Dunia ku kini rasanya sangat hancur, Ayah ibu ku semuanya sama, mereka berada di dunia dimana Aku jijik melihatnya.
"Bunda ... kenapa Bunda harus kayak gini, apa sebenarnya yang ada dalam fikiran Bunda saat ini hingga membuat Bunda terjerumus kedalam jurang kehinaan itu Bunda,"
Menangis! Itulah cara ku untuk menyampaikan perasaan ku saat ini, hingga akhirnya tiba-tiba ada seorang pria mengenakan jas warnah hitam, dan memiliki tinggi badan sekitar 165, dan juga berkulit putih, ia berpenampilan sangat rapi, duduk di sampingku lalu menyodorkan selembar kain kecil kepadaku.
"Usaplah air matamu, jadi wanita itu harus kuat, jangan lemah, apa-apa itu jangan selalu di buat menangis, tapi hadapi semua masalah itu dengan berani," ketus nya.
Aku pun langsung mengusap air mata ku dengan kedua tangan ku, karena Aku merasa tidak kenal dengan pria itu.
"Ini ambil, usap pakai kain ini, malah pakai tangan lagi," ketusnya ulang.
Aku lalu menoleh kepadanya, dan Aku tatap Dia dengan seksama.
"Kamu siapa?" tanya ku.
"Humb ... ngajak kenalan nih?" jawab pria itu dengan ekspresi sombong.
"Kenalkan nama saya Rendi, tadi saya kebetulan lewat sini dan melihat ada Kamu disini sedang menangis, maka Saya hampiri, Karena saya paling gak suka melihat ada cewek menangis," jawab nya.
"Lalu ngapain Kamu sekarang masih duduk disini? Sebaiknya Kamu pergi, karena saya gak butuh Kamu," ketus ku dengan wajah kesal.
"Kalau Kamu butuh teman buat curhat, Aku siap kok dengarkan semua curhatan Kamu," jawab Rendi dengan tatapan fokus kedepan tanpa melihat Farah, hingga terkesan sangat cool.
'Sebenarnya apa sih mau dari orang ini, sok kenal banget, dia kira semudah itu apa mau Deket sama Aku, huh, nanti kalau tahu latar belakang ku juga pasti Dia kabur' gumam ku dalam hati.
"Hey ... kok malah diam? Ayo kamu cerita saja kalau ada beban fikiran yang sedang mengganggumu saat ini," ucap Rendi yang terkesan sok akrab.
"Sebaiknya Kamu pergi deh dari sini, Aku gak butuh orang yang suka kepo dengan urusan orang lain kayak Kamu," ketus Ku yang mulai risih dengan kehadiran nya.
"Jangan terlalu kejam jadi cewek, gak bagus, berani itu bukan berarti kejam loh ya, Sering kok Aku jumpai kok cewek yang menangis di pinggir danau seperti kamu ini, kebanyakan dari mereka itu masalah keluarga, kalau tidak ya putus sama cowok nya, apakah Kamu juga salah stau dari dua Maslah ini?" ujar Rendi yang mulai mengorek-ngorek tentang kehidupan Farah.
Farah hanya terdiam dan tak menjawab apa-apa.
'Jangan Kamu kira Aku akan cerita sama orang yang baru Aku temui kayak Kamu ya, Aku gak semudah itu bisa curhat masalah ku dengan siapapun, karena Aku gak akan pernah sama dengan mereka cewek-cewek di luar sana' gumam Ku dalam hati.
Disaat Aku sedang duduk bersama Pria yang sok kenal itu, ternyata Rendi ada disana, ia berada di balik pohon, mau menghampiriku namun tak jadi karena Dia melihat ku bersama pria lain.
'Siapa laki-laki itu, kenapa Farah bisa ngobrol dengan nya, kelihatan nya Dia lebih dewasa, apakah Farah sedang dekat dengan pria itu, kalau memang iya berarti dia selama ini telah membohongiku, agh...' gumam Rio lalu menendang botol Sprite hingga mengenai kepalaku.
"Auw," teriak ku merintih kesakitan.
"Hey ... Kamu gakpapa?" tanya Rendi dengan reflek memegang kepalaku.
"Ih .. gak usah pegang-pegang deh," ketus ku.
Aku lalu menoleh ke belakang, dan Aku melihat sosok Rio yang pergi dari sana.
"Rio ... haduh, pasti salah paham nih," gumam ku, Aku lalu berlari mengejar Rio.
"Hey ... sebentar, Kamu mau kemana?" teriak Rendi yang berusaha menahan Farah, namun Farah tetap mengejar Rio.
"Agh ... gagal deh mau cari tahu tentang Dia, tapi Aku harus tetap Pepet Dia terus agar lebih mudah mencari tahu tentang kehidupan nya, karena bayaran nya kali ini cukup gede," ujar Rendi dengan ekspresi beringasnya.
Aku terus mengejar Rio sambil memanggil-manggil nya.
"Rio ... tunggu," teriak ku, Rio pun lalu berhenti.
"Haduh ... capek banget," rintih ku, namun Rio tetap cuek dan tidak mau memperdulikan ku lagi.
"Rio, Kamu kenapa sih? Dari tadi loh Aku panggil-panggil Kamu, masak gak dengar?"
Rio tetap membisu, wajah nya pun terlihat sedang marah.
"Kamu kenapa? Cerita dong jangan diam aja kayak gini,"
"Kenapa Kamu mengejar ku, bukan nya Kamu malah lebih nyaman jika laki-laki tadi yang menemanimu, Dia lebih dewasa kan?" ketus Rio.
"Ya Allah Rio, Kamu cemburu sama pria tadi?" ucap ku sambil tersenyum.
"Makanya di tanya dulu baik-baik dong, siapa Dia? Jangan main asal ngambek aja, Kan jadi salah paham gini,"
"Gak usah ditanya pun sudah di tebak kok dari kedekatan kalian tadi," ketus Rio yang masih saja ngambek.
"Astaghfirullah Rio, suer deh Aku gak kenal sama sekali sama pria itu, Dia tiba-tiba datang, dan duduk di sana, padahal Aku sama sekali gak kenal loh, beneran!" Aku berusaha meyakinkan Ke Rio kalau Aku memang tidak mengenalnya.
"Yakin Kamu gak kenal?" tanya Rio.
"Astaghfirullah Rio, Aku itu selama ini gak pernah punya teman selain Kamu, satu-satunya orang yang mau dekat sama aku itu ya cuma Kamu Rio, gak ada lagi yang lain," jawab ku.
"Huuh ... syukurlah, kini Aku bisa bernafas lega, Aku tadi udah sempet sesak rasanya melihat Kamu sama pria lain," ucap Rio.
"Agh Kamu jatuh cinta ya sama Aku kok sampai merasa sesak segala," ledek ku.
"Eh ... enggak, ya cuma takut aja nanti kalau Kamu punya teman baru terus Kamu jadi jauh sama Aku,"
Candaan Kita berdua berlangsung terus, hingga kita lupa bahwa saya itu sebenarnya waktu nya jam pelajaran, hingga akhirnya Kita memutuskan untuk sekalian bolos sekolah, Aku mengajak Rio untuk jalan-jalan keliling-keliling kota untuk sedikit melupakan tentang masalah Bunda.
Saat itu Rio mengajak ku jalan-jalan kepuncak, pemandangan nya pun sangatlah indah, udaranya yang sangat dingin pun menjadi tambah syahdu, di tambah lagi Aku hanya mengenakan rok sekolah yang panjang nya hanya selutut, sehingga membuat rasa dingin itu merasuk ke dalam tulang-tulang ku.
Saat Kita sedang dalam perjalanan tiba-tiba ponsel Rio berbunyi.
"Dreeet..."
"Dreeet..."
"Dreeet..."
"Eh ... ponselmu kayak nya getar deh Rio," ujar ku.
"Oh ya? Coba ambilkan," ucap Rio, lalu ku ambilkan ponselnya di dalam tas.
"Siapa yang telon?" tanya Rio.
"Mama Kamu Rio," entah mengapa perasanku mengatakan akan ada sesuatu yang terjadi.
"Oh Mama? Oke ... kalau gitu Kita berhenti dulu, biar Aku angkat telepon dari Mama," jawab Rio, lalu menghentikan Motornya dan mengangkat telpon dari Mamanya.