Chereads / Queen Candy / Chapter 3 - Anak Baru Itu Bernama Devano

Chapter 3 - Anak Baru Itu Bernama Devano

Bel istirahat selalu menjadi suara yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa, terlebih kelas sebelas IPS C. Mata-mata yang tadi mengantuk mendengar ceramah panjang di pelajaran sejarah langsung melek paripurna. Mereka seperti sudah tidak sabar untuk menyerbu kantin. Sebagai ketua kelas, Candy tidak bisa serta merta meninggalkan kelas begitu saja. Bu Melati, guru sejarah pagi itu meminta bantuannya untuk mengumpulkan PR teman-temannya ke ruang guru. Setelah itu, barulah Candy bisa menyusul teman-temannya ke kantin.

"Lho, Bianka mana?" tanya Candy saat tiba di kantin dan menyadari bahwa Bianka tidak ada dalam rombongan itu.

"Dipanggil sama Buk Siti," jawab Yumna sambil menulis menu yang akan mereka pesan. "Eh, lo mau pesan apa?" tanyanya pada candy.

"Bakso aja deh," jawab Candy. "By the way, Bianka ngapain dipanggil Buk Siti?" tanya Candy lagi.

"Biasa… ketahuan makai make up ke sekolah. Lagian tuh orang blush on-nya tebal amat kayak habis digampar preman aja," ujar Gladys.

Candy hanya tertawa kecil mendengarnya. Temannya satu memang yang paling heboh dandanannya. Seperti tidak ada kapoknya, penampilan Bianka tak kunjung berubah padahal ia sudah teramat sering kena razia dan sudah berkali-kali juga dipanggil ke ruang BK karena kasus yang sama. "Eh, itu dia. Bi…!" Candy melambaikan tangan pada Bianka yang baru memasuki kantin dan tampak celingukan mencari temannya di antara kerumunan siswa-siswi itu.

Wajahnya langsung berubah cerah begitu menemukan wajah yang dicari. Ia pun bergegas mendekati teman-temannya dan duduk di sebelah Gladys. "Guys… guys… gua punya info yang super duper penting banget!" ujarnya dengan mata menyala-nyala.

"BTS mau ke Indonesia bulan depan, kan? Gua udah tahu dan gua udah beli tiket buat nontonnya," sambar Yumna.

"No! No! No! Ini lebih penting dari info BTS," sanggah Bianka.

"Mana ada sih info yang lebih penting dari BTS?" bantah Yumna lagi.

"Udah, deh, jangan bikin penasaran. Lo punya info penting apaan, Bi?" Gladys menengahi.

Bianka menghela napasnya dalam-dalam sebelum berseru girang. "Ada anak baru ganteng banget! Parah! Par-"

Candy bergegas menutup mulut Bianka sebelum seisi kantin melihat ke arah mereka. "Bisa nggak sih ngomongnya biasa aja, nggak usah lebay!" gerutu Candy.

"Hehe, sori, gais. Habisnya gua seneng banget!" Bianka nyengir.

"Emangnya lo tahu darimana kalau yang lo lihat itu anak baru?" tanya Yumna kemudian.

"Gua ketemu dia di ruang BK dan gua dengar percakapan dia dengan wakil kesiswaan," jelas Bianka, Semoga aja cowok ganteng itu ditempatin di kelas kita!" Bianka menengadahkan tangannya lalu mengusap-ngusapkan ke wajahnya sendiri.

Seiring dengan itu, pesanan mereka pun datang. "Nih, udah sekalian gua pesenin tadi buat lo!" ujar Yumna pada Bianka yang masih sibuk berharap.

"Ouhh thank you so much my bestie," sahut Bianka sambil nyengir lebar.

Sambil mengunyah bola bakso di dalam mulutnya, Yumna kembali berkata, "Gua sih nggak yakin tuh cowok beneran ganteng. Tau sendiri kan selera Bianka, tukang somay depan sekolah juga dibilangin ganteng."

"Kali ini beneran ganteng, Yum! Gua jamin lo bakal copot semua poster BTS di kamar lo kalau udah ngelihat dia," jelas Bianka.

"Nggak bakal ada yang bisa ngalahin bit…-"

Tiba-tiba Bianka mencengkram erat tangan Yumna. "Gais… gais…"

"Kenapa lo? Kebelet pipis?" ujar Candy yang heran sendiri melihat tingkah Bianka.

"Itu gaiss… itu… pangeran gua…-"

Mereka semua pun serentak melihat ke arah pintu kantin. Tampaklah seorang siswa bertubuh tegap yang baru memasuki kantin. Laki-laki berdarah campuran itu tampak tersenyum menyapa orang-orang yang dilewatinya.

"Damn! Cair deh gua…," desis Bianka.

"Senyumnya, Bi… pabrik gula juga bakal tutup kalau lihat senyum dia," imbuh Gladys dengan tatapan yang masih terpaku pada sosok itu.

"Kayaknya minum kopi tanpa gula di depan juga bakal manis, Glad," sahut Bianka.

Sementara Candy dan Yumna hanya melirik sekilas kemudian lanjut menyantap makanan mereka kembali. Mereka berdua tampak tidak tertarik. Bagi Yumna, laki-laki yang ganteng hanyalah tujuh laki-laki yang tergabung dalam boyband ternama di Korea Selatan itu. Sementara bagi Candy, tidak ada cowok yang benar-benar istimewa.

Laki-laki itu terus berjalan dan memilih sebuah meja yang berada tidak jauh dari meja mereka.

"Samperin tuh sana, mumpung sebelahnya kosong!" Yumna menyenggol bahu Bianka.

"Lemes lutut gua, Yum!" desis Bianka.

"Yah, cemen! Berani dari jauh aja ternyata," semprot Yumna yang ditimpali dengan cekikikan oleh Candy.

"Nino! Pinjam gua kacamata lo bentar!" Bianka mencegat Nino yang kebetulan melintasi mereka. Kemudian gadis itu mulai mengamati nama yang tertulis di seragam laki-laki itu. "Devano Walker Orizon…" Bianka mengeja nama itu. "Parah! Nama aja udah ganteng banget!"

"Bianka, kacamata gua udah?" tegur Nino yang masih berdiri di sebelah mereka.

"Hehe, udah. Thank you, No. Makan yang banyak biar makin pinter," balas Bianka sambil nyengir dan mengembalikan kacamata itu pada Nino. Kali ini ia memutar kepala menghadap Candy. "Can, mana hape lo?" ujarnya kemudian.

"Buat apaan?" balas Candy.

"Udah jangan banyak tanya. Pinjem gua bentar." Bianka langsung mengambil ponsel di tangan Candy dan membuka sebuah aplikasi sosial media. Dengan cekatan Bianka pun mengetikkan nama laki-laki itu di menu pencarian.

"Eh, kenapa harus makai hape gua, sih?" sungut Candy.

"Hape gua lagi disita Buk Siti," jawab Bianka. "Nah! Ketemu akunnya! Mana nggak diprivate lagi." Bianka berseru girang.

"Coba lihat gua dong!" Gladys memepetkan tubuhnya ke Bianka, lantas dua gadis itu pun sibuk melihat men-stalking linimasi sosial media Devano.

"Dan saya pun menemukanmu ketika saya memutuskan untuk menghentikan segala pencarian. Kamu hadir sebagai jawaban ketika saya tak lagi mengurai pertanyaan." Bianka membaca sebaris tulisan yang ada di bawah foto linimasa Devano.

"Oh My God! Captionnya juga romantis-romantis banget!" imbuh Gladys.

Saat mereka masih sibuk melihat postingan sosial media Devano, seorang siswi justru menghampiri laki-laki itu. "Hai, boleh duduk di sini nggak?" tegur siswi yang bernama Viola itu.

Bianka dan Gladys serentak melongo menyaksikan hal itu. Sementara Candy dan Yumna justru tertawa melihat hal itu.

"Makanya jangan cuman berani dari jauh doang. Ditikung orang baru tahu rasa," celutuk Candy, tanpa ia sadari penyataannya itu tidak hanya menyentil Bianka dan Gladys, namun juga menyentil perasaan Yumna.

"Ngapaih sih tuh cewek kecentilan banget," sungut Bianka.

Viola duduk di sebelah Devano setelah mendapatkan izin dari laki-laki itu.

"Kamu anak baru, ya?" tanya Viola berbasa-basi.

Devano mengangguk. "Ya," jawabnya.

"Kelas berapa?" tanya Viola lagi.

"Sepuluh-A," jawab laki-laki itu.

"Wah, kebetulan sekali, kita sekelas," balas Viola.

"Oh, ya?" sahut Devano.

Bianka hanya bisa menggigit jari melihat dua orang itu bercakap-cakap dengan akrab. Sementara Candy dan Yumna semakin puas tertawa.

"Udah, ah, bentar lagi mau bel. Balik ke kelas, yuk!" ajak Candy kemudian.

"Bentar lagi, dong, Can!" bujuk Bianka.

Tidak lama berselang, bel pun berbunyi. Mereka berempat terpaksa bergegas meninggalkan kantin. Di pintu kelas, Candy malah bertabrakan dengan Azka yang juga memasuki kelas dengan terburu-buru.

"Eh, kalau punya mata dipake, jangan jadi pajangan doang!" bentak Candy.

"Sori-sori. Habisnya lo pendek banget, sih. Nggak keliatan," balas Azka sembari memegang kepala Candy yang memang hanya sedagunya.

"What?" Candy terbelalak sambil menepis tangan Azka.

Azka justru tertawa dan mencari sesuatu di laci meja Candy.

"Eh, lo ngapain?" tanya Candy.

"Lo punya tissue nggak?" tanya Azka. Dari pelipisnya tampak mengalir keringat akibat main bola di lapangan saat jam istirahat nanti.

"Nggak ada. Kalaupun ada juga nggak bakal gua kasih ke lo," ucap Candy ketus.

"Nih, pakai tissue gua aja, Ka!" Yumna menyodorkan tissue dari saku bajunya pada Azka.

Namun Azka malah merobek bagian kosong buku tulis Candy dan melapkan kertas itu ke wajahnya yang penuh keringat.

"Azka!" jerit Candy.

Azka hanya senyum-senyum sendiri sambil menuju tempat duduknya. Seiring dengan itu, Pak Akhyar yang mengajar siang itu pun memasuki kelas.