"Can! Gua duluan, ya, mau nemenin nyokap ke rumah sakit soalnya," ujar Yumna pada Candy yang masih sibuk membersihkan papan tulis. Candy mendapat jadwal piket hari itu.
"Okay, Yum!" sahut Candy.
"Gua dan Bianka nebeng Yumna ya, Can!" tambah Gladys.
"Sip!" Candy tersenyum dan melambaikan tangan pada teman-temannya itu.
Usai membersihkan papa tulis dan menata rapi meja dan kursi bersama Fani dan Nino, Candy pun keluar dari kelas. Di lorong kelas ia sempat berpapasan dengan si anak baru.
Candy pura-pura tidak melihat dan lanjut berjalan santai, tapi sosok itu malah tersenyum seolah menyapanya. Candy pun balas tersenyum tipis. Beberapa langkah kemudian, ia kembali menoleh ke belakang, dan di saat yang bersamaan sosok itu juga sedang menoleh padanya. Wajah Candy langsung berubah merah madam. Ia pun mempercepat langkah menuju parkiran.
"Azka!" Seseorang tampak menghampiri Azka yang juga sedang mengambil motornya di parkiran.
Azka menoleh pada sosok itu dengan ekspresi datar.
"Kenalin, gua Jenny dari OSIS." Perempuan itu mengulurkan tangan.
"Ada apa?" balas Azka tanpa menjabat tangan itu.
Perempuan itu pun menggigit sudut bibirnya sendiri, menahan malu. "Hmmm… gua mau nawarin lo buat gabung di OSIS. Kebetulan masih ada beberapa divisi yang masih kosong," jelas Jenny.
Azka mengerutkan dahi. Ia tahu ia tidak punya potensi apa-apa sehingga diminta bergabung di OSIS. "Kenapa nawarin gua?" tanyanya, lagi-lagi tanpa ekspresi.
"Karena gua lihat lo berpotensi," jawab Jenny.
Spontan Azka tertawa mendengar hal itu. "Sori, nggak minat," ujarnya kemudian sambil mengenakan helm.
"Eh, Azka, tunggu!" Jenny menahan tangan Azka yang langsung ditepis laki-laki itu. "Sori." Jenny kembali mengigit sudut bibirnya. Kemudian ia memberikan sebuah kartu pada Azka. "Datang ya ke acara ulangtahun sweet seventeen gua!" pintanya dengan hati-hati.
Setelah menerima kartu undangan itu selama beberapa detik, Azka pun memutuskan untuk menerima, karena kalau tidak, perempuan itu tentu tidak akan mau pergi. Benar saja, begitu kartu undangan tersebut berpindah ke tangan Azka, Jenny langsung pamit pergi.
"Cieee… yang dideketin kakak kelas. Fwiitt..! Fwiiitt!" ujar Candy sembari bersiul-siul kecil.
"Nih, buat lo aja!" Azka memindahkan kartu undangan itu ke tangan Candy.
"Eh, ngapain buat gua!" Candy menolak kartu itu.
"Ya, udah, buang aja kalau gitu." Azka membuang kartu tersebut ke tong sampah.
Candy geleng-geleng sendiri melihat tingkah Azka. "Lo benar-benar nggak punya hati, ya. Tuh cewek pasti bakal kecewa banget kalau tahu lo ngebuah undangan yang udah dia kasih," ujar Candy.
Azka justru menatap Candy. "Emangnya kenapa kalau gua nggak punya hati? Mau lo ngasih hati ke gua?" ucapnya dengan ekpresi datar.
"Hah?" Candy melongo.
Melihat Candy melongo, Azka pun tertawa dan mengacak kepala Candy. "Pulang sana! Ntar dicariin nyokap!" ledeknya.
Candy menepis tangan Azka. "Ih, bisa nggak sih lo nggak megang kepala gua sehari aja?" sewotnya.
"Nggak bisa," jawab Azka dengan santainya. Sementara Candy semakin geram, ia jadi menyesal telah menghampiri laki-laki itu.
"Eh, berani nggak lo balap sama gua? Siapa yang terakhir nyampe minimarket harus beliin eskrim buat yang kalah," tantang Azka.
"Ogah, ngapain…," dengus Candy.
"Yah, cemen!" Azka terus memancing Candy.
"Okay, gua terima tantangan lo!" ujar Candy. Ia tahu akan sangat sulit baginya untuk mengalahkan Azka, tapi ia juga tidak ingin langsung menyerah. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki itu.
Candy pun mengenakan helm dan menyalakan motor maticknya. Beberapa menit kemudian mereka berdua sudah berpacu di jalan raya.
"Sial! Jago tuh cewek!" gumam Azka melihat Candy yang berada di depannya, sementara Azka terhambat oleh jalanan yang ramai dan orang-orang yang menyebrang.
Candy yang girang karena hampir tiba di titik finish menoleh ke belakang dan berseru pada Azka, "Gua bakal ngalahin lo, Azka!"
Tiba-tiba…
Brukk….Pranggg….cekrekk…jzzz..jzz.. Motor Candy menabrak trotoar.
Azka yang tersentak melihat hal itu langsung mengejar Candy.
"Aduhh…!" Candy merintih merasakan perih di kakinya.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Azka dengan intonasi panik.
"Nggak apa-apa pala lo! Nggak lihat apa gua udah jatuh gini! Duh kaki gua sakit banget. Tolongin, goblok!" maki Candy pada Azka hanya bengong.
Azka pun mengangkat motor menimpa kaki gadis itu. Ia pun meringis melihat betis Candy yang berdarah. "Darah, Can…," lirihnya.
"Yaiyalah darah. Emang lo kira apaan? Sirup marjan?" bentak Candy lagi.
"Dek! Itu temannya dibantuin, ngapain cuman diliatin doang!" tegur penjual buah yang parkir di trotoar itu.
"I-iya, Pak," sahut Azka sembari berjongkok untuk membantu gadis itu. "Sejak kapan juga cewek jadi teman gua," dumelnya.
***
Gugun dan Gita menuju rumah sakit. "Dimana Candy, Azka?" tanya Gugun begitu melihat Azka.
"Di sana, Om," jawab Azka sembari mengiringi kedua orangtua Candy menuju tempat Candy dirawat.
"Candy… kenapa bisa gini sih, Nak?" Gita panik melihat putrinya itu terbaring dengan luka di tangan dan kaki.
"Kamu ngebut-ngebutan, hah?" Gugun turut menimpali.
"Azka tuh, Yah, yang ngajak Candy ngebut-ngebutan," jawab Candy sembari mendelik pada Azka.
Azka sendiri justru melotot mendengar ucapan Candy. Bisa-bisanya gadis itu mengadu pada orangtuanya.
Gugun pun mendelik pada Azka.
"Eng..nggak kok, Om. Candy-nya jatuh sendiri," bantah Azka.
"Bohong, Yah! Dia maksa Candy buat ngebut-ngebutan!" ujar Candy lagi.
Gugun pun menghela napas kemudian menjewer telinga Azka. "Berani-beraninya kamu mencelakai anak gadisku, hah?"
"Ampun, Om! Duh, sakit, Om!" jerit Azka.
"Mas, udah, Mas! Kasihan diliatin orang-orang!" Gita mencoba melerai.
"Akan Om laporkan sama papamu biar kamu juga dihukum!" ujar Gugun pada Azka sambil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Ari.
"Halo, Ri! Anakmu, si Azka bikin ulah lagi. Dia ngebut-ngebut di jalan. Anakku, Candy sampai kecelakaan," ujar Gugun.
"Ah, anak satu itu selalu bikin ulah saja," dengus Ari di ujung sana.
"Kalau kaki anakku patah, boleh kupatahkan juga kaki anakmu ini?" tanya Gugun.
"Ya, sudah, terserahmu saja," sahut Ari.
Azka benar-benar terbelalak mendengarnya.
"Sini kamu! Biar Om patahkan juga kakimu itu!" ujar Gugun.
Azka langsung lari terbirit-birit mendengarnya. Sementara Candy justru tertawa terbahak-bahak.
"Candy!" Gita melotot pada putrinya itu.
"Ups!" Candy menghentikan suara tawanya. "Pulang, yuk, Bun!" ajaknya kemudian.
"Emangnya kamu bisa jalan?" balas Gita.
"Bisalah, Bun. Cuma gores-gores doang, kok, nggak patah beneran," ujar Candy.
Gita menghela napas kemudian membantu Candy berdiri dan keluar dari rumah sakit. Sementara itu, Gugun masih kejar-kejaran dengan Azka di halaman rumah sakit.
"Mas!" panggil Gita pada suaminya.
Gugun menoleh dan tersentak melihat Candy bisa berdiri. "Hah, kaki kamu tidak patah, Can?" Gugun menghampiri Candy.
Candy nyengir dan menggeleng.
"Hufffttt….!" Azka menghembuskan napas dan terduduk sendiri di halaman rumah sakit karena kelelahan. Candy tertawa puas menyaksikan hal itu.