Chereads / Backstreet : Malaikat Penolong / Chapter 5 - Malaikat Penolong Atau Malaikat Maut

Chapter 5 - Malaikat Penolong Atau Malaikat Maut

"Ciri-cirinya gimana?" tanya para siswa.

"Gak jelas. Malingnya pake helm full face gitu," ungkap Nanang.

Viola ingin sekali mengetahui tentang pria yang ada di sampingnya. Ia juga merasa aneh, kenapa pria tersebut mengetahui jika dirinya terkurung di dalam perpustakaan.

"Lo peramal?" tanya Viola.

"Bukan, gue orang yang akan selalu ngelindungin lo," ungkapnya.

Viola menantang pria tersebut untuk melepas helmnya. Viola sangat penasaran dari mana asal musal sosok malaikat pelindung yang datang secara suka rela untuk menjaga dirinya.

"Kalo lo emang niat buat ngelindungin gue, lo harus tunjukkin diri lo."

"Buka helm lo!"

"Gue belum bisa nunjukkin muka gue. Tapi, suatu saat, gue janji kalo gue bakalan nunjukkin identitas diri gue ke lo," tandasnya.

"Sekarang gue harus anter lo pulang. Pasti keluarga lo khawatir," malaikat penolong menuntun Viola menuju motornya.

Viola memotret plat motor malaikat penolongnya. Dengan harapan, Viola lekas mengetahui identitas pria misterius yang selalu melindungi Viola dari bahaya.

"Jangan-jangan si Viola udah dibebasin lagi. Duh, Uyat, lu cek ke perpus sana!" suruh Arumi kepada Uyat.

"Lah, kok gue sih?"

"Yaudah, biar adil, semua anak cowok pada cek perpus."

Satpam bertanya kepada anak-anak kelas 11 mengenai kedatangan mereka ke sekolah.

"Ada apa ini?"

"Ada buku yang ketinggalan Pak. Itu penting banget." Uyat membuat alasan.

"Ya sudah sana!"

Satpam memberikan mereka masuk. Dengan pelan, mereka mengintip dari jendela.

"Liat jendela yang di sana? Wah nih pasti, si Viola keluar lewat sana." Tio menunjuk ke arah jendela yang telah pecah akibat malaikat penolong.

Obrolan group kembali aktif dan sangat ribut. Mereka sangat kecewa ketika Viola kembali di tolong oleh orang lain.

"Kalian ngerencanain ini, dan gue gak ikut kasih ide? Ancurkan itu rencana." Gusti terlihat sangat kecewa.

"Sorry, abisnya lo gak bisa dihubungi sih," ungkap Tira.

"Gue yakin sih itu Aldi. Soalnya, gue liat dia jalan ke arah lorong perpus." Gusti membeberkan keterangan yang ia lihat.

Arumi merasa kesal dengan keberuntungan yang selalu Viola dapatkan.

"Aaaaaaaaa, Aldi! Awas aja ya." Arumi sangat yakin jika Aldi adalah penghancur segalanya.

"Gue minta kontak lo." Baru pertama kali dalam hidup Viola, dirinya meminta nomor telepon seorang pria.

"Gue belum bisa kasih. Tapi, suatu saat nanti, gue akan menghubungi lo duluan." Malaikat penolong lekas pergi dari hadapan Viola setelah mengantarkan Viola ke rumah.

"Laaaaaa!" Kakak Viola memanggil Viola dan lekas menghampiri.

"Tadi siapa?" tanya kakak Viola.

"Gue juga gak tau."

"Hah? Kok bisa gak tau? Pacar ya?" Kakak Viola mengekor adiknya.

Viola menghubungi Naya untuk menceritakan hal yang dia alami.

"Jadi, lo dikurung di perpus? Ya ampun, kok bisa sih?" tanya Naya.

"Gue juga gak paham. Tapi, tiba-tiba, malaikat penolong, ada di depan mata gue."

"Itu malaikat penolong atau malaikat maut?" Naya tertawa ketika mendengar cerita dari Viola.

"Nay, serius tau. Gue denger ada yang pecah. Dan ketika itu juga, gue tutup mata. Ternyata, malaikat penolong udah ada di depan gue. Terus dia bilang 'lo gak usah takut lagi, ada gue di sini' terus, dia bantu gue buat keluar pake tangga kayu gitu."

"Jadi dia pecahin kaca perpus? Wah gila, berani banget. Terus gimana lagi?"

Mereka meneruskan obrolan hingga satu jam lamanya. Naya merasa aneh. Setiap kejadian yang menimpa Viola, dirinya tidak pernah ada di samping sahabatnya itu.

Aldi membuka helm full face miliknya. Ia memerhatikan luka di lengan. Pemberitahuan dari aplikasi hijau membuatnya malas untuk membalas.

"Lo kan yang udah nolongin si kutu buku?"

Aldi melempar ponselnya ke arah ranjang. Ia membuka seragam dan mengabaikan pesan-pesan dari teman sekelas.

"Kok baru pulang? Kerja kelompok?" Ibu Viola bertanya.

"Iya mah." jawab Viola.

Viola tidak ingin membuat ibunya khawatir. Dia juga tidak memiliki pikiran yang jelek untuk menuduh seseorang. Viola hanya berpikir jika penjaga perpustakaan tidak melihat kedatangan dirinya.

"Viola, Naya udah dateng nih!" teriak ibu Viola.

Naya ingin berangkat ke sekolah bersama Viola. Ia ingin berada di samping sahabatnya jika pun terjadi hal yang membahayakan.

"Bentar mah!" sahut Viola yang masih menyisir.

Sang pembenci mulai membuat rencana untuk Viola. Rencana jahat untuk mencelakai.

"Kalo datang sendirian aja deh. Jangan pas ada si Naya!" titah Arumi.

"Iyalah. Si Naya kan orang kaya. Repot urusannya kalo sama orang kaya mah. Kita awasin aja." tutur Tira.

Mereka mengawasi mobil yang biasanya mengantar jemput Naya. Viola tampak ada di dalamnya.

"Misi hari ini gagal aja ya." Arumi memberikan perintah untuk tidak melakukan apa pun.

"Nay, ayo kita liat perpus!" Viola lekas menuntun Naya dengan langkah yang cepat.

Viola terkesiap ketika melihat beberapa murid sedang membaca buku. Perpustakaan kembali ke awal mula. Naya menyeret Viola ke luar perpustakaan.

"La, kayanya lo butuh obat deh." Naya khawatir dengan Viola.

Viola menepis lengan Naya dan berkata, "Lo boleh gak percaya sama gue. Tapi, gue bukan orang gila Nay,"

Viola kembali ke perpustakaan. Ia menyentuh jendela yang dia lihat telah rusak sebelumnya.

"Gue gak tau lo bisa buat jendela yang rusak jadi bener lagi cuman dalam satu hari. Tapi, lo buat gue gila di depan Naya," batin Viola.

Naya merasa jika ucapan Viola selama ini kepadanya hanyalah ilusi Viola. Bahkan, tidak ada bukti yang menunjukkannya.

"Yah, Aldi gak sekolah." Viola bergumam. Ia merasa kehilangan sosok malaikat penolongnya.

Rasa percayanya kuat. Viola berpikir jika orang yang menolongnya selama ini adalah Aldi. Viola hanya menatap foto plat motor milik pria misterius yang romantis.

"Gue gak mau pulang bareng lo. Nay."

Viola menolak ketika Naya mengajaknya untuk pulang bersama. Bahkan, Viola tidak mau menatap wajah Naya. Dia tidak peduli ketika Naya memanggilnya. Ia terus melanjutkan langkahnya.

"Eh, Si Aldi kebeneran lagi gak sekolah nih! Terus kayanya lagi musuhan juga sama si Naya. Bisa lah," kata Uyat memberikan informasi.

"Yang bener?" tanya seorang siswi.

"Eh, yang lain kasih ide dong! Gue buntu nih lagi gak bisa mikir." ucap Nanang.

"Kesempatan emas nih. Double kill ya gak sih?"

"Biasanya kan dia pulang lewat gang, tumpahin aja aer got gitu! Kita nyamar juga lah kaya si Aldi pake helm full face. Terus pergi deh."

"Hahaha ide yang bagus! Gue suka tuh."

"Gue gak mau ya jadi korban lagi. Yang lain ajalah kali-kali." Nanang menolak sebelum Arumi menyuruhnya untuk melakukan tugas.

"Gue suka tuh idenya. Bagus!" tutur Gusti.

"Kali-kali Gusti yang lakuin dong Rum." Nanang protes ketika Gusti tidak pernah ikut untuk membuat Viola terluka.

"Gusti terlalu tampan buat ngelakuin hal yang kotor. Lagian, kenapa jadi lo yang atur?"

Arumi sangat marah kepada Nanang yang terlihat mengatur pembuat group.