Chereads / Story of a Reincarnator / Chapter 19 - Pelatihan Sihir pertama

Chapter 19 - Pelatihan Sihir pertama

|POV WILLIAM ANTSLEY|

Akhirnya... setelah menunggu cukup lama, aku mendapatkan latihan sihir pertamaku. Dengan ini kehidupanku sebagai penyihir dimulai. Entah itu bisa langsung dibilang penyihir atau tidak, sebelumnya aku bahkan tak tau tentang tingkat kekuatan yang terdapat pada Armament Ring.

Tetapi jika ini dapat membantuku mencaritahu masalah utamaku sebagai seorang reinkarnasi, aku tak segan-segan mempelajarinya sekuat tenaga, walau itu sebagai seorang anak berumur 4 tahun.

Tak mudah bagiku untuk tetap berpura-pura sebagai seorang anak kecil. Nyatanya banyaka perkataan yang kemungkinan tak diketahui anak sepertiku keluar dari mulut. Sebenarnya pelatihan yang mereka berikan kepadaku di umur sekarang juga akibat dari pemikiranku yang lebih matang.

Aku tak tahu apakah mereka akan sangat terkejut dengan hal ini atau mereka sudah pernah melihat kasus seperti ini sebelumnya, seperti anak seorang bangsawan yang diberikan kedisiplinan yang baik dan juga bersikap dewasa layaknya seorang bangsawan.

Bagiku mereka tetap memperlakukanku sebagai anak mereka walaupun terdengar aneh atau bisa dibilang istimewa dibanding yang lainnya. Aku bahkan tak pernah berinteraksi dengan anak seusiaku kecuali bersama Dora, itu membuatku tak mengetahui standar kepintaran anak-anak seseorang di dunia ini seperti apa.

Jack pernah bilang, untuk masuk ke akademi saja kau harus berumur 15 tahun. Entah itu karena usia yang cukup untuk belajar sihir lebih lanjut atau hal lain sebagainya.

Di Bumi, tidak sedikit anak seusiaku mendapatkan kemampuan yang didapatkan sebelum umur yang sebenarnya bisa dicapainya. Seperti seorang anak berumur 7 tahun yang sudah pandai dalam perhitungan yang bahkan orang dewasa belum tentu bisa melakukannya.

Disiplin, keteguhan, tertib, dan percaya bahwa kau bisa melakukan yang terbaik. Aku tak cukup terampil untuk belajar sihir jika hanya bermodalkan pemikiran orang awam dari dunia yang menganggap sihir adalah mitos belaka. Saat hanya melihatnya merapal seperti itu, aku kira sihirnya langsung keluar dengan sendirinya tanpa adanya suatu hambatan.

"Water Magic, Water Bullet!" aku mencoba seperti yang ia lakukan sebelumnya

"Apa yang kau lakukan!?" Liz terlihat malu melihatku merapal tak jelas dengan sebelah tangan menutupi mukanya dan sedikit menggelengkan kepalanya.

"Bukankah begitu cara Ibu melakukannya?" tanyaku heran.

"Secara Jasmani memang terlihat seperti itu, tetapi kau juga perlu berkolaborasi dengan Mana yang ada didalam dirimu. Kau tidak dapat dengan mudah memutuskan sebuah mantra yang keluar seperti itu. Dan temukan sihir yang benar-benar cocok dengan dirimu, Ibu berharap kau dapat menguasai lebih dari 1 sihir elemental ataupun sihir lainnya" Jelasnya dengan membuat air yang mengambang diatas tangan kanannya sebagai peragaan.

"Bagaimana aku bisa menentukan sihir yang cocok denganku? Aku bahkan tak tahu caranya merapal dengan benar" tanyaku kembali.

Benar-benar sulit bagiku mempelajari sihir seperti itu. aku punya akal bawaan, namun apa? Aku tak bisa memperagakannya dengan benar. Instruksi yang ia berikan itu hanya berdasarkan diri sendiri yang melakukan sihir. Entah ia benar-benar bisa mengajariku sihir atau tidak, tapi aku percaya jika aku memiliki pemahaman dasar yang cukup dimengerti cara kerjanya, aku mungkin dapat melakukan sihir semauku.

Liz mendekatiku perlahan

"Itulah sebabnya, kau mencoba sesuatu yang bahkan kau tak tau cara kerjanya bagaimana. Cobalah untuk fokus dan konsentrasi terlebih dahulu. Aku tidak akan kecewa jika kau tak dapat melakukannya tepat dihari pertamamu belajar. Justru Ibu terkejut jika kau bahkan dapat melakukan sihir hari ini" jelasnya kembali sambil mengusap kepalaku.

Liz membungkuk dan sejajarkan wajahnya denganku "Apa kau tahu? Bahkan disaat kau berumur 6 bulan, kau sudah bisa berjalan, dimana bayi lain masih merangkak saat itu. kau membuat Ibu terkejut nak" ucapnya dengan senyuman tipis dengan bantuan cahaya indah dari matahari sore.

Ya sebenarnya disaat itu aku bahkan bisa berlari, namun mendengar ia terkejut saat melihatku berjalan saja, aku tak bisa bayangkan ekspresinya jika melihat aku berlari.

"Be-benarkah itu? aku hebat sekali ya" ucapku berpura pura tidak mengetahuinya.

"Itu benar. Mungkin kau akan bisa melakukan sihir semudah kau belajar berjalan saat kau masih bayi" ucapnya merasa itu benar benar mudah melakukannya.

"Aku berusaha, Ibu. Aku perlu waktu mengetahui cara kerjanya" Aku mencoba meyakinkannya.

"Dan gunakanlah waktumu sebaik mungkin. Konsentrasi dan Fokus pada pembelajaran, kau akan mendapatkan yang terbaik" Liz berdiri dan kembali ke posisi sebelumnya.

"Sekarang, tenangkan pikiranmu dan fokus untuk berkolaborasi dengan Mana yang ada di dalam tubuhmu. Mulailah untuk memejamkan matamu" suaranya semakin lama semakin lembut membuat pikiranku mudah untuk tenang.

Dalam posisi duduk sila, akupun menutup mataku perlahan sesuai yang di instruksikan.

"Tarik nafas dalam lewat hidungmu, lalu keluarkan lewat mulut" hanya dengan mendengarkan, aku merasakan sumber suaranya yang lebih rendah dari sebelumnya. Kemungkinan ia ikut duduk di rerumputan sama sepertiku.

Aku terus mengikuti arahan yang ia berikan itu. mungkin saja dengan mengikuti arahannya dengan benar secara terus menerus akan membuahkan hasil yang maksimal, ibarat mengerjakan soal ujian masuk sekolah tinggi.

"Cobalah rasakan Mana yang ada dalam dirimu mulai menyebar ke seluruh tubuh" ucapnya dengan sungguh-sungguh.

'Bagaimana cara aku merasakannya?' kata itu yang hampir keluar dari mulutku setelah kalimatnya selesai di ucapkan tepat setelah tarikan nafas yang kubuat. Aku merasakan sebuah perbedaan yang ada dalam diriku, walaupun terasa kecil namun itu tetap terasa. Sekitar jantungku menjadi sedikit lebih hangat diikuti dengan nafas yang teratur.

Aku tak tau apakah ini yang dimaksud merasakan Mana dalam diri atau tidak, bahkan aku tak tau Mana itu seperti apa. Untuk sekarang, aku menganggap ini sebuah pendekatan diriku menjadi seorang penyihir handal.

"Apa kau merasakan Mana dalam tubuhmu?" dengan nada yang seperti itu, aku yakin sekarang dia sedang bertanya.

Aku membuka mata dan memberhentikan pengaturan nafas sebelumnya. "Aku tak tau apakah aku benar-benar merasakannya atau tidak, aku merasa hangat di daerah disini" aku menunjuk pada daerah jantungku.

"Hangat? Coba lakukan langkah sebelumnya kembali" ucapnya dengan heran.

"Ba-baik" aku kembali menutup mata dan bernafas dengan ritme sebelumnya.

Liz terlihat heran mendengar ucapanku setelah dia menanyakan pertanyaan itu. Apakah bukan itu tanda-tandanya? Mungkin memang terlalu dini untuk benar-benar bisa merasakan Mana yang ada dalam diri. Atau adakah sesuatu yang mungkin aku lewatkan saat awal dia memberitahuku, suatu sikap yang harus kulakukan dalam pelatihan ini.

...

Itu dia, kosongkan pikiran. Selama ini aku malah mencoba mengisinya dengan pernyataan yang tidak penting. Namun kelihatannya sulit bagiku untuk mencoba mengosongkan pikiran orang yang hidup nya berdedikasi kepada sesuatu yang belum pernah kujumpai.

Aku yang menganggap diriku sendiri sebagai orang dengan pemikiran yang luas dan terbiasa berfikir sebelum bertindak, kelihatannnya sulit melakukan hal seperti itu. namun demi menjadi seorang penyihir yang hebat, aku tak bisa membiarkan hal itu menghalangiku. Diam seperti tembok yang tak akan hancur dengan sendirinya, kecuali dengan kekuatan untuk merobohkannya.

Tarik nafas dalam, Willy, lalu keluarkan perlahan sembari mengosongkan pikiran.

...

Kosongkan pikiran.

...

...

Kosongkan ... pikiran ....

...

...

...

"Oto, kau mau kemana!"

Sebuah dialog memecah keheningan yang sedang ku coba saat itu, membuatku membuka mata dan nafas yang sudah teratur itu lepas seperti burung yang keluar dari sangkarnya. Disaat itulah aku melihat dora muncul dari dalam rumah dan mengejar Oto yang berlari kearahku. Dan tak kusadari hari telah menjadi lebih gelap dibanding sebelumnya. Berapa lama aku mempertahankan konsentrasiku itu?.

"Tunggu Oto, kau tak bisa menggangu latihan Willy bersamaku" Liz juga menanggapi Oto yang pergi berlari meninggalkan Dora yang sedang bersama sebelumnya.

Oto datang dan langsung menempatkan dirinya dipangkuan kakiku dalam posisi sila dan duduk diatasnya menghadap kearahku. Dalam pandangan ini, jujur saja aku belum pernah melihat Oto membuka mulutnya ataupun mengeluarkan suara khas kucingnya. Entah apa yang ada di pikiran kucing ini, tetapi sesuatu dalam diriku merasakan adanya ikatan yang datang dari Oto ini.

Liz datang menghampiri berniat menyingkirkan Oto dari pangkuanku. "Ayolah Oto, jangan ganggu Willy yang sedang konsent-" belum selesai dengan kalimatnya, Liz berhenti tepat sebelum tangannya hendak mengambil Oto. Wajahnya terlihat tegang dengan tatapan matanya yang membuatku cemas.

Tanpa kusadari, rasanya bulu kudukku berdiri dan rambut kepalaku terangkat seperti mengikuti arah hembusan angin. Disaat aku melihat tanganku, telapaknya tampang menjadi lebih terang layaknya lampu jalanan yang baru dinyalakan disaat malam hari mulai tiba.

Apakah mungkin inikah Mana yang berkolaborasi dengan diriku? Hal ini terjadi begitu saja saat Oto duduk dipangkuanku. Aku tak yakin apa yang dilakukan Oto kepadaku itu, namun sepertinya ini membantuku dalam latihan.

"Apa yang terjadi padaku, Ibu?" tanyaku heran dengan wajah yang cemas bahwa ini pertanda yang buruk.

"Bagaimana bisa!?... ini bahkan baru berlangsung beberapa menit" ucap Liz dengan memberikan ekspresi yang terlihat tidak percaya apa yang ia lihat.

"Apa maksudmu bu?" tanyaku semakin cemas dengan apa yang ia lihat terhadapku.

Dia mendekat dengan kedua tangannya memegangi kedua bahuku. "Mana yang kau punya sudah terkendali dengan baik dengan tubuhmu!. Yang artinya kau sudah berkolaborasi sempurna dengan Mana yang kau punya!" dengan semangat dia menggoyangkan bahuku hingga aku merasa pusing.

"Kau melakukan nya dengan sangat baik. Tidak bagiku itu diluar nalar dengan proses secepat ini" ia merasa bangga melihat aku melakukannya dengan sangat baik.

"Sebenarnya aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi, disaat Oto duduk diatas pangkuanku, disaat itulah aku jadi seperti ini" aku memperlihatkan telapak tanganku yang menyala kepadanya.

"Oto?" Liz memandang Oto yang duduk tenang menghadapku dengan ekornya yang bergoyang-goyang perlahan.

"Apa jangan-jangan..." ia terlihat seperti berfikir sejenak atau sedang mencoba mencari suatu ingatan dikepalanya.

"Kau menemukannya, Bob. Tuntunlah dia"

Tiba-tiba datang sebuah suara yang tak pernah kurasakan selama hidupku rasanya masuk ke kepalaku. Suara seorang pria dewasa sepertiku dulu yang masuk seperti sedang mendengarkan sebuah lagu menggunakan 'Headset', namun bedanya ini terasa langsung masuk dan bergema di otakku. Mungkin inilah yang disebut dengan telepati. Dan disaat itulah aku baru pertama kali melihat Oto menguap lebar dengan gigi beberapa gigi yang tertutup lidah dan 4 taring yang menarik perhatian.

"Suara apa itu" aku bergumam sendiri setelah mendengar suara itu.

"Otoo!!" Dora berlari sambil berteriak mendatangi kami.

"Ayo kembali ke tempat kita, Oto. Kau tak boleh mengganggu kakak latihan." tanpa basa-basi ia datang dan mengangkat Oto dengan sekuat tenaga.

"Jika Oto penyebabnya, apakah mungkin itu bisa berlaku juga kepada Dora" gumam Liz dengan sesekali melirik kearah Dora.

"Lalu apa langkah selanjutnya, Ibu?" pertannyaanku membuat Liz berhenti bergumam sendiri.

"Baik.. baik, aku tak mengira akan secepat ini. Umm..."

Liz terlihat sedikit gelisah mengetahui bahwa tahap ini dapat kulalui dengan bantuan yang tak terduga dan mempercepat prosesnya.

Liz menarik sehelai rumput di dekatnya dan memberikannya kepadaku. "Pegang rumput ini, ini akan menguji coba apakah kau punya potensi untuk menggunakan sihir elemental atau tidak" jelasnya sambil membimbingku cara memegangnya.

"Sekarang coba alirkan Mana mu pada rumput ini" ucapnya seolah-olah aku sudah mengetahui cara melakukannya.

Aku masih tak tau caranya kerjanya, namun tidak ada salahnya mencoba. Mungkin ini sama seperti kau ingin 'buang air besar', dengan memberikan sebuah dorongan, mungkin itu akan berhasil. dengan memejamkan mata, aku mencoba untuk fokus dan tetap tenang.

-Sret-

"Aw" merasa kaget, aku melepas rumput itu dan melihat kearah jari yang memegangi rumput tadi.

Aku merasakan sengatan diujung jari jempolku saat aku mencoba 'mendorong' Mana terhadap rumput tadi. Sebuah sengatan?? Apakah mungkin aku memiliki

Liz mengambil rumput yang kujatuhkan tadi. Ia memperhatikan rumput itu dengan cukup teliti seperti seorang peneliti yang sedang melakukan sebuah percobaan rumit.

"Hmm... sepertinya tak ada suatu pertanda yang terdapat pada rumput ini. Lalu kenapa juga dengan jarimu ini?" ia menggapai telapak tangan yang sedang ku goyang atas ke bawah dan melihat kearah jempol yang tersengat.

Dilihat secara seksama, nyatanya tak ada bekas apapun yang tertinggal sama seperti rumput tadi. Entah itu efek dari salah satu elemen yang bisa kugunakan atau ada faktor lain yang menyebabkan sebuah sengatan tersebut.

"Aku merasakan sebuah sengatan saat mengalirkan Mana pada rumput tadi. Aku tak tahu apakah ada sesuatu yang tajam dari rumput yang mengenaiku, atau salah satu dari sihir elemental yang bisa kugunakan nanti" jelasku seperti yang aku rasakan.

"Sengatan ya... kemungkinan besar kau memiliki bakat dalam elemen listrik. Namun aku tak yakin sepenuhnya sampai kita melihat tanda-tanda yang nampak pada mata. Rumput yang menjadi bahan uji juga tak terdapat bekas apapun" jelasnya sambil menyembuhkanku dengan sihir miliknya.

Seketika aku penasaran dengan sihir penyembuh yang ia gunakan itu, dan bagaimana kita bisa mengetahui bahwa kita bisa menggunakan sihir itu.

"Bagaimana jika aku memiliki bakat dalam penyembuhan sepertimu?" tanyaku dengan semangat.

Dia pun memberikan elusan tangannya di kepalaku. "Untuk sihir penyembuhan, kau harus berlatih lebih keras dibandingkan dalam mencaritahu bakat sihir yang bisa kau dapatkan. Dulu Ibu tak sengaja terjatuh dan membuat luka pada lututku. Ibu mengusapnya berharap luka itu sembuh, dan ya... sesuai keinginan, luka pada lututku sembuh. Setelah ibu belajar di akademi, aku mengetahui bahwa Mana yang dikeluarkan dapat kuubah menjadi energi kehidupan yang dapat menyembuhkan luka fisik. Ibu tak tahu seberapa beruntungnya bisa dapat menggunakan sihir ini secara tak terduga" jelasnya dengan senyuman lembut yang dihiasi suara khas miliknya.

"Lalu bagaimana dengan tanda-tanda bakat sihir seseorang itu?" tanyaku kembali.

"Itu tergantung dengan sihirnya" Liz menarik sehelai rumput yang ada disekitarnya.

Ia mengangkat tangan kirinya dan menaikan jari telunjuknya kearah langit. "Yang ibu ketahui pertama, elemen Air akan mengeluarkan tetesan dari jari yang digunakan untuk mengubah Mananya" Liz memperlihatkan rumput yang ia pegang mengeluarkan tetesan air yang mengalir dari jempolnya hingga keujung rumput itu dan kemudian jatuh ketanah.

"Kedua, elemen Api akan membakar rumput ini perlahan dari ujung ke ujung hingga hangus"

"Ketiga, elemen Angin akan menerbangkannya pergi jauh dari penggunanya. Seperti dedaunan gugur dari pohon yang terbang terbawa angin."

"Keempat, elemen bumi akan menyelimutinya seperti selimut yang menutupi tubuh saat ingin tidur"

"Kelima, elemen Listrik hampir sama seperti Api, dia langsung menghanguskan rumput ini dengan listrik yang dialirkan"

"Sepertinya hanya sihir elemental yang kutahu. Ibu tak terlalu pandai dalam pelajaran semacam ini"

Liz menyelesaikan penjelasannya bersamaan dengan telapak tangan kirinya yang seluruhnya terbuka.

"Jadi jika aku memiliki bakat elemen listrik, rumput itu seharusnya hangus seketika ya?" aku menunjuk rumput yang ia pegang.

"Ya, seperti itulah. Karena aku hanya dapat menggunakan satu elemen, hanya elemen Air lah yang bisa ku praktikan contohnya" jawabnya sambil mempraktikkan kembali contoh yang ia berikan.

"Sebaiknya kita sudahi dulu hari ini karena sudah cukup gelap. Ayo kita kembali kedalam untuk makan malam" Liz berdiri dan memberikan tangannya untuk kugapai.

Disaat aku menerima tangannya, aku tak bisa merasakan kakiku yang entah berapa lama ku lipat silang saat aku konsentrasi tadi. Akupun berjalan terpincang-pincang dibantu ibuku disampingnya.

Mengingat baru sehari aku melakukan pelatihan pedang dan juga sihir, kupikir sudah cukup cepat aku berkembang. Aku mengingat bahwa aku juga berkeinginan menjadi seorang ksatria seperti Niels sekaligus menjadi seorang penyihir. Aku tak tahu apakah ini permintaan yang serakah atau tidak, tetapi bagaimana aku harus menyebut diriku yang ingin menjadi seorang ksatria sekaligus penyihir? Mungkin ksatria penyihir akan cocok untuk itu.

Aku tak sabar menunggu hari esok untuk perkembangan diriku yang lebih baik. Sebaiknya ini berguna untuk tujuan utamaku kedepannya.