Pagi itu adalah mata pelajaran olahraga untuk kelas sepuluh-F. Candy yang masih sakit meminta izin ke Pak Haris, guru olahraga, untuk tidak mengikuti kegiatan olahraga di lapangan.
"Ya, sudah, kamu duduk aja di sana sambil melihat teman-temanmu yang lain. Soalnya pagi ini bapak akan menjelaskan tentang teknik dasar dalam permainan bola volley." Pak Haris menunjuk tempat duduk yang terletak di pinggir lapangan.
"Baik, Pak," sahut Candy.
Pak Haris membunyikan peluit untuk memanggil siswa-siswa lain yang masih jalan santai di lorong kelas. "Bianka, lari!" teriaknya.
"Iya, Pak!" sahut Bianka sambil menutup lipstiknya dan menyisipkan di saku celana kemudian berlari ke tengah lapangan, berkumpul dengan yang lainnya.
"Boni, kamu pimpin pemanasan!" perintah guru olahraga itu pada Boni yang masih sibuk menoyor kepala Nino.
"Siap, Pak!" sahut Boni sambil maju ke depan. "Eh, kalian semua ikutin gua, ya! Faisal, berdiri lo! Kalau mau jongkok di WC sana!"
Usai melakukan peregangan, Pak Haris pun mengomandakan siswa-siswinya untuk membentuk dua barisan yang saling berhadapan. "Bapak akan mencontohkan teknik mengumpan atau mengoper bola dalam permainan bola voli yang dinamakan dengan passing. Dimana passing ini terbagi dua yaitu passing atas dan passing bawah. Azka, coba lempar bola itu ke bapak!" ujarnya.
Azka pun melakukan perintah gurunya. Bola itu disambut oleh Pak Haris dengan teknik passing atas dan dibalas lagi oleh Azka dengan teknik passing bawah. "Nah, yang barusan saya contohkan itu namanya passing atas, sementara yang dilakukan Azka tadi adalah teknik passing bawah. Nanti kalian semua akan melakukan kedua teknik itu secara estafet. Mengerti?"
"Mengerti, Pak!" sahut siswa-siswi itu serentak.
"Kenapa nggak langsung main aja, sih, Pak? Gini doang mah bikin bosan," celutuk Kevin.
"Sebelum melakukan sebuah permainan, harus mengerti tekniknya dulu, agar tidak asal main dan asal pukul saja," jawab Pak Haris.
"Lo sering main nggak pakai teknik, ya?" bisik Faisal yang berdiri di sebelah Kevin.
"Gua mah langsung gas aja. Mana sempat mikirin teknik, orang guanya udah kepalang sange," balas Kevin, kemudian mereka cekikikan berdua.
Olahraga itu pun dimulai sesuai dengan instruksi dan arahan Pak Haris. Candy yang duduk di pinggir lapangan turut memperhatikan teman-temannya, sesekali ia tertawa melihat tingkah konyol Kevin, Boni, atau Faisal.
"Hai…!"
Candy menoleh ke samping, ternyata Devano sudah berdiri di sebelahnya entah dari kapan.
"Nggak ikutan olahraga?" tanya Devano.
"Eh…nggak," jawab Candy. Ia heran kenapa laki-laki itu selalu menghampirinya.
"Kenapa?" tannya Devano lagi.
Candy hanya menunjuk luka di kakinya.
Sementara itu, di lapangan, diam-diam Azka memperhatikan Candy dan Devano. "Cowok kemarin lagi," batinnya.
"Woi, Azka! Jangan bengong aja lo!" Fani mengoper bola ke Azka.
Dan begitu bola tersebut ada di tangan Azka, Azka langsung melempar bola itu hingga tepat mengenai kepala Devano. Jelas saja hal itu membuat Devano kaget, begitu pun dengan Candy.
"Azka! Ngapain kamu ngelempar bola ke sana?" ujar Pak Haris.
"Maaf, Pak, nggak sengaja," jawab Azka asal.
"Ajib banget, nggak sengaja aja bisa sejauh itu, gimana jadinya kalau sengaja," celutuk Boni.
"Itu kan Devano. Ngapain dia sama Candy?" gumam Bianka.
"Azka! Kamu ambil lagi bola itu!" perintah Pak Haris.
Azka pun menurut dan mengambil bola tersebut sambil melirik sinis pada Devano.
"Apa-apaan sih lo, Ka? Nggak sopan banget ngelempar bola ke orang," ujar Candy.
"Nggak sengaja," jawab Azka dingin.
"Nggak jelas banget," dengus Candy. "Minta maaf sana!"
Azka hanya mendelik tajam pada Devano kemudian kembali ke lapangan.
"Woi! Azka!" teriak Candy, tapi Azka tidak menghiraukan.
"Eh, kamu ngapain?" Pak Haris mendekati Devano.
"Saya bukan kelas ini, Pak," jawab Devano.
"Balik ke kelas sana!"
"Ya, Pak!"
***
"Can, gua iri banget deh sama lo. Kok si Devano ngedeketin lo terus sih," sungut Bianka usai olahraga.
Candy hanya mengangkat bahu.
"Itu artinya dia lebih tertarik sama Candy daripada lo berdua," ujar Yumna.
"Jangan-jangan lo udah chatingan ya sama Devano? Atau jangan-jangan kalian udah pernah jalan bareng?" tuding Gladys.
"Apaan, sih." Candy mengibaskan tangannya. "Gimana mungkin gua udah jalan sama dia, kaki gua aja masih kayak gini."
"Hmmh…" Bianka duduk di sebelah Candy. "Kalau sampai Devano beneran suka sama lo, gua bakal musuhin lo. Kalau perlu, gua kick lo dari grup chat kita," cetus Bianka.
"Lho! Lho! Kok jadi kesannya gua yang salah? Kalaupun Devano beneran suka sama gua, itu bukan salah gua dong?" Candy membela diri.
"ya, tapi kan gua cemburu, Can…," rengek Bianka.
"Hahaha." Yumna justru tertawa. "Kurang kerjaan banget kalian kayaknya ngerebutin satu cowok, kayak nggak ada cowok lain aja selain dia di sekolah ini," ledeknya.
"Emang ada cowok yang lebih ganteng dari Devano di sekolah ini, hah?" balas Bianka.
"Adalah," jawab Yumna. Diam-diam ekor matanya melirik Azka yang baru memasuki kelas.
"Siapa? Coba sebut siapa!" tantang Bianka lagi.
"Pokoknya ada," tandas Yumna.
***
"Itu tuh anak baru yang tadi lo lempar pakai bola," ujar Boni pada Azka ketika mereka sama-sama berada di kantin saat jam istirahat.
Azka hanya mendelik sekilas. "Emangnya dia anak baru?"
"Iya, kelas sebelas-A. Tajir abis. Mobilnya aja keren," terang Boni.
"Palingan juga punya bokapnya," ujar Azka.
"Jangan salah lo! Dia itu penulis muda yang lagi naik daun sekarang. Bisa jadi aja tuh mobil dibeli pakai duitnya sendiri." Faisal menimpali.
Azka langsung terdiam, jika hal itu benar adanya, jelas dia kalah jauh dari Devano.
"Eh, kok lo bisa tahu kalau dia penulis?" tanya Boni pada Faisal.
"Gua punya bukunya. Tapi dia pakai nama pena Dewa Orizon, mungkin karena itu nggak banyak yang ngenalin," terang Faisal. "Eh, lo tadi sengaja nggak sih ngelempar bola ke dia?" Faisal menyenggol bahu Azka.
Azka mengangguk.
"Jangan-jangan lo cemburu ya ngeliat dia deketin si Candy?" tuding Boni kemudian.
"Cemburu apaan?" bantah Azka. "Saiko lu!" Ia menoyor kepala Boni.
"Trus kalau nggak cemburu, trus karena apa, hah?"
"Iseng doang," jawab Azka asal. Matanya masih memperhatikan gerak-gerik Devano. Ia sendiri sebenarnya juga tidak mengerti kenapa dia melempar bola pada lelaki itu. Semuanya seolah terjadi secara spontan, tanpa kendali. Entah kenapa, Azka merasa tidak senang melihat laki-laki itu berada di sebelah Candy. Apa lagi ia juga melihat hal yang sama di hari sebelumnya.
Sementara Devano melirik sekilas pada Azka. Tapi laki-laki itu tampak tidak terlalu peduli dengan tatapan tajam Azka padanya. Devano duduk di salah satu meja kantin sambil menikmati makanannya dengan tenang.