Chereads / Backstreet : Malaikat Penolong / Chapter 9 - Pelatih Badminton

Chapter 9 - Pelatih Badminton

"Kesel banget gak sih sama si Naya. Ikut campur mulu." ucap Tira.

"Yang penting kita bisa caw," balas Arumi.

Viola begitu salah tingkah ketika menyadari jika Aldi memerhatikan dirinya dari kejauhan. Viola memerhatikan Aldi sampai Aldi pergi dengan motornya.

"Liatin apa sih?" tanya Naya.

"Gak liat apa-apa kok."

Ibu Viola telah menunggu Viola di depan rumah. Segera ingin bertanya tentang nilai praktik Viola yang kurang bagus.

"Tuh kan udah gue duga!"

Arumi menunjukkan ponselnya. Pemberitahuan dari group yang membahas tentang pria yang selalu menolong Viola adalah Aldi.

"Udah gak kaget sih. Awalnya kan kita cuman nebak-nebak doang. Sekarang kita udah ada saksi," beber Tira yang sedang berada di sisi Arumi.

"Enaknya si Aldi di apain ya?" tanya Nanang dalam obrolan group.

"Buat pincang aja seru tuh!" ide para murid pria.

Tentu saja, ide itu tidak disetujui oleh para siswi. Terutama, mereka yang menyukai Aldi. Perkelahian di antara siswa dan siswi pun, dimulai lagi.

"Jangan gila ya. Gue gak setuju!" ungkap Ica. Ia juga mengirimkan stiker kemarahan.

"Sebelum lo buat Aldi pincang, gue patahin tuh kakiiiii,"

"Abisnya, Aldi tuh sering gagalin rencana kita. Kesel gue."

"Kalo mau celakain Viola silahkan aja ya. Asal jangan apa-apain Aldi," pinta murid perempuan.

"Mending, omongin baik-baik aja sama si Aldi," beber Gusti.

Mereka pun sepakat untuk membicarakannya secara baik-baik dengan Aldi. Sebuah caffe menjadi tujuan mereka untuk bertemu.

"Gue bukan orang yang selalu bantu Viola. Tapi, apa pun yang kalian lakuin ke Viola itu gak bener. Udah menyimpang."

Aldi memberikan penjelasan. Namun, kebanyakan dari mereka tidak mau untuk percaya.

"Ngaku aja lo!" desak yang lain.

"Terserah kalian mau mikir apa. Yang jelas, bukan gue orang yang nolongin Viola."

Aldi bergegas pergi. Ia tidak ingin berlama-lama bersama teman-teman sekelasnya. Namun, Apin memancing emosinya.

"Pengecut lu! Kalau suka sama cewek jangan gini caranya. Mending ungkapin aja."

"Mau gue ungkapin atau enggak, itu bukan urusan lu," jawab Aldi.

"Lagian, kalian itu aneh tau gak sih? Kalau ada murid yang pinter itu kalian ajak diskusi. Kalian tanyain apa yang kalian gak paham. Tapi, kenapa malah jadi dikerjain kaya gini? Sakit sih kalian semua," sambung Aldi. Ia lekas pergi dari caffe.

Anak-anak perempuan tetap berpikir jika Aldi bukanlah orang yang menyukai Viola. Sedangkan para murid pria berasumsi jika Aldi memanglah pria yang selama ini menolong Viola. Perdebatan di dalam caffe pun terjadi.

"Kalau emang Aldi pelakunya, kenapa juga rencana kita bisa dia tau? Padahal Aldi udah kita keluarin dari group." Pendapat murid perempuan.

"Gue yakin sih, bocornya itu bukan karena chattingan kita. Si Aldi tuh udah merhatiin gerak-gerik kita."

"Nah, itu juga yang gue pikirin," ucap Arumi.

Arumi dan Tira malah memiliki pemikiran yang sama dengan murid pria. Karena, dari awal, Aldi banyak membela Viola.

"Assalamualaikum," kata Viola.

"Eh, anak mamah udah pulang," sapa ibu Viola.

"Iya nih."

"Mamah mau ngomong sama Viola. Viola ganti baju dulu ya," titah ibunya.

Viola mengangguk dan lekas berganti pakaian. Ia juga membereskan buku-buku di kamarnya.

"Viola harus remedial pelajaran olahraga ya?" tanya ibu Viola.

"Mamah kok tau?"

"Tadi, guru olahraga telepon mamah. Katanya Viola banyak melamun. Mikirin apa sih sayang?" Dengan lemah lembut, ibu Viola bertanya.

"Gak mikirin apa-apa, mah."

"Jangan bohong! Kalau ada masalah, bilang aja," pinta ibu Viola.

"Tapi, emang gak ada masalah apa-apa kok, mah."

Ibu Viola pun memiliki ide untuk meminta pelatih badminton untuk melatih Viola. Viola langsung menolaknya dan mengatakan jika bisa bermain tanpa adanya pelatih.

"Kalau kamu nolak, dan bilang kalau badminton itu gampang, berarti ada masalah. Iya kan?"

Ibu Viola terus mendesak Viola untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada putrinya. Viola yang tidak ingin membeberkan rahasia apa pun, dengan terpaksa menyetujuinya.

"Yaudah, Mah, Viola mau."

Setelah percakapan itu, mereka makan bersama di meja makan. Viola merasa menyesal karena terlalu banyak melamun tentang Aldi. Hingga, Pak Riki memanggil ibunya melalui sambungan telepon.

Pagi di hari sabtu, ibu Viola membangunkan Viola. Ia mengatakan jika pelatih telah berada di kediaman mereka.

"Viola, banguuuuun!"

"Ada apa sih Mah?" Viola mengucek matanya.

"Pelatih udah ada di rumah kita," ungkap ibu Viola.

"Hah! Hari ini mah?"

"Iyalah hari ini. Besok kan kamu ada remedial."

Viola membawa handuk. Ibu Viola melarangnya dan berkata, "Olahraga dulu, baru mandi."

Viola hanya menyemprotkan minyak wangi ke badannya. Ia tidak ingin orang lain merasa tidak nyaman saat berada di dekatnya.

"Saya Amir, saya juga sering bertemu dan bermain dengan atlet badminton."

Amir, seorang pelatih badminton memperkenalkan diri juga membanggakan dirinya di hadapan ibu Viola.

"Wah, hebat ya," respon ibu Viola.

"Gusti, mumpungan sekarang libur, kita nonton ke bioskop yuk!"

Arumi memberanikan diri umtuk mengajak Gusti jalan ke luar dengannya. Gusti menyetujui keinginan dari Arumi.

"Hari ini kita libur buat kerjain si 'Kutu Buku' ya."

"Iyalah, hari ini kan libur," jawab Tira.

Ibu Viola menonton anaknya bermain badminton. Dilihat dari gerakan Viola, Viola bukanlah seorang amatir yang baru saja belajar. Viola terlihat cukup mahir.

"Udah siap?" Gusti mengirim pesan kepada Arumi.

"Sebentar lagi," jawab Arumi.

Naya mendapatkan pesan dari pria yang kemarin meminta nomornya. Mereka pun saling membalas pesan.

"Viola kemana sih? Dihubungi gak bisa lagi."

Karena bosan menunggu balasan pesan dari Viola, Naya membalas pesan dari pria yang satu sekolah dengannya. Tak disangka, pesan-pesan yang dikirimkan kepada Naya begitu asyik.

Arumi memegang dadanya. Seakan sedang berkencan, Arumi begitu bahagia. Padahal, Arumi dan Gusti belum benar-benar berkencan.

"Hai, cewek!"

Sedangkan Nanang, berusaha untuk mendekati seorang perempuan cantik melalui akun media sosialnya.

"Yaampun! Aldi ganteng banget." Dera memandangi foto Aldi yang dia ambil diam-diam.

Ibu Viola memberikan anaknya minum. Ia juga sedikit berbincang dengan pelatih terkait Viola.

"Viola mempunyai kemampuan dalam olahraga badminton ini." ungkap pelatih.

"Oh, begitu ya, Pak."

"Iya, Ibu tidak perlu khawatir tentang Viola lagi. Viola sudah mahir walau tanpa saya ajarkan. Sekarang, Viola semakin lihai." beber Pak Amir.

Pak Amir pamit untuk pulang. Ibu Viola memberikan upah untuk Pak Amir karena telah bersedia melatih Viola. Pak Riki masih berada di sekolah untuk menyiapkan ulangan khusus remedial Viola.

"Viola lagi ngapain ya?"

Malaikat penolong Viola begitu rindu untuk bisa dekat-dekat dengan Viola. Ia mengetahui jika rencana untuk mencelakai Viola sedang diliburkan, tetapi, dia ingin terus melihat Viola walaupun dari kejauhan.