"Eh buset. Lu nelpon gue cuman buat itu? Yaudah share loc sekarang!"
"Aldiiiiii!" seorang wanita paruh baya memanggil nama Aldi.
Viola yang sedang mencari malaikat penolong, lekas mengikuti langkah wanita paruh baya tersebut. Ia mengintip dari kejauhan.
"Mamah manggil lagi." Aldi pun menyahut dan meminta izin untuk pergi menemui temannya.
Aldi menjinjing helm full face hitam miliknya. Viola menutup mulutnya. Ia tidak percaya bahwa sosok yang menolongnya adalah Aldi.
"Malaikat penolong gue Aldi?" Viola kembali menuju kamar pasien. Ia segan untuk menceritakan apa yang dia lihat kepada Naya. Viola hanya terdiam.
"Ada apa sih tadi?" tanya Naya.
"Kayanya, tadi gue liat malaikat penolong deh. Eh, orangnya langsung ngilang gitu aja."
"Gue jadi iri deh. Pengen juga punya malaikat penolong," ujar Naya.
Viola memainkan ponselnya. Rasanya, ia sangat ingin untuk menanyakannya kepada Aldi. Tetapi, nyalinya ciut. Bahkan, Viola tidak memilik kontak Aldi.
"Lo malaikat penolong gue?"
"Ah, aneh deh jadinya." Viola mencoba beberapa kata yang ingin dia lontarkan untuk Aldi.
"Vi, lu itu orang yang lu kenal?" tanya Naya.
"Gue yakin banget sih. Soalnya kan dia tau alamat rumah gue," balas Viola.
"Kalau gitu, lu tinggal inget-inget aja suaranya," saran Naya.
Viola mencoba fokus dengan tumpukan buku yang ada dihadapannya. Namun, wajah Aldi semakin terbayang.
"Apa malaikat penolong gue Aldi ya?" Viola mempertimbangkan perkataan Naya.
"Gue juga lupa suaranya lagi," batin Viola.
"Woy sepi amat ni group kaya kuburan aja!" Gusti mencoba untuk meramaikan group.
"Mending bubarin aja deh! Arumi jadi kena getahnya kan. Kalau jebakan itu kena ke kalian gimana?" tutur Aldi.
"Aldi, lu kan yang nolongin Viola?" tanya Tira.
"Iya, gue juga yakin, dari awal group ini terbentuk lu tuh selalu menentang ide kita," oceh Agus.
"Bukan cuman itu, Aldi juga bela Viola banget, suka kan lu sama Viola?" Celetuk yang lain.
Gusti mengirimkan stiker marah. Sedangkan Arumi sang pembuat group tidak berkomentar apa pun.
"Bukannya belajar buat ulangan besok, dasar anak-anak aneh!" umpat Aldi dalam hati. Aldi hanya fokus dengan buku yang dia pegang dan pelajari.
"Gue ada ide nih, buat ngerjain si Viola," cetus Tira.
Ulangan pun dimulai. Arumi tidak ikut campur untuk mengerjai Viola. Tira dan teman-teman yang lain yang membuat rencana. Tepat ketika ulangan usai, seseorang menjerit.
"Aaaaaaaa!" Tira menjerit ketika beberapa tikus mulai keluar dari tasnya.
Anak-anak yang lain lekas menghampiri meja milik Tira. Mereka saling memandang. Jebakan yang seharusnya menimpa Viola, malah kembali ke pemilik ide.
"Ada apa sih?" tanya Viola mendekati kerumunan.
"Cuma tikus? Lebay banget. Sini gue buang." Viola mengambil tikus-tikus dan membuangnya ke belakang sekolah.
"Gak salah suka sama Viola," ucap malaikat penolong.
Buk Nani dan ayah Arumi bertemu di ruangan guru untuk meminta kejelasan lebih lanjut.
"Apa Bapak yakin bahwa rokok itu milik Bapak?"
"Itu memang milik saya. Jika ibu tidak percaya, saya bisa membuktikannya di sini." Ayah Arumi mengeluarkan pemantik untuk menyalakan rokok.
"Tidak perlu. Saya hanya berharap untuk kedepannya, kejadian seperti ini tidak terulang lagi."
Buk Nani mencurigai sesuatu. Awalnya, Arumi adalah orang yang memaksa untuk melakukan razia. Padahal, hari itu bukan hari sabtu.
"Kenapa Arumi langsung menuduh Viola?" batin Buk Nani.
Viola melangkah menuju perpustakaan setelah membuang beberapa tikus. Ia mempelajari salah satu pelajaran yang terlupa.
"Gue gak nyangka sih, Viola berani banget," obrol beberapa siswi di group kelas mereka. Group kelas yang tanpa ada Viola di dalamnya.
"Kita jangan bahas tentang keberanian Viola. Ini tentang siapa yang masukin tikus-tikus ke tas-nya Tira." Gusti mengalihkan pembicaraan para gadis.
"Siapa lagi kalau bukan Aldi. Mending, keluarin aja deh si Aldi. Dia cepu soalnya," Nanang mencetuskan ide.
"Nah, iya. Ada Aldi rencana kita jadi berantakan gak sih?" Arumi mulai aktif bergabung dalam obrolan group lagi. Setelah seharian bungkam.
"Yah!" sesal seseorang yang menyukai Viola.
Arumi mengeluarkan Aldi. Pemberitahuan yang masuk membuat beberapa murid lainnya bahagia.
"Nah, gitu dong dari awal!" kata Uyat.
"Gue yakin nih si Aldi biang keroknya. Meskipun dia gak ngaku, Dasar pengecut dan cepu," hina beberapa siswa.
"Ih jangan hina Aldi kaya gitu dong! Aldi ganteng tau," bela para siswi.
"Dasar lu pencinta kaum good looking," tandas para murid pria.
Suasana obrolan kembali menjadi riuh, mereka jadi saling melemparkan makian.
"Mumpung si Aldi udah gak ada nih, ada ide lain gak? Yang buat si Viola ketakutan gitu?"
Tidak ada yang menyahut pertanyaan dari Arumi. Obrolan semakin penuh dengan ujaran kebencian. Arumi akhirnya mengunci obrolan dan hanya admin yang bisa mengirim pesan.
"Gue tau si Aldi cakep. Dan kalian pada naksir. Tapi ini tentang VIOLA!"
"Masih cakepan gua!" tutur Gusti yang menjadi admin juga di dalam group.
"Iya ih! Masih cakep Gusti tau! Gini ya sekarang kita jangan debat tentang ketampanan si Aldi. Ini tentang Viola,"
"Kalau kalian masih sebut tentang si Aldi lagi, Gue keluarin dari group!" ancam Arumi.
Arumi kembali membuka obrolan. Mereka mengatakan tidak ada ide lagi dan akan memikirkannya besok.
"Oke gue tunggu ide kalian," Arumi masih trauma untuk kembali ke rumah ayahnya. Ia merasa akan aman jika tinggal di rumah neneknya.
"Naya, akhirnya lu sekolah juga! Kok gak bilang sih?" ucap Viola ketika mereka bertemu di gerbang.
Aldi memerhatikan Viola. Ia pura-pura melihat ke arah lain ketika Viola melihat ke arahnya.
"Kayanya Aldi mau ngomong sama gue deh," tebak Viola.
"Udah jelas banget dia natap ke arah gue kan tadi," batin Viola.
"Vi, anter gue ke ruang guru yah. Gue belum ngerjain ulangan yang kemaren nih," pinta Naya. Mereka pun menuju ke ruang guru.
"Semangat Naya," Viola lekas kembali menuju kelas setelah mengantarkan Naya.
Para murid yang satu kelas dengan Viola selalu memandang Viola dengan tatapan benci. Namun, Viola menganggapnya dengan santai dan tidak pernah terpancing emosi.
"Gimana caranya supaya gue bisa ngobrol sama Aldi ya?" batin Viola.
Ujian matematika telah berlangsung. Viola adalah orang pertama yang mengumpulkan lembar jawaban. Yang kedua adalah Aldi. Sehingga, mereka menunggu di luar kelas.
"Kalian jangan pergi ke kantin yah. Tunggu saja di luar," perintah pengawas ujian.
"Ada kesempatan nih," batin Viola.
Untuk menatap wajah Aldi saja, sungguh berat bagi Viola. Viola akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Tadi, ujiannya susah gak?"
Aldi melirik ke arah Viola dan menjawab, "Bagi gue susah sih. Gue asal jawab aja. Karena udah buntu banget."