukum Igni.

 

Tinggalkan ketakutan

Tugasmu laksanakan

Senang Susah adalah pasangan

Itu takdir sambut dengan lapang

 

Bimbing aku, Tuntun aku

Dari murka, dari takut

Menuju kesabaran dan kenyataan

Semoga damai untuk kita semua

 

 Bait kesembilan memiliki pola suku kata 7 – 7 – 10 – 10 menceritakan tentang dewi petir Lumirecia. Setelah berhasil mengalahkan Igni, Lumirecia memberi nasihat kepada Igni. Tentang bagaimana tidak boleh lelap di dalam ketakutan. Walaupun melemah, Igni harus tetap menjalankan tugasnya untuk mengalahkan Sorin. Menjadi lemah karena air, Menjadi lemah setelah menikah memang akan terjadi. Igni harus menyambut semuanya dengan hati yang lapang.

 

 Bait kesepuluh memiliki pola suku kata 8 – 8 – 12 – 12 menceritakan tentang dewa Igni. Igni menyadari kesalahannya dan meminta bantuan. Dia meminta bantuan kepada Lumirecia untuk membimbingnya. Agar dia bisa menghadapi semua dengan lapang. Agar dia tidak lagi lelap dalam ketakutan. Akhirnya Igni hidup bersama dua pendampingnya yaitu Tilasha dan Sia/Lumirecia. Dengan mereka, Igni berharap bisa hidup lebih baik dan damai.

 

 Puisi tersebut telah diceritakan dalam teater di kota. Gany dan yang lain telah menyaksikan pertunjukan puisi tersebut. Sekarang guru Linda menjelaskan tentang bagaimana cara membaca puisi tersebut. Dengan memahami kuncinya yaitu suku kata, puisi tersebut memiliki makna yang lebih banyak. Dengan begitu cerita yang dituliskan pada puisi menjadi jelas dan mempelajari kisahnya akan lebih mudah.

 

 Dewa Api, Dewi Angin, Dewi Air dan lain – lain. Pada dasarnya adalah Api, angin, air dan lain – lain. Semua itu adalah benda mati yang tidak berkepribadian. Dengan adanya kepribadian yang menempel pada benda tersebut, membuatnya memiliki sisi kedewaan. Dewa – Dewi memiliki sifat – sifat seperti benda mati yang diasosiasikan pada mereka. Seperti dalam cerita Igni dimana memiliki sifat yang lemah karena Tilasha dan marah sehingga menghancurkan segalanya. Sifat – sifat tersebut dimiliki oleh oleh api dan interaksinya terhadap air dan benda – benda disekitarnya.

 

 Personifikasi adalah gaya berbahasa yang menggambarkan suatu benda seolah – olah memiliki sifat atau karakteristik hidup seperti manusia. Sedangkan personaliti atau kepribadian adalah himpunan karakteristik atau pola perasaan dan pikiran yang berhubungan dengan perilaku seseorang. Yang menarik diantara keduanya adalah kata 'person' yang membuatnya berhubungan dengan manusia. Tujuan guru Linda menceritakan cerita tentang dewa – dewi adalah agar para murid memahami personaliti dari personifikasi yang mereka pelajari.

 

 Igni adalah personifikasi dari api. Jika seseorang memiliki sihir api maka hendaknya mereka meniru sifat – sifat dari "Api" (Igni). Kedekatan seseorang dengan sifat dari elemen sihirnya akan membuat orang itu lebih memahami sihirnya sendiri. Dengan begitu sihir yang mereka keluarkan akan jadi lebih efektif keluarannya. Misal seseorang memiliki kapasitas mana berukuran 100 poin. Kemudian orang itu menghabiskan seluruh mananya untuk mengeluarkan sihir api dan menghasilkan api yang berukuran 70 poin. Jika orang yang sama meniru sifat dari 'Api' (Igni) maka orang itu bisa mengeluarkan api yang berukuran 71 poin, 85 poin, atau lebih banyak dengan kapasitas mana yang sama.

 

 Hitungan poin hanyalah gambaran kasar yang digunakan guru Linda. Yang paling penting adalah membentuk pemahaman kepada murid – muridnya. Hal lain yang bisa membuat seseorang kuat adalah dengan berlatih. Semakin banyak mengangkat beban maka seseorang akan beradaptasi dan menjadi lebih kuat. Semakin banyak mengeluarkan sihir maka seseorang akan memiliki kapasitas mana yang lebih banyak. Semakin banyak seseorang mengayunkan pedang maka orang itu akan jadi ahli menggunakan pedang. Semakin banyak menggunakan suatu teknik sihir (bola api misalnya). Maka orang itu juga akan semakin efektif dalam menggunakan teknik sihir tersebut (secara spesifik bola api).

 

 Sebelum pelajaran diakhiri, guru Linda memberi hikmah yang bisa diambil dari cerita Igni. Pada awal cerita Dewa Igni itu kuat tak terkalahkan dan berani. Kemudian setelah menikah dia menjadi lemah dan takut. Lalu dia menjadi pemarah dan kuat, terbukti dari Igni mampu membakar Sia dan Tilasha. Meski begitu ketika jadi pemarah dan kuat, Igni masih bisa dikalahkan oleh Lumirecia. Kemudian ketika meminta petunjuk dari Lumirecia, jalan yang ditunjukkan adalah untuk menjadi orang yang berani dan bertanggung jawab (Tinggalkan ketakutan, Tugasmu laksanakan). Bertanggung jawab yaitu dengan tetap bersama Tilasha meski itu melemahkannya. Bertanggung jawab untuk melawan Sorin meski Igni jadi lemah. Jadi personaliti atau kepribadian yang harus ditiru adalah Bertanggung jawab.

 

 Pelajaran selesai semua murid pergi ke ruang klub ekstrakurikulernya masing – masing. Mereka tengah bersiap – siap untuk menyambut suatu acara yang disebut dengan Bushcraft. Bushcraft akan diadakan selama beberapa hari di suatu desa yang agak jauh dari kota Tetra. Tujuan melakukan itu adalah semacam pengenalan. Pengenalan dari pihak sekolah kepada masyarakat bahwa inilah angkatan baru dari murid sekolah Tetra. Lebih jauh lagi, kemah tersebut adalah pengenalan dari angkatan baru untuk angkatan baru itu pula. Saat mereka sudah lulus sekolah, mereka akan mengingat kalau dulu mereka hanya bisa seperti itu dan sekarang mereka bisa melakukan hal yang lebih lagi. Bushcraft adalah awal pengenalan sekolah.

 

 Mungkin terlalu rumit jika penjelasan yang diberikan adalah penjelasan filosofis dan ide secara keseluruhan. Dalam praktiknya, Bushcraft adalah kemah. Hari pertama mereka akan melakukan bersih – bersih daerah perkemahan lalu melakukan permainan dan perlombaan lalu pada malam hari mereka akan melihat bintang. Di hari kedua mereka akan melakukan penjelajahan lalu menampilkan pertunjukan pada malam harinya. Rangkaian acara yang cukup sederhana untuk murid tahun pertama. Semua klub ekstrakurikuler bisa berpartisipasi dalam acara tersebut jadi semua akan sibuk.

 

 Khan, August, dan Yeonhong yang tidak lolos jadi anggota Badan Eksekutif, beralih dan mengikuti klub Drama. Sepertinya mereka berdua terinspirasi ketika melihat theater. Sedangkan Lapis, Leo dan Bethony sibuk dalam urusan Badan Eksekutif mereka. Mereka melakukan survey lapangan untuk memastikan tempat penginapan agar tidak berhantu dan mengatur jalur untuk perjalanan mengelilingi hutan. Tidak hanya Badan Eksekutif, klub Profiler, orang – orang suci dan beberapa perwakilan klub juga mengikutinya.

 

 Lapis memegang peta hutan dengan garis merah di atasnya. Garis merah tersebut adalah rute perjalanan untuk hari kedua Bushcraft. Rute tersebut dimulai dari tempat perkemahan kemudian masuk pergi ke desa. Lalu mereka akan mendaki bukit, kemudian berjalan mengikuti arus sungai lalu melewati lembah sampai akhirnya kembali ke tempat perkemahan lagi. Akan ada beberapa pos pemberhentian di sepanjang perjalanan. Pada masing – masing pos, murid – murid akan menerima tugas tertentu. Perjalanan yang dilakukan Lapis berlangsung cukup lancar. Lapis dan yang lain bisa melakukan seluruh perjalanan dengan waktu kurang lebih lima jam.

 

 Pada pos di dekat sungai, Lapis mencoba mengecek sungai tersebut. Sebuah sungai yang sangat lebar dan air yang deras. Sungai itu nantinya akan digunakan untuk mencari ikan untuk bahan memasak. Karena sungai itu sangat deras, Lapis perlu memberi titik atau tempat mana saja yang dikiranya aman untuk pemancingan atau perburuan ikan. Berjalan sedikit jauh, Lapis menemukan sebuah bendungan yang sangat besar. Sepertinya bendungan itu dibuat oleh biwara karena bendungan itu terbuat dari ranting dan dahan pohon. Adanya bendungan itu membuat arus air menjadi lebih tenang. Merasa tempat itu cocok, Lapis menandai tempat itu sebagai tempat pemancingan ikan.

 

 Melihat Lapis menandai peta, Leo menjadi sedikit kebingungan. Kalau dilihat – lihat tidak ada ikan di bendungan itu. Sebenarnya ada ikan di sana walau sedikit aneh. Ikan – ikan disana seperti berdiri dengan kepala yang sedikit keluar permukaan. Leo berpikir kalau Ikan – ikan itu mati karena mereka hanya diam di tempat dan tidak bergerak sama sekali. Lapis diam dan memperhatikan Ikan – ikan tersebut. Kemudian Lapis membantah karena kalau ikan mati harusnya mereka terseret arus. Karena Ikan – Ikan aneh itu tidak terseret arus, berarti mereka masih hidup walau tampak tidak bergerak.

 

 Karena penasaran, Lapis mengeluarkan pedangnya untuk menyentuh ikan – ikan aneh itu. Ternyata ikan – ikan itu masih hidup dan mereka bergerak setelah disentuh. Mereka berenang ke sela – sela ranting bendungan untuk bersembunyi. Tapi setelah beberapa saat, Ikan – ikan itu kembali ke tempat semula dengan keadaan yang aneh itu lagi. Lapis dan yang lain mulai berpikir kalau ikan – ikan itu sedang keracunan karena ikan – ikan tersebut tidak seharusnya berperilaku seperti itu. Jadi Lapis sedikit ragu untuk menandai peta.

 

 Tiba – tiba terdengar suara nyanyian di sekitar sungai tersebut. Suara yang rendah diiringi dengan petikan gitar yang sederhana membuat suasana menjadi sangat hikmat. Mereka berjalan perlahan ke arah sumber suara agar bisa mendengarkan lebih seksama. Ternyata ada sesosok peri yang sedang duduk di di pinggir sungai. Manusia dengan ukuran kecil sebesar telapak tangan orang dewasa dengan sayap kupu – kupu di punggungnya. Sosoknya bercahaya dan dia membawa gitar kecil untuk menemaninya bernyanyi. Lapis dan yang lain terhipnotis dan seakan memasuki dunia dalam lagu yang dimainkannya itu.

 

 Lagu itu bercerita tentang seorang gadis yang menemukan sebuah menara baja. 'Intrusive Thought' istilahya, Gadis itu penasaran bagaimana jadinya jika dia jatuh ketika melihat kebawah dari atas menara. Dia terasa terdorong untuk berjalan maju walau dia tidak mau. Kakinya gemetar dan pandangannya mulai buram karena ketakutan. Warna merah mengisi pandangannya dan ternyata dia sudah dibawah. Sungguh lagu yang menggambarkan tragedi. Seperti cerita – cerita tentang prodigy yang gagal memenuhi harapan orang – orang disekitarnya. Hiperbola adalah salah satu cara untuk mengungkapkan perasaan dan itulah yang sang penyanyi lakukan. Dengan cara itu dan nyanyian yang merdu, dia berhasil membuat semua pendengar membayangkannya.

 

"Tunggu! Aku ingat tentang ikan itu. Kata orang – orang desa, ikan – ikan itu adalah hantu gentayangan dari anak – anak yang tenggelam di sini." Ujar Bethony.

"Bethony! Jangan menakut – nakutiku di siang bolong seperti ini!" Lapis mencubit Bethony.

 

 Peri kecil kaget dengan suara Lapis. Cahaya yang memancar dari tubuhnya berkedip – kedip menandakan rasa waspada. Insting bertahan hidup si peri cukup bagus karena dia tidak pergi untuk mencari tahu dan langsung pergi kabur. Lapis dan yang lain merasa bersalah karena mengagetkannya. Apalagi mereka sebenarnya masih ingin mendengarkan lagu yang si peri nyanyikan jadi mereka sedikit menyesal. Tidak disangka, si peri meninggalkan gitarnya di pinggir sungai. Mereka pun mengambil inisiatif untuk mengembalikannya kepada si peri dan meminta maaf. Akhirnya mereka mengejar si peri yang terbang ke sisi lain sungai.

 

 Lapis dan yang lain mengejar ke dalam hutan yang cukup lebat. Si peri terbang dengan berbelok – belok dan bermanuver untuk membingungkan Lapis. Untungnya Lapis memiliki elemen cahaya yang dapat meningkatkan kemampuan tubuhnya untuk bergerak dengan cepat. Bethony dan Leo memiliki elemen angin walau belum terasah sehingga kemampuan bergerak cepat milik elemen angin tidak begitu nampak. Sehingga Bethony dan Leo hanya mengikuti Lapis dan tidak fokus pada pengejaran terhadap si peri.

 

 Setelah cukup lama berlarian, Lapis dan yang lain sampai ke suatu reruntuhan bangunan yang terlihat kuno. Banyak pilar – pilar yang runtuh dan tampaknya atap bangunan yang disokong pilar tersebut sudah tertanam di tanah. Terjebak, si peri berhenti di sebuah pahatan batu. Pahatan batu itu membentuk wajah seorang pria dengan jenggot yang tebal. Pahatan itu sangat besar lebih besar daripada manusia. Lapis dan yang lain menunjukkan gitar kepada si peri dan mengembalikannya. Si peri pun menerimanya dan berterimakasih. Semua kesalah pahaman bisa terselesaikan dan mereka semua berdamai.

 

 Si peri sedikit curhat tentang masalah yang dialaminya. Dia memiliki saudara yang sedang terjebak. Di balik wajah batu terdapat ruangan dan saudara si peri tidak bisa keluar dari ruangan tersebut. Satu – satunya cara untuk mengeluarkannya adalah menerima permintaan si wajah batu. Awalnya Lapis dan yang lain merasa bingung dengan cerita si peri. Namun setelah si peri menyentuh mata dari wajah batu, mereka pun mengerti. Mata dari wajah batu menyala dan dia mulai berbicara. Wajah batu berkata kalau dia sedih karena tidak ada yang mengenalinya. Lapis dan yang lain harus menebak namanya dan petunjuknya terdapat pada pilar – pilar reruntuhan.

 

 Lapis, Bethony dan Leo tidak pernah tahu batu bisa bicara dan memberikan suatu permintaan. Mereka merasa cukup tertantang dengan permintaan wajah batu dan memulai investigasi. Mereka berjalan mendekati suatu pilar untuk memeriksa keadaannya. Pilar tersebut sudah patah dan retak tapi tetap berdiri dengan kokoh. Tampak alur – alur di pilar tersebut yang dipahat dengan baik. Mengitari pilar tersebut, tampak suatu tulisan yang tertutup oleh debu. Setelah dibersihkan, terdapat ukiran huruf A yang cukup besar. Total ada 6 pilar dan setelah semua dibersihkan, mereka mengumpulkan huruf A – A – I – L – N – S.

 

"Kami menemukannya! Namamu terdiri dari huruf AAILNS." Bethony berbicara dengan wajah batu.

"Kamu hanya menyebutkan huruf pembentuk namaku dan bukan menyebut namaku." Jawab si wajah batu.

"Ooohh… kami harus menyusun huruf – huruf tersebut." Sahut Leo.

"Ada 6 huruf, akan banyak pola yang bisa dibentuk dari 6 huruf tersebut." Ujar Bethony.

"Kalau menggunakan permutasi berarti ada 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 pola atau sama dengan 720 pola. Benarkah begitu? Tunggu, huruf A pertama dan A kedua bisa dibolak – balik." Lapis mencoba menghitung.

"Aku tahu! ALAN! Namamu adalah SIALAN!" Seru Leo.

 

 Mata si wajah batu menyala merah. Dia marah karena Leo menebak dengan susunan huruf yang paling buruk. Tiba – tiba seekor beruang dengan golok berkarat jatuh di hadapan mereka. Entah dari mana asal si beruang, yang jelas beruang itu hendak menyerang mereka. Sepertinya beruang tersebut adalah bentuk hukuman dari tebakan yang salah. Leo dan Bethony kabur dari serangan beruang tersebut tapi tidak dengan Lapis. Lapis mengeluarkan Espada Roperanya untuk melawan si beruang.

 

 Si beruang merasakan semangat bertarung Lapis. Dia langsung menerjangnya dan bersiap mengayunkan goloknya. Lapis hanya melewatinya begitu saja. Saat si beruang berbalik, terdapat luka sayatan di kening si beruang. Ayunan pedang Lapis sangatlah cepat. Tebasannya tidak terlihat bagi Leo dan Bethony yang menonton dari kejauhan. Sepertinya si beruang memiliki sifat haus akan pertarungan. Ketika di serang, si beruang malah tersenyum ke arah Lapis.

 

 Setelah saling menatap beberapa detik, mereka berdua mulai berlari mendekati satu sama lain. Si beruang sudah berancang – ancang untuk mengayunkan goloknya namun Lapis menyiapkan hal lain. Tepat sebelum Lapis berada di jangkauan si beruang, Lapis meningkatkan kecepatannya dengan seketika. Hal itu membuat serangan kejutan yang cukup membuat si beruang lengah. Tubuh si beruang telah menerima beberapa tebasan sekaligus. Dadanya tersayat, perutnya mengeluarkan darah. Kalau manusia pasti sudah merasa kesakitan tapi si beruang hanya tertawa.

 

 Merasa tak nyaman, Lapis menerjang sekali lagi. Kali ini si beruang hanya diam di tempat menunggu Lapis. Ternyata si beruang sedang memperkuat tubuhnnya. Dia menegangkan seluruh otot tubuhnya untuk menerima serangan Lapis. Ketika pedang Lapis menyentuh dagingnya, dia menahan pedang itu agar tidak tertarik keluar. Benar saja, pedang Lapis menancap dan tidak bisa dilepaskan. Pada saat itu, si beruang langsung mengayunkan goloknya untuk menebas Lapis.

 

 Tentu Lapis bisa menghindari serangan tersebut. Lapis melepaskan pedangnya lalu melompat dan berputar ke belakang untuk menjaga jaraknya. Si beruang mengambil pedang Lapis dan berencana untuk menggunakannya. Siapa sangka pedang itu terlalu kecil untuk tangan beruang dan juga pedang Lapis hilang menjadi cahaya setelah lepas dari genggamannya dalam beberapa waktu. Lapis kembali mengeluarkan Espada Ropera dari tangannya dan mereka kembali menerjang satu sama lain.

 

 Si beruang berjalan perlahan sementara Lapis berlari dengan cepat. Tidak seperti sebelumnya, Lapis kali ini mengeluarkan Assault Borealis sebelum masuk ke jangkauan serang si beruang. Kali ini Assault Borealis diarahkan tepat ke arah mata si beruang meski biasanya jatuh dari langit. Kejutan kali ini bukan karena Lapis semakin cepat melainkan karena cahaya yang membutakan. Kejutan kali ini bukan karena Lapis yang menebas seluruh tubuh beruang melainkan karena Lapis naik ke bahu si beruang. Dengan presisi Lapis mengincar sela – sela dari tulang selangka si beruang. Espada Ropera menusuk dalam melalui tulang tersebut dan mencapai jantung si beruang.

 

 Lapis tidak berlama – lama berada di bahu si beruang. Dia langsung lompat untuk menjaga jarak. Si beruang memiliki tubuh yang besar dan pedang Lapis sangatlah kecil jika dibandingkan. Bagi beruang dia hanya merasa tertusuk oleh jarum dan tidak begitu menyakitkan. Walaupun begitu kebocoran jantung adalah kebocoran jantung. Kali ini Lapis hanya bermain – main dengan menghindari serangan si beruang. Perlahan tapi pasti si beruang mulai merasakan efek dari kegagalan fungsi jantung tersebut. Dia mulai sesak nafas dan jatuh ke tanah. Si beruang berhasil dikalahkan.

 

"Maaf Lapis, kami tidak bisa membantu." Leo dan Bethony meminta maaf.

"Huhh… tidak apa, dia lawan yang berbahaya jika kalian tidak biasa bertarung." Lapis mengatur nafas.

"Apa kita harus menebak lagi?" Tanya Leo.

"Kamu jangan menebak lagi! Mungkin biar Lapis yang melakukannya." Bethony sedikit trauma.

"Lapis mengalahkan si beruang. Iya, mungkin harusnya Lapis yang menebak." Leo setuju.

"ANA… Namamu adalah ANALIS!" Ujar Lapis.

 

 Tebakan salah, wajah batu kembali menurunkan beruang dengan golok berkarat.

 

"Oh ayolah! Kenapa harus dua?" Keluh Leo.

"Lapis! Kita kabur saja! Sepertinya akan susah jika bertarung seperti ini terus menerus." Ujar Bethony.

"Salah sekali, 1 beruang. Salah dua kali, 2 beruang. Dengan segala pola yang memungkinkan, bisa – bisa aku melawan ratusan beruang." Lapis juga mengeluh.

"Kita panggil Gany saja! Gany pasti bisa menghancurkan wajah jelek itu dengan satu pukulan." Ujar Leo.

"Gany…" Lapis mulai tersenyum.

 

 Mendengar ucapan Leo, wajah batu menurunkan satu beruang lagi. Mendengar ucapan Leo, Lapis menjadi lebih bersemangat. Lapis membiarkan Leo dan Bethony kabur. Lapis membiarkan Leo dan Bethony memanggil Gany. Namun Lapis tetap ingin berdiri di sana melawan 3 beruang yang berada di hadapannya. Niat Lapis adalah mengalahkan 3 beruang itu dan ketika Gany datang, Gany akan memujinya. Tantangan seperti itu membuat Lapis membara. Lapis mengeluarkan Espada Ropera di masing – masing tangannya.

 

"Apa kalian mengingat pertarungan kita sebelumnya?" Tanya Lapis.

"Kamu pernah mengalahkan salah satu dari kami? Sepertinya kamu memang lawan yang layak." Jawab si beruang.

"Aku anggap itu sebagai jawaban tidak." Gumam Lapis.

 

 Lapis menunjuk ke salah satu beruang dengan pedangnya. Setelah beristirahat cukup lama, Lapis bisa menggunakan Assault Borealis lagi. Lapis menyinari mata dari salah satu beruang kemudian dia menaiki bahunya. Dia menanamkan pedangnya dengan sangat dalam ke tubuh si beruang hingga mencapai jantungnya. Dengan trik yang sama, satu beruang sudah bisa dikatakan mati. Kini tinggal dua beruang yang hendak melawan Lapis.

 

 Walau tidak bisa bereaksi, tapi beruang yang tersisa bisa mengerti cara Lapis menyerang. Oleh karena itu mereka mempersiapkan tubuh mereka untuk menerima serangan seperti itu. Atau dengan kata lain, serangan yang sama tidak akan berguna lagi kepada beruang yang lain. Lapis memahami hal tersebut makanya dia pergi menjauh. Dia memikirkan strategi lain untuk menyerang.

 

 Tiga beruang dengan golok berkarat berlari ke arah Lapis. Namun salah satu beruang jatuh dan menabrak yang lainnya. Kejadian itu memberikan Lapis sebuah ide. Lapis ingin bersembunyi di balik salah satu beruang sehingga beruang yang lain salah menyerang dan menyerang satu sama lain. Friendly Fire istilah yang tepat untuk rencana Lapis tersebut. Lapis berlari ke samping untuk menjauhkan para beruang dari Leo dan Bethony. Kemudian Lapis berputar arah dan menerjang para beruang. Dia mulai melawan dua beruang tersebut.

 

 Tebas kanan, tebas kiri, tangkis kanan, tangkis kiri, Lapis sedikit kewelahan. Sebelumnya Lapis hanya menghindari serangan beruang tapi kali ini Lapis mencoba menangkisnya. Perbedaan berat badannya dengan musuh – musuhnya membuat serangan – serangan itu sangat berat untuk ditangkis. Lapis tidak cukup kuat untuk menerima serangan para beruang. Dia hampir kehilangan keseimbangan dan berlutut untuk menahan serangan salah satu beruang.

 

 Tiba – tiba bola angin meluncur ke arah kepala salah satu beruang. Bola angin itu meledak dan mengeluarkan gelombang angin yang menyayat setajam silet. Seekor beruang terluka matanya akibat serangan tersebut.

 

"Leo! Panggil saja Gany!" Seru Lapis.

"Bethony telah memanggilnya bersama si peri." Jawab Leo.

 

 Leo tidak ingin hanya menyaksikan dan berdiam diri sementara temannya bertarung. Dia ingin berguna, tidak seperti saat melawan Shallow. Apalagi setelah mendengarkan cerita tentang dewi Sia yang menghadapi dewa Igni. Angin kalah terhadap api tapi dewi Sia tetap melawannya. Leo harus berani melawan. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Dia hanya perlu mengalihkan perhatian dan bantuan akan datang. Yang dilakukan Leo cukup berguna. Beban Lapis sedikit terangkat karena beruang dengan mata yang terluka beralih target kepada Leo.

 

 Melawan satu beruang bukanlah masalah bagi Lapis. Dengan dua pedangnya, golok berkarat milik si beruang bukanlah masalah. Lapis melayang seperti kupu – kupu dan menusuk seperti lebah. Ketika beruang mengayunkan senjata, Lapis hanya perlu memberi sedikit dorongan kepada senjata itu. Dorongan tersebut akan mengalihkan arah ayunan sehingga Lapis aman dari serangan. Kemudian tangan keduanya langsung menusuk tubuh si beruang. Gerakan Lapis sangat cepat dan lincah, tubuh kaku beruang tidak bisa mengikutinya. Perlahan tapi pasti, pedang Lapis menggapai jantung musuhnya.

 

"Leo! Bagaimana denganmu?" Lapis menoleh ke arah Leo.

"Pertarungan yang cukup mengesankan Lapis." Jawab Gany.

 

 Hampir seperti cerita antara Sia dan Lumirecia, Ternyata Gany sudah datang untuk mengambil alih pertarungan antara Leo dan si beruang. Gany benar – benar mengalahkan si beruang tanpa kesusahan sama sekali dan kemenangannya tanpa debat. Ketika menjawab pertanyaan Lapis, jari telunjuk dan jempol Gany berada di mulut si beruang. Gany merentangkan dua jarinya tersebut dan merubahnya jadi berlian. Jari – jari Gany itu membuka lebar mulut si beruang sampai – sampai si beruang tidak bisa menutupnya. Si beruang jadi kesusahan untuk bergerak karena rahangnya kesakitan.

 

 Si beruang mengayunkan cakarnya kepada Gany namun Gany dengan mudah menahannya. Tidak berhenti di situ, Gany melepaskan tangannya dari mulut beruang dan menamparnya. Si beruang menyerang, Gany menangkis dan menampar si beruang. Tangkis tampar, tangkis tampar. Si beruang sampai kebingungan dengan perlakuan yang dia dapatkan. Golok berkaratnya hancur dan dia sama sekali tidak mendapatkan perlawanan dari musuhnya. Lebih tepat dikatakan kalau Gany sedang membully si beruang daripada bertarung dengannya. Terakhir, Gany mencekik si beruang dan menamparnya berkali – kali.

 

"Siapa nama wajah batu itu?" Tanya Gany.

"Aku tidak bisa menjawabnya." Jawab si beruang.

"Siapa nama wajah batu itu?" Gany menampar si beruang.

"Itu melanggar aturan." Jawab si beruang.

"Siapa nama wajah batu itu?" Tamparan Gany menanggalkan gigi si beruang.

"Alanis, Namanya adalah Alanis." Si beruang menyerah.

 

 Lapis, Leo, Bethony, dan si peri kaget dengan kelakuan Gany. Tidak terpikirkan bagi mereka jalan keluar itu. Tidak perlu perhitungan permutasi, tidak perlu menebak ratusan kali. Tamparan berkali – kali dan masalah teratasi. Saudara si peri berhasil keluar berkat bantuan Gany. Sebagai rasa terimakasih, si peri dan saudaranya mau menyuburkan sungai untuk mereka. Ternyata selama ini ikan – ikan aneh di sungai sedang menantikan sang peri untuk memberi mereka makan. Ikan – ikan aneh yang terlihat mati kini menjadi lebih hidup. Kini keadaan sungai sudah membaik. Lapis berhasil menyelesaikan surveynya.

 

 Bushcraft dimulai! Semua murid melakukan upacara di pagi hari. Semua berjalan tertib dan lancar. Setelah memeriksa semua keperluan, mereka langsung berangkat dengan kereta karavan. Banyak kereta yang digunakan untuk mengantar mereka. Bukan hanya untuk mengantar murid tapi ada juga yang digunakan untuk membawa perlengkapan mereka. Perjalanan mereka memang cukup panjang tapi mereka semua menikmatinya. Setelah sampai di tempat perkemahan, Acara pertama yang mereka lakukan adalah bersih – bersih dan menyiapkan tenda. Beberapa kesusahan menyiapkan untuk menyiapkan tenda dan beberapa melakukannya dengan mudah.

 

 Klub olahraga paling senang untuk melaksanakan acara kedua yaitu permainan dan perlombaan. Semua murid dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan beberapa permainan seperti bola voli, sepak bola, panahan, dan juggler. Tidak hanya permainan tim, ada juga beberapa permainan individual dimana setiap kelompok menunjuk representatif untuk melakukan permainan. Permainan – permainan tersebut seperti unjuk bakat sihir atau melakukan quiz. Permainan sederhana dan singkat yang bisa dilakukan untuk membunuh waktu sampai sore. Setelah acara selesai, murid – murid istirahat untuk bersiap acara berikutnya.

 

 Acara malam penuh cukup unik yaitu melihat bintang di langit. Acara kali ini dipimpin oleh klub astronomi. Semua murid menuju ke tempat yang lapang dan dibagi kelompok berdasar kelas mereka. Setiap kelompok diberi dua buah teleskop untuk melihat angkasa. Dipandu oleh klub Astronomi akhirnya mereka dapat mengoperasikan Teleskop dan melihat bintang-bintang. Awalnya semua lampu dan sumber cahaya dimatikan dan mereka dibiarkan diam beberapa saat dalam kegelapan. Hal itu dilakukan karena Lampu dan sumber cahaya membuat para murid menjadi tidak biasa dengan cahaya yang sudah tersedia di alam.

 

 Malam itu langit sangat cerah tanpa awan. Mereka yang awalnya merasa tidak bisa melihat apa-apa, perlahan mampu melihat taburan bintang di angkasa. Dua buah bulan pelindung yaitu Shaina dan Sabrina terlihat sangat jelas keindahanya. Menyinari pandangan teleskop-teleskop mereka, Shaina sedang memancarkan cahaya penuhnya yang berwarna sedikit kemerahan. Disamping Shaina ada Sabrina yang memasuki fase bulan sabitnya. Cahaya Sabrina yang cekung dan sedikit berwarna biru mendampingi Shaina dengan sangat baik membuat malam yang sangat indah dipandang.

 

 Walau malam itu sangat indah, beberapa murid laki-laki tidak bisa menikmatinya karena tertidur kelelahan setelah berburu. Setelah beberapa lama memperhatikan angkasa, mereka semua kembali ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat. Memang semua sudah kelelahan karena perjalanan panjang menuju ke tempat itu, berburu, dan acara-acara lainnya tapi beberapa anggota badan eksekutif tidak bisa tidur begitu saja. Lapis ditemani dengan Bethony berkeliling untuk berjaga. Mereka berkeliling melewati tenda – tenda untuk memastikan semuanya sudah tertidur dan tidak ada yang mengacau.

 

 Hari kedua Training Camp, semua murid dibangunkan saat matahari sudah terbit sempurna. Mereka semua melakukan upacara dan mempersiapkan untuk acara selanjutnya yaitu penjelajahan. Mulanya para murid akan berjalan sesuai kelas mereka dan membawa semacam hadiah untuk diberikan kepada penduduk desa yang ada disana. Setiap kelas memberikan beberapa hadiah untuk beberapa rumah. Tidak hanya itu, setiap klub juga melakukan hal yang sama. Semacam bakti sosial dari sekolah Tetra untuk desa. Selain memberi hadiah para murid-murid mengajak para penduduk desa agar datang malam nanti untuk melihat drama yang akan murid-murid mainkan.

 

 Setelah dari desa, murid – murid menjelajah di sekitar bukit. Mereka harus melewati beberapa pos penjaga dan melakukan apa yang diinstruksikan untuk mereka. Beberapa pos dijaga oleh klub memasak dan disana mereka harus mencari bahan makanan berupa Jamur, Umbi-umbian, buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal itu adalah salah satu cara untuk belajar bahan makanan apa saja yang tersedia di hutan dan bagaimana nanti cara mengolahnya.

 

 Berkat kinerja Lapis untuk menyuburkan sungai, murid – murid bisa mencari ikan dengan mudah. Disiapkan tombak, pancing dan pisau untuk mencari ikan di sungai tapi ada beberapa murid yang beruntung karena bisa mendapat kelinci dan madu untuk bahan makanan. Setelah beberapa jam mencari makanan mereka semua kembali ke tempat penginapan dan memasak bersama. Mereka semua senang karena bisa mendapat makanan yang sangat beraneka ragam. Dan klub memasak menjadi bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Dipandu klub memasak setiap kelas memasak makanan mereka sendiri.

 

 Ada yang tidak terlalu banyak makan karena tidak sesuai selera, ada juga yang makan banyak karena bagi mereka makanan adalah makanan. Hal yang seperti itu adalah salah satu alasan mengapa badan eksekutif melaksanakan Bushcraft yang seperti itu. Badan Eksekutif ingin mengeluarkan semua murid baru dari zona nyaman mereka. Beruntung tidak ada kendala di acara itu dan mereka bisa melanjutkan acara. Selanjutnya karena hari sudah sore dan menjelang malam, mereka semua diberi waktu istirahat dan mandi. 

 

 Akhirnya malam tiba, para penduduk berbondong-bondong menuju ke Lapangan di depan penginapan untuk menonton pertunjukan. Para orang tua mengajak anak-anak mereka, para remaja datang bersama dengan teman-temannya dan juga para tetua desa datang sebagai tamu kehormatan. Semuanya disambut dan dilayani dengan baik. Sebelum pertunjukan para murid-murid juga mempersiapkan lapak-lapak makanan yang dapat dinikmati dengan Cuma-Cuma. Banyak yang berebut karenanya tapi semua masih terkendali.

 

 Malam itu dianggap sebagai malam puncak acara, jadi para murid bebas untuk duduk dimanapun mereka inginkan. Acara malam itu pun dimulai, Lapis dan bukan Lapis (Entah siapa) mengenakan gaun kerajaan naik ke panggung. Pakaian yang gemerlap karena dihiasi pernak pernik seperti bunga dan perhiasan emas. Kedatangan mereka langsung membuat para penonton terkunci pandangannya. Mereka berdua disorot oleh banyak lampu. Para penduduk desa kebingungan sekaligus takjub dengan setting tempat itu. Lampu sorot dan pengeras suara bukanlah hal yang umum dijumpai oleh para penduduk desa.

 

 Pertunjukan sebuah drama yang berjudul "Seal". Cerita itu adalah sebuah legenda yang terjadi ribuan tahun yang lalu di kerajaan Praha. Cerita kepahlawanan seorang prajurit di tanah Praha kuno bernama Sohaya. Dikisahkan dahulu ada sebuah kerajaan manusia yang selalu berseteru dengan makhluk ras humanoid lainnya bernama Shubnean. Shubnean adalah makhluk penghuni rawa yang berkulit hitam. Mereka bungkuk tidak memiliki rambut dan mempunyai tentakel di sekitar mulutnya. Tentakel itu ibarat kumis dan janggut bagi manusia biasa tapi bisa bergerak.

 

 Tidak disangka, Khan menjadi tokoh utama yaitu Sohaya. Saat itu Sohaya sedang berlatih dengan sahabat sekaligus rivalnya yaitu Vasa yang diperankan oleh August. Mereka adalah teman masa kecil dan sudah dilatih sejak dini untuk melawan Shubnean. Setelah berlatih mereka tiba-tiba dipanggil untuk segera berkumpul di kerajaan. Mereka diminta untuk melaksanakan suatu misi penting yaitu menyerang rawa Shubnean. Misi itu adalah misi yang berat namun Sohaya dan Vasa sudah siap mengemban misi itu.

 

 Sohaya pamit kepada istrinya Isolde yang diperankan oleh Yeonhong untuk pergi berperang. Satu batalyon pergi menyerang rawa itu. Walau dalam jumlah banyak tapi daerah yang mereka serang itu adalah daerah rawa, daerah kekuasaan Shubnean. Para Shubnean membantai habis para prajurit itu sampai tersisa setengahnya. Keadaan sangat tidak menguntungkan bagi Sohaya dan Vasa. Tapi Sohaya tidak patah semangat, dia tetap maju tanpa gentar.

 

"Tunggu, kenapa mereka semua bisa jadi tokoh-tokoh yang penting?" Tanya Gany.

"Gany… tidak baik memiliki sifat dengki seperti itu. Kamu seharusnya bangga teman-temanmu bisa mendapatkan peran itu." Jawab Arche.

"Bukan itu, maksudku bukankah peran seperti itu diinginkan semua orang? Tadi Khan juga berkata kalau persiapannya tidak seberapa jadi Aku kaget karena bukan para senior yang lebih berpengalaman yang memerankannya." Gany mencoba menjelaskan kesalahpahaman.

"Hahaha… aku bercanda. Memang mendadak tapi dia menggantikan aktor aslinya karena terluka saat menyiapkan panggung." Jawab Arche.

"Tapi kenapa Khan?" Gany masih belum puas.

"Kamu tahu? Sohaya memiliki sihir elemen api dan sungguh kebetulan sekali hanya Khan kandidat yang bisa menggantikan si aktor asli." Sahut Io.

"Ooohhh…." Gany baru menyadarinya.

"Tapi untuk peran lainnya sepertinya berdasar undian." Io melanjutkan penjelasannya.

"Maafkan kami leluhur Vasa… leluhur Isolde…. Tidak ada yang memperdulikan kalian." Gany mengheningkan cipta.

 

 Terjadi sebuah kejadian yang membuat keadaan disana berbalik. Banyak orang berkata itu keajaiban dan tidak sedikit yang berkata kalau itu kebetulan. Tangan Sohaya mulai menyala dan perlahan terbakar. Bagi penduduk Praha kuno memiliki sihir adalah hal yang sangat jarang. Jadi para prajurit menjadi bersemangat kembali. Dengan gagah, Khan yang memerankan Sohaya melemparkan bola api kepada sasaran yang sudah dipersiapkan. Dengan begitu api berhasil membakar panggung. Panggung batu tidak akan rusak karena terbakar tapi aksesoris di sanalah yang terbakar. Melihat hal itu, penonton seakan bisa merasakan sensasi dimana rawa Shubnean yang terbakar. Mungkin itulah yang dimaksud 3D lebih superior dari 2D atau dengan kata lain yang nyata lebih baik dari gambar belaka.

 

 Tenang saja semuanya terkendali. Dengan sekejap para Magus elemen air memadamkannya dan Magus elemen angin menghembuskan asapnya. Hembusan Asap yang awalnya menutupi panggung hilang seketika dan pada saat yang sama, adegan berganti. Klub Drama benar-benar ahli dalam menjalankan pertunjukannya. Adegan berganti di kerajaan dengan banyak hiasan. Dengan terbakarnya rawa Shubnean, perang bisa dikatakan berakhir. Sohaya dinobatkan sebagai pahlawan perang dan diangkat menjadi panglima kerajaan.

 

 Penobatan itu dihadiri oleh seluruh kerajaan dan aliansi kerajaan yaitu penghuni hutan Dryad. Semua orang bergembira dengan kalahnya Shubnean. Sohaya berhasil membangkitkan sihir elemen api dan menjadi salah satu Magus di kerajaan. Dengan begitu saat penobatan, Sohaya dipercaya untuk memegang senjata kerajaan bernama Mega Eve. Tidak ada yang tahu asal usul pedang itu tapi yang pasti pedang itu mengakui namanya sebagai Mega Eve. Pedang itu memiliki kekuatan yang besar dan bisa membelah apa saja. Selama ini pedang itu disimpan karena tidak ada yang mampu mengendalikannya. Meski begitu Sohaya sekarang dianggap mampu untuk membawa pedang itu.

 

 Hari-hari kejayaan Sohaya menjadi lebih manis lagi karena istrinya Isolde sedang hamil. Dia sangat bahagia dan sering membicarakan tentang istrinya saat melatih prajurit kerajaan. Tapi tidak semuanya bahagia dengan hasil peperangan. Semenjak dinobatkan menjadi pahlawan, Vasa sahabat sekaligus rival Sohaya menjadi iri. Dengan dalih berlatih di alam liar, Vasa pergi dari kerajaan untuk melupakan Sohaya. Sayang kedengkiannya semakin bertambah setiap harinya.

 

 Suatu hari saat sedang melatih prajurit kerajaan, Sohaya mencoba menggunakan Mega Eve. Tapi kekuatan pedang itu sangatlah dahsyat, Sohaya kesusahan mengendalikan kekuatan pedang itu. Dia mengayunkan pedang itu dan tak sengaja hembusan angin dari pedang itu memotong salah satu batu besar kerajaan. Terdapat Batu-batu besar yang mengelilingi kerajaan yang menjaga seperti dinding. Dulunya batu itu diletakkan untuk melindungi mereka saat perang melawan Shubnean. Sekarang Shubnean sudah kalah jadi Orang-orang kerajaan tidak begitu khawatir dengan hancurnya salah satu batu itu. Setidaknya itu yang mereka pikirkan.

 

 Beberapa minggu setelah hancurnya batu itu para bangsa Shubnean melakukan pembalasan. Berbondong-bondong bangsa Shubnean masuk ke kerajaan melewati dinding yang rusak itu. Mereka membantai para penduduk dan membakar kerajaan. Sohaya sangat terkejut kedatangan bangsa Shubnean. Dia memimpin pasukan dan menghentikan bangsa Shubnean agar tidak sampai ke istana kerajaan. Tapi kejutan tidak hanya datang dari bangsa Shubnean. Ternyata dalang dari penyerangan itu adalah Vasa. Dia secara terang-terangan menunjukan diri dihadapan Sohaya dan mengatakan tentang rencananya.

 

 Sohaya menjadi emosi dan menyerang Vasa dengan Mega Eve. Sohaya saat itu berpikir pendek dan berpikir bahwa pedang Mega Eve lah yang harus menghukum Vasa. Pedang itu ibarat wakil dari seluruh kerajaan dalam menghadapi pengkhianatannya. Vasa dan Sohaya sudah berteman dan berlatih bersama sejak kecil. Kemampuan mereka bisa dianggap setara dan membuat pertarungan terjadi sangat sengit. Sohaya yang kesusahan tidak sengaja mengayunkan pedang itu dan membuat istana kerajaan terpotong. Sohaya sangat shock melihat hal tersebut. Dia mengingat istrinya yang hamil ada disana dan sekarang istana sudah hancur.

 

 Klub drama menggambarkan keadaan dengan baik, panggung sedikit dihancurkan demi menggambarkan keadaan. Selain itu Khan sedari awal menggunakan jubah khusus demi adegan itu. Istana yang hancur membuat hati Sohaya juga hancur. Khan yang memerankan Sohaya sekali lagi membakar panggung. Tidak hanya itu dia juga membakar dirinya sendiri demi menunjukkan kemarahannya. Dalam lautan api itu Khan melakukan monolog. Kecerobohannya membuat batu pelindung menjadi hancur, Sahabatnya sekarang menghianatinya dan sekarang Istrinya yang mati karena kecerobohannya. Sohaya sangat shock dan tidak bisa berpikir apa-apa. Perasaan marah, kecewa, menyesal bercampur dalam hatinya.

 

 Akhirnya Sohaya membuang pedang Mega Eve dan memanggil senjatanya. Senjata yang selama ini menemaninya dalam bertempur. Sebuah pedang dan perisai meluncur dari istana dan menuju tepat di genggaman tangannya. Setelah perisainya sampai dia langsung menghantam Vasa dengan itu. Seakan menjadi orang lain, Sohaya menjadi lebih kuat dan bengis. Vasa yang selama ini berlatih bersamanya seakan tidak ada apa-apanya dibanding dengan Sohaya. Pukulan dari perisai dilancarkan bertubi-tubi dan tebasan pedang tanpa ragu diayunkan. Vasa jatuh tak berdaya menghadapi Sohaya.

 

 Sohaya tetaplah Sohaya. Dia masih memiliki kendali penuh akan pikirannya. Setelah Vasa tumbang, Sohaya menghabisi para Shubnean dengan pedangnya sendirian. Sohaya memanglah seorang panglima yang sangat kuat. Dengan semangat membara dia menerjang ke pasukan Shubnean yang menyerang. Bangsa Shubnean yang melihat kehadirannya menjadi gemetar seakan api penyucian sedang datang. Setelah bangsa Shubnean habis dibasmi, Sohaya kembali mendatangi Vasa yang tumbang dan tidak bisa bergerak.

 

"Apa ada kata-kata terakhir?" Tanya Sohaya dengan wajah dingin tanpa ampun.

"Aku mengaku kalah. Bahkan setelah mengkhianati kerajaan dan dengan bantuan Shubnean, kamu masih bisa mengalahkanku. Kamu memang lebih baik dariku." Vasa menutup mata dan tersenyum.

 

 Sohaya menancapkan pedangnya pada jantung Vasa dan membunuhnya. Sekali lagi Sohaya menjadi pahlawan kerajaan. Tapi setelah kejadian itu Sohaya sudah tidak punya apa-apa lagi. Dia pergi membawa Mega Eve dan menemui salah satu petinggi dari hutan Dryad. Sohaya bercerita tentang apa yang dialaminya dan saat itulah kisah tentang Sohaya ditulis. Sohaya datang meminta agar pedang itu disegel namun petinggi hutan Dryad tidak punya cukup kekuatan untuk melakukannya.

 

"Gunakan Tubuhku!" Ujar Sohaya.

 

 Walau melakukan beberapa kesalahan, tetapi Sohaya adalah yang paling mampu mengendalikan pedang Mega Eve. Cerita diakhiri dengan Khan yang membakar dirinya bersama pedang itu di sebuah altar ritual. Api yang membara menyala dengan terang. Cahaya dan kehangatannya sampai pada semua penonton.

 

"Pertunjukan yang menakjubkan." Io bertepuk tangan.

"Jadi Igni itu merepotkan ya." Arche bertepuk tangan.

"Igni dewa api? Kenapa nama itu muncul?" Gany bingung.

"Mungkin pelajaranmu belum sampai sana. Sohaya dalam cerita ini dianggap sebagai reinkarnasi dari Igni." Jawab Arche.

"Benarkah? Apa Igni sering bereinkarnasi? Tanya Gany.

"Entahlah. Mungkin saja dia tidak bereinkarnasi." Jawab Arche.

"Apa maksudmu? Tadi bilang mereka adalah reinkarnasi." Gany lebih kebingungan.

 

 Arche lanjut menjelaskan pemikirannya. Dia pikir kalau Sohaya mungkin saja bukan reinkarnasi dari dewa Igni. Keduanya hanya dihubung – hubungkan karena kemiripannya mengenai tanggung jawab melawan kejahatan. Sifat melawan kejahatan atau ketidakadilan adalah salah satu sifat yang paling dasar dalam kehidupan manusia. Kalau hanya itu yang jadi patokan maka tentara yang menjalankan tugasnya bisa dikatakan sebagai reinkarnasi Igni. Tentu pemikiran seperti itu ditolak oleh para peneliti dan filsuf yang mempelajari cerita – cerita tersebut. Tapi terkadang Arche menganggap kalau para peneliti dan filsuf itu membuat – buat dan mencocok – cocokkan.

 

"Kamu benar – benar memikirkannya ya." Gany sedikit kagum.

"Hmmm… entahlah." Arche menghela nafas panjang.

"Teman – temanku dalam pertunjukan drama mengatakan kalau salah satu bukti bahwa Sohaya termasuk reinkarnasi Igni adalah karena dia punya elemen api." Sahut Io.

"Yah… mungkin aku hanya tidak percaya pada sekumpulan orang tua yang meneliti cerita tersebut." Jawab Arche.

 

 Arche dalam kebingungan sementara yang lain dalam kepuasan. Pertunjukan selesai dan semua orang menikmatinya. Para penduduk pulang ke rumahnya masing-masing dan para murid beristirahat dengan perasaan lega di tenda. Semua kesibukan mereka sudah terbayar. Semua orang beristirahat setelah acara itu kecuali Lapis dan Gany. Karena kesibukannya selama ini, Lapis ingin bersama dengan Gany. Walau dengan malu-malu, Lapis ingin menunjukkan gaun yang sedang dipakainya dan meminta pendapat Gany tentang itu.

 

"Hmmm… menurutku terlalu berlebihan." Ujar Gany.

"Iya kamu benar aku memang tidak cocok menggunakan gaun mewah." Jawab Lapis.

"Bercanda…. kamu terlihat cantik." Jawab Gany dengan tersenyum.

 

 Lapis mengalihkan pandangan karena malu.

 

"Sebenarnya kamu selalu terlihat cantik, jadi tidak ada bedanya." Tambah Gany.

"Sebenarnya kamu ingin memujiku atau tidak?" Lapis merasa sedang dikerjai.

"Aku memujimu, maksudku kamu tidak perlu berhias untuk terlihat cantik dimataku." Jawab Gany.

"Oh iya ayo kita melihat bintang! semalam kita sibuk jadi ayo kita melihatnya sekarang." Ajak Lapis.

"Ayo!" Jawab Gany.

 

 Mereka berdua menyelinap dan mengambil sebuah teleskop untuk melihat bintang bersama. Malam itu juga cerah untuk melihat bintang.

 

"Ayo berlomba untuk menghitung bintang." Tantang Lapis.

"Itu tidak masuk akal! bagaimana aku tahu bintang mana yang sudah kamu hitung." Gany menolaknya

"Hahaha… kamu benar." Lapis tertawa dengan idenya sendiri.

 

 Akhirnya mereka melihat bintang dengan normal. Setelah puas melihat bintang, mereka kembali ke tenda untuk tidur dan bersiap untuk esok. Hari terakhir Bushcraft, mereka semua berkumpul dan melakukan upacara penutupan. Ahman menyampaikan mengucapkan terima kasih untuk mengakhiri upacara. Akhirnya mereka semua menaiki kereta karavan untuk pulang ke Tetra. Acara itu membuat kenangan yang indah untuk semua orang.