Tiba-tiba Bianka dan Gladys datang menghampiri mereka.
"Devano, sori, ya. Teman gua satu ini emang lagi PMS," ujar Bianka, lantas ia menarik tangan Candy untuk keluar dari ruang kelas Devano.
"Lo kok jadi maki-maki Devano sih, Can?" tanya Gladys yang benar-benar bingung dengan sikap Candy.
"Dia mukulin Azka, Glad!" terang Candy.
Kening Gladys semakin berkerut. "Trus hubungannya sama lo apa, hah? Ini sama sekali nggak ada hubungannya sama lo, Candy!" tandas Candy.
Candy menelan ludah, ia menyadari kebenaran kata-kata Gladys. Pertengkaran Azka dan Devano memang sama sekali tidak ada hubungan dengan dirinya. Namun, Candy juga tidak mengerti kenapa ia merasa turut emosi.
"Gua benar-benar bingung deh sama lo, Can. Tadi di hadapan Azka, lo ngebelain Devano. Dan sekarang di hadapan Devano, lo malah ngebala Azka. Lo sebenarnya mihak siapa, sih?" tanya Bianka.
Wajah Candy memerah. "Gua nggak mihak siapa-siapa," bantahnya.
"Trus tujuan lo maki-maki si Azka dan maki-maki Devano itu apa?" tanya Bianka lagi
Candy benar-benar tidak tahu harus memebrikan jawaban apa. Ia sendiri pun tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukannya. Di saat yang bersamaan, Yumna pun menghampiri mereka.
"Gua cariin kemana-mana, ternyata kalian di sini. Jadi pulang bareng gua nggak?" ujar Yumna.
Ketiga temannya pun mengangguk.
***
"Ya, ampun, Xeno! Itu muka kamu kenapa lagi?!" seru Bilqis begitu melihat putranya itu pulang dengan wajah lebam.
Azka yang sudah berusaha mengendap-endap masuk ke kamarnya pun terpaksa menghentikan langkah begitu mendengar seruan sang mama. Azka menggigit sudut bibirnya, "sial! Ketahuan lagi!" batinnya. Laki-laki itu pun membalikkan badan. "Tadi kejedot di sekolahan, Ma," cetusnya asal.
"Hah? Ngaco kamu, ya!" Bilqis menghampiri putranya dan mengamati lebam di wajah Azka. "Ini mah pasti gara-gara berantem," ujarnya kemudian.
"Aaaa! Aduh! Aduh! Sakit, Ma!" jerit Azka saat sang mama menyentuh lukanya.
"Duduk di sini, biar mama obtain!" Bilqis pun mengambil kotak P3K.
Sementara Azka duduk di sofa dengan malas-malasan, ia tahu sang mama akan memberikan dua hal: obat dan ceramah panjang.
"Berantem kenapa lagi sih, Nak?" tanya Bilqis sembari menyiapkan obat untuk putranya.
"Nama juga anak cowok, Ma, wajarlah berantem-berantem dikit," jawab Azka.
"Abang kamu juga cowok, ya, tapi nggak pernah tuh dia berantem selama sekolah," balas Bilqis.
"Bandingin aja terus…!" sungut Azka.
Bilqis mendelik pada Azka, sementara Azka memilih menunduk. "Gimana mama nggak ngebandingin coba, mama punya anak cowok yang kelakuannya beda jauh, kayak langit sama sumur," cetus Bilqis. "Sini muka kamu!" Bilqis meneteskan obat anti pada luka di wajah Azka.
"Aaaaa! Sakit, Ma!" jerit Azka lagi.
"Kamu berantem gara-gara cewek, ya?" tuding Bilqis lagi.
"Enggak!" bantah Azka.
"Bisa ngomongnya nggak usah pakai suara tinggi kalau orangtua, Xeno!"
"Xeno nggak berantem gara-gara cewek, Mama Sayang…"
"Ya, trus kenapa?" desak Bilqis lagi.
"Ada anak baru di sekolahan yang belagu banget," ucap Azka akhirnya.
Bilqis menghela napas jengah.
"Mama kenapa, sih, anaknya sakit gini malah nggak dibelain," sungut Azka.
"Kalau kamu emang bener-bener dipukulin tanpa sebab, pasti mama yang bakal serang balik tuh orang. Coba deh bilang ke mama kalau kamu nggak salah apa-apa!" tantang Bilqis.
Xeno hanya bisa diam dan memasuki kamarnya dengan muka masam.
***
Devano mengambil minuman dingin di kulkas.
"Saya kayaknya bakal lebih lama di Tokyo, baru bisa kembali minggu depan. Kamu nggak apa-apa di rumah sendirian?" tanya Walker via panggilan telepon.
"Nyantai, Pa! Kan emang udah biasa ditinggal-tinggal," balas Devano.
Walker terkekeh. "Kalau kamu nggak sekolah, pasti saya bawa. Lagian kenapa milih sekolah formal, sih? Home schooling kan lebih flexible."
Devano menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. "Makan sepi dong hidup saya. Bisa-bisa saya nggak punya teman sama sekali," cetus Devano.
"Hei… saya kan bisa jadi teman kamu. Apa saya saja nggak cukup?" balas Walker.
Devano tersenyum sendiri. "Sayangnya, selain butuh teman, saya juga butuh pacar," selorohnya.
Walker tertawa lagi. "Mumpung besok weekend, main-mainlah ke rumah nenekmu! Dia nanyain kamu terus lho." ujar Walker kemudian.
"Saya belum bisa. Weekend ini saya harus ngerjain tugas sekolah," balas Devano.
"Ya, sudah. Saya tutup dulu teleponnya." Panggilan telepon itu pun berakhir.
Devano menaruh ponselnya di meja, kemudian menyalakan komputer di hadapannya. Sekilas ia melirik sebuah figura foto di dinding, pada sesosok paras perempuan yang ia yakini sebagai wanita yang telah melahirkannya. Andai sosok itu masih ada, dunia mungkin akan terasa jauh lebih indah bagi Devano.
Devano menghela napas, kemudian menghembuskannya secara perlahan, selayaknya meraup kenangan dan membuang ratapan. Ia tahu, hanya ada satu kunci bahagia dia bumi ini: bersyukur.
Beberapa menit kemudian, mata Devano sudah terpaku pada layar monitor dan menari-menari lincah di atas keyboard.
***
Candy menimang-nimang ponselnya sedari. Semenjak pulang sekolah, ia terpikirkan apa yang telah dikatakan Bianka padanya. Memang tidak seharusnya ia memaki Devano seperti tadi, apalagi Candy tidak tahu pasti ujung pangkal masalah Devano dengan Azka.
Setelah mondar-mandir untuk sekian kalinya dengan berbagai pertimbangan, Candy pun akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi Devano via sosial media.
"Hai, soal yang tadi gua minta maaf, ya!"
Pesan terkirim.
Satu jam berlalu dan belum muncul juga notifikasi dari pria itu.
"Ah, bodo amatlah!" Candy membanting ponselnya ke kasur kemudian membanting tubuhnya sendiri ke sebelah ponsel itu.
Dzzz… Dzzz…
Candy langsung bergegas meraih ponselnya yang bergetar. Ia langsung menelan ludah begitu mengetahui notifikasi itu bukan dari Devano.
YUMNA SELEBGRAM GAGAL TELAH MEMBUAT GRUP "KELOMPOK 1 SENI RUPA".
YUMNA SELEBGRAM GAGAL TELAH MENAMBAHKAN ANDA.
YUMNA SELEBGRAM GAGAL TELAH MENAMBAHKAN KEVIN OTAK MESUM.
YUMNA SELEBGRAM GAGAL TELAH MENAMBAHKAN XENO.
Yumna: Attentioooonn…! Besok bikin tugas seni rupa, ya! Silakan kasih opsi tempat!
Kevin: Gua mah ngikut aja.
Candy: 2.
Yumna: Di rumah Azka aja gimana?
Kevin: Setuju!
Candy: 2.
Yumna: Oke fiks, di rumah Azka, ya! Jam 10 pagi nggak pakai telat.
Candy kembali menaruh ponselnya.
Dzzz… dzz….
Candy meraih kembali ponsel itu dengan malas-malasan. Namun seketika matanya melebar begitu melihat notifikasi dari Devano.
"Hmmm, gimana, ya! Saya masih syok nih karena kamu maki-maki tadi siang. Jadi kepikiran terus salah saya dimana," balas Devano.
"Sori! Yaa… walaupun gua nggak tahu siapa yang salah antara lo dan Azka, kayaknya lebih salah gua yang ikut campur urusan kalian berdua. Gimana nih, diterima nggak permintaan maaf gua?" tulis Candy. Pesan terkirim.
"Boleh minta nomer hape kamu biar ngobrolnya lebih seru?" balas Devano.
Candy mengerutkan dahi, namun sejenak kemudian, seutas senyum terbit di sudut bibirnya.