|POV ROBERT|
Saat ini, 4 pelaku perampokan sudah berada di ruang introgasi dalam Penjara Arnhemia dengan pakaian luar yang dilucuti. Ahli sihir penyegel yang bertugas di Penjara ini membuat sebuah lingkaran sihir untuk masing-masing mereka berempat agar mereka tak bisa menggunakan sihir.
Dari keempat perampok itu, dua diantaranya merupakan Manusia, seorang Vampire dan seorang Elf.
Kepala sipir Penjara Arnhemia, Mavis Gilbert meminta kami bertiga untuk membantu dalam hal interogasi terkait motif perampokan mereka. Dilihat dari penampilannya, Mavis memiliki umur yang lebih muda dariku dengan postur tubuh yang cukup kekar, juga rambut coklat yang sedang tertutup topi sipir dan matanya yang berwarna coklat terang, dan dengan kumis tipis. Meskipun dia lebih muda dariku, tetap saja posisi dan tingkat Armament Ringnya terbilang lebih tinggi dariku, saat ini dia berada di tingkat Alexandrite.
Kami berempat memasuki ruangan interogasi dengan sekat yang bisa saling menutupi perampok satu sama lain agar tidak terjadinya informasi yang dibuat-buat sama dengan perampok yang lainnya. Saat ini sekat itu belum diaktifkan sampai Kepala Sipir Mavis memulai interogasi.
Saat kami memasuki ruangan, 3 pelaku yang tadinya tak sadarkan itu sudah bangun dan terlihat kebingungan dengan lingkungan sekitar dan pemimpin mereka mencoba untuk menggunakan Armament Ringnya tetapi tidak berguna di dalam lingkaran penyegel.
"Sia-sia saja. Kau takkan bisa menggunakan sihir maupun Armament Ring didalam Lingkaran segel" ucap Sipir Mavis saat baru memasuki ruangan.
"TEMPAT APA INI!?!? LEPASKAN AKU!" Perampok Vampir yang sebelumnya kutemui sudah tergeletak dijalan mulai protes.
"Hei, apa yang terjadi dengan wajahmu, vampir bodoh? Apakah kau menatonya baru-baru ini? hahaha" ketua mereka mengejek si Vampir karena wajahnya terdapat banyak goresan.
"Hei, Lebih Baik kau mengaca sana, kapten sialan. Aku dapat melihat tinjuan besar di kepalamu itu" Vampir itu pun tak mau kalah dengan mengejek pemimpinnya sendiri yang kupukul kepalanya.
"Apa katamu!?!?"
"Diam Semuanya" Sipir Mavis pun angkat bicara dan menghentikan ocehan mereka dengan suaranya yang berat.
Pandangan mereka langsung teralihkan dengan suaranya yang memenuhi ruangan, terkecuali satu perampok yang sempat Jackson Tangkap. Dia memeluk kakinya sambil duduk dan tubuhnya bergetar layaknya sendok yang sedang mengaduk teh.
"Aku tak ingin ada keributan disini dan aku mengharapkan kerja sama kalian untuk memberikan informasi apapun yang dapat membantu kami dalam menelusuri akar dari kasus ini" lanjutnya.
"Bla bla bla... beritahu aku jika aku peduli, aku akan tidur dulu. Pukulan sebelumnya membuatku mudah ngantuk" dia mulai menidurkan diri dan menghadap ke tembok.
Tanpa ada rasa hormat atau bersalah, ketua mereka menghiraukan penjelasan yang diberikan Mavis. Jika aku jadi Mavis, mungkin sudah kupukul dua kali kepalanya saat ini. Mavis nampaknya tidak terpancing emosinya setelah salah satu penjahat merasa merendahkannya.
"Jika kalian menolak untuk memberikan informasi ataupun melakukan perlawanan... salah satu teman kalian mungkin akan menjadi contoh akibat dari perbuatan yang kalian lakukan. Terutama kau, Luke" Lanjutnya dengan posisi yang tak berubah.
Mavis mengenal salah satu dari mereka dengan memanggil nama Luke.
"Heh, sepertinya aku terkenal dikalangan kalian. Ya terima kasih, aku memang dikenal luas oleh penjahat maupun sipir seperti kalian"
Dan Pemimpinnya itulah yang dikenal oleh Mavis. Dia menjawab dengan melambaikan tangannya tanpa menoleh sedikitpun, benar benar bajingan tengik. Betapa sombongnya dia mengatakan bahwa dirinya dikenal oleh siapapun, aku bahkan tak tau orang ini. Sebagai orang yang lebih lemah dariku, aku merasa malu dengannya yang bertingkah seperti itu.
"Aku bahkan tak mengenalmu, pecundang. Juga namamu tidak ada dalam daftar Pemburu Hadiah" ucapku yang merasa tidak suka dengan apa yang ia bicarakan.
"Ya aku mengenal Luke dimana ia bahkan tak bisa melindungi rekan dan adiknya sendiri saat melakukan aksinya. Aku merasa kasihan terhadap tiga bawahanmu ini yang bernasib hampir sama dengan mereka waktu itu" ucap Mavis dengan nada memancing emosinya.
Mendengar Mavis berbicara seperti itu, Luke berpaling dan bangun duduk dari posisi tidurnya. "Tutup Mulutmu..." matanya melebar dengan pupilnya yang mengecil tanda ia terpancing emosi oleh provokasi Mavis.
"Aku juga ingat hari dimana Ayahmu dieksekusi di tengah Kota karena kejahatannya itu"
"Aku bilang tutup mulutmu, brengsek" Semakin Mavis memprovokasinya lebih lanjut, wajahnya makin bergetar dan mulai terlihat urat pada leher dan sisi wajahnya tersebut.
"Akupun masih ingat bagaimana wajah terakhir yang ia perlihatkan kepada publik setelah aku memberinya terapi kecil dan sebelum ia dieksekusi"
"AKU PERINTAHKAN KAU UNTUK DIAM!!" merasa sanggup memberhentikan ucapan Mavis, Luke sampai berdiri dan mulai mengetuk dinding tak terlihat yang berefek dari lingkaran penyegel itu.
"Oh iya aku ingat..." Mavis memberikan jeda sebelum menyelesaikan kalimatnya. Di lain sisi, Luke terlihat menatap Mavis sambil menunggu kalimat yang belum selesainya itu. "AKULAH YANG MENGEKSEKUSI MEREKA SEMUA. ADIKMU, AYAHMU DAN REKAN-REKANMU" Mavis memberikan sentuhan mental terakhir kepada Luke.
-GYAAAAAAAAAAAKH-
Teriakannya menggema lebih keras dari suara yang dikeluarkan Mavis di kalimat terakhirnya. Para teman perampoknya merasa terkejut dengan tingkahnya yang diluar ekspetasi mereka.
"Lihat... bahkan orang sombong ini tak bisa terus menerus menahan rasa bersalahnya. Dimana harga dirimu yang tinggi itu sebelumnya, Tuan Luke?" Mavis mendekatinya dan menyamakanan tatapannya yang berada di bawah.
"Aku harap kau mati ditanganku, Sipir brengsek" Luke menatap Mavis dengan rasa dendam yang dalam di matanya itu.
"Ah... kau mengingatkan kata-kata yang keluar dari orang itu kembali. 'akan ku bunuh kau!' katanya, namun permintaan tidak berjalan semulus yang diinginkan. Apakah kau akan mengikuti jejaknya dan mati di hadapan publik juga? Aku rasa tidak. Kau bahkan tak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan bos mu itu" ucap Mavis membalas perkataan Luke.
"Kau..." hanya itu yang keluar dari mulut Luke setelah perkataannya dibalas oleh Mavis.
"Tutup sekatnya, kita akan mulai interogasinya. Dan kau akan menjadi 'makanan penutupnya', tuan Luke" ucap Mavis sebelum pindah untuk memulai interogasi.
Sekat pun ditutup dan Aku bersama Sipir Mavis mulai menginterogasi satu per satu.
--------
POV ELISABETH ANTSLEY|
"Dia bukanlah makhluk hidup yang hidup dengan normal, Liz"
"Dia hidup dengan sebuah artefak sebagai jantungnya"
"Dengan ukuran Mana yang lebih besar dariku"
Mendengar beberapa kalimat yang langsung ia lontarkan itu, aku menjadi tidak yakin dengan keputusanku untuk memelihara Oto sebagai teman bermain Dora. Selama ini aku tak pernah mengira akan menemukan suatu kasus seperti ini. sebuah Artefak dengan Mana yang besar sebagai bentuk kehidupan dari seekor Kucing.
"Anna menyarankan untuk membicarakan ini kepadamu terlebih dahulu dibanding aku menutupi kebenarannya hingga datang kejadian tak terduga karena masalah ini"
"Jangan membuatku menarik keputusan yang sudah kuambil sebelumnya Jack"
"Aku akan membawa Oto bersama Willy ke tempat latihan nantinya. Aku mempunyai firasat buruk jika membiarkannya berkeliaran dirumah. Bukan hanya karena berbahaya bagi Dora, tapi karena faktor lain yang membahayakan rumah tangga ini"
"Apa kau bisa berbicara kepadanya kalau dia tak bisa menjadi teman bermainnya itu?"
"Bukan tak bisa, tetapi belum. Aku berencana melatih Dora juga disaat waktunya sudah tiba. Mungkin tak sesingkat Willy di umur 4 tahun, mungkin saat dia berumur 8 tahun. Saat dirumah, disaat kucing itu berada dalam pengawasanku, Dora bisa bermain dengannya"
------
"Ibu!!" sebuah suara yang berdengung berkali-kali dan menyadarkanku dari ingatan sebelumnya yang kupikirkan.
Aku tersadar sedang berdiri di depan Willy. saat ini kami berada di halaman depan rumah berumput yang cukup luas dengan sebuah pohon yang berada di pojok dekat pagar dan Dora yang melihat bersama dengan Oto di teras. Aku baru akan memulai pelatihan dasar tentang sihir yang mungkin aku kuasai sebelumnya.
"Bagaimana kau bisa melamun saat ingin mengajariku hal sihir" Protesnya dengan wajah kecewa.
"Maafkan Ibu, hanya saja ibu belum pernah mengajari seseorang dalam melakukan sihir sebelumnya. Baiklah, mari kita mulai pela-"
"Sebelum itu..." Belum selesai dengan kalimatku, Willy memotongnya dengan sebuah pertanyaan.
"Aku punya pertanyaan perihal tingkat kekuatan seperti Alexandrite yang dimiliki ayah" tanyanya dengan rasa penasaran yang muncul di dahinya.
"Kau belum mengetahuinya ya?"
Willy hanya mengangguk singkat tanda dari jawabannya.
"Baiklah, akan aku jelaskan"
Willy tampak mendengarkan dengan tegun dengan mulutnya yang terbuka.
"Pertama tama, semua makhluk hidup pasti memiliki Mana dalam tubuhnya. Mana merupakan sebuah kekuatan atau energi yang digunakan suatu individu untuk melakukan sihir. Jumlah Mana yang terdapat dalam suatu individu dihitung dengan menggunakan tingkatan yang ada pada Armament Ring yang akan kau dapatkan nanti, jadi mustahil bagimu mengetahui tingkat Kekuatan sebelum memiliki Armament Ring"
Disini Willy hanya mengangguk mendengar penjelasanku.
"Sejauh ini terdapat 8 tingkatan dalam hal Kekuatan yang ada dalam masing-masing individu. Dimulai dari yang paling kecil, yaitu Amethyst > Emerald > Topaz > Chrysoberyl > Alexandrite > Sapphire > Ruby dan yang terakhir adalah Diamond. Dikatakan setiap 1 tingkat diatasnya sama dengan 5 tingkat yang berada dibawahnya itu. misal tingkat Emerald setara dengan 5 tingkat Amethyst" aku melanjutkannya lebih inti.
"Owh..., sekarang aku tau tingkatannya" ia pun mendengarkan masih dengan mulut yang terbuka layaknya sebuah GUA di kaki gunung.
"Ayahmu berada pada tingkat Alexandrite sejak cukup lama, namun belum ada tanda-tanda tingkatnya akan naik, sedangkan Ibu sendiri masih berada di tingkat Chrysoberyl. Pahlawan yang kau idamkan itu, Niels dia sudah berada di tingkat Diamond. Tingkatan Diamond merupakan yang tertinggi dan tak ada lagi yang memiliki Armament Ring diatas tingkat itu."
Ia mengangguk keras, mendengarkan dengan sangat tekun.
"Oh iya, khusus untuk Diamond, ia memiliki tingkatan tersendiri dengan warna yang berbeda-beda jauh diatas tingkat sebelumnya. Selama berabad-abad dahulu seseorang yang menyandang gelar 'The Lord of Armament Ring' dikatakan memiliki tingkat Diamond dengan kilau warna-warni diseluruh cincinnya. Berbeda dengan Niels yang Diamondnya hanya berwarna kuning"
"Hooooo"
Ia kembali membuka mulutnya dengan wajah takjub. Aku tak tau seberapa jauh ia ingin menjadi seperti Niels. Dia bahkan belum pernah bertemu dengannya sama sekali selama hidupnya.
"Tetapi ingat hal ini, tidak menutup kemungkinan seseorang dengan tingkatan yang lebih kecil bisa menang melawan tingkat yang lebih tinggi" lanjutku memberikan sebuah pengecualian.
"Apakah itu juga berdasarkan dengan teknik dan strategi dalam melawannya?" tanya Willy dengan wajah yang meyakinkan.
"Benar, siapapun yang memiliki informasi yang matang tentang sesuatu yang ia lawan, maka tidak menutup kemungkinan dia akan menang melawannya, meskipun lawannya lebih kuat" jawabku menyelesaikan pertanyaannya.
"Oh iya bu, bagaimana dengan nasib mereka yang tak bisa menggunakan sihir sama sekali? Apakah mereka tetap mendapatkan Armament Ring pada usia 10 tahun? Dan bila itu didapatkannya, apakah Armament Ring miliknya terus meningkat kekuatan Mananya?"
ia kembali bertanya dengan cukup serius, mengingat cukup banyak orang yang tak bisa menggunakan sihir di dunia ini.
"Untuk pertanyaan itu, Jujur Ibu tidak memiliki cukup informasi tentang hal itu. tetapi, jika kita melihatnya hanya dengan mata kepala kita sendiri, mereka tetap pergi ke Kuil dan menerimanya di jari mereka. Ibu belum pernah melihat salah satu dari mereka menggunakan Armament Ringnya bahkan untuk kehidupan sehari hari. Dan juga untuk tingkat kekuatan Mana mereka tetap berkembang tergantung dari usaha yang ia lakukan selama hidupnya, karena pada dasarnya semua makhluk hidup memiliki Mana pada diri mereka masing-masing, walaupun hanya sekecil beras" aku mencoba mengingat yang kuketahui dengan tanganku yang memegang dagu sambil menghadap ke langit.
"Jadi begitu. Intinya mereka tetap memiliki Armament Ring, namun tak dapat digunakan untuk melakukan sihir, begitu?" ia menyimpulkan.
"Yap. Salah satu fungsi dari Armament Ring itu sendiri yaitu untuk memperkuat sihir yang kita pelajari sebelum kita mendapatkannya"
"Aku akan mempraktekan sedikit mengenai penjelasan tersebut"
Aku mencoba melakukan sebuah sihir yang sama dengan cara yang berbeda. Atribut sihirku adalah Elemen Air, aku mencoba menggunakan salah satu mantranya dengan dan tanpa Armament Ring.
Tangan kanan ku naikkan dengan telapak tangan yang terbuka dan mengarahkannya ke pohon yang berada di ujung pagar dan mencoba untuk menyerangnya. Untuk mengajari Willy bagaimana bersikap dengan benar, aku mempraktekan seperti awal seorang guru mengajari cara merapal. Mulai dari konsentrasi dan posisi yang bagus.
[Water Magic: Water Bullet]
Sebuah peluru terbentuk di telapak tanganku melesat dan menembak kearah pohon tersebut dengan sedikit goresan kecil.
"Sekarang Ibu akan menggunakan mantra yang sama dengan menggunakan Armament Ring"
Dengan membuat simbol dengan jari, aku mengubah Armament Ringku kedalam bentuk Wand yang sesuai dengan diriku. Dengan mengarahkan Wand ku kearah target yang sama aku mulai konsentrasi dan merapal.
[Water Magic: Water Bullet]
Sekali lagi sebuah peluru terbentuk di ujung Wandku dan melesat lebih cepat kearah pohon di ujung dan membuat sebuah pahatan pada bagian luar batang tersebut.
"Woaah!"
Willy terlihat takjub dengan pertunjukkan sederhana itu. Di lain sisi, Dora juga memperhatikan apa yang aku peragakan tadi dengan menunjukkan ekspresi yang hampir sama.
Kembali kepada Willy, ia terlihat berlutut dengan tangan kanannya yang terangkat seperti seperti seorang bangsawan yang mengajak pasangannya untuk berdansa
"Tolong ajari aku ini, wahai Ibundaku tersayang" ucapnya dengan nada penuh keinginan.
Aku hanya tertawa kecil melihat dia meminta dengan cara seperti itu.
"Kalau begitu, Angkat tubuhmu dan bersiaplah untuk pelajaran dasar yang akan kau dapatkan ini"
Aku tak bisa mengekspresikan betapa senangnya aku memberikan sebuah edukasi kepada anakku sendiri untuk masa depannya. Aku berhasil menutupi rasa cemasku sebelumnya agar hal itu tidak dapat mengganggu sesi latihan ini.
"Baik Bu!" jawabnya tanda mengerti.